2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani dan Morfologi Cabai
Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman khas yang memiliki kandungan capsaicin. Centre of origin cabai adalah daerah selatan dari Meksiko
yang menyebar hingga Columbia. Capsicum annuum L. merupakan cabai yang paling banyak di tanam. Cabai termasuk tanaman semusim annual berbentuk
perdu. Perakaran cabai merupakan akar tunggang yang terdiri atas akar utama primer dan akar lateral sekunder dengan jumlah yang banyak Poulos, 1993,
dimana dari akar lateral tersebut keluar serabut-serabut akar akar tersier. Akar tanaman cabai bisa tumbuh mencapai kedalaman satu meter Rubatzky dan
Yamaguchi, 1999. Sebagian besar batang cabai menjadi berkayu pada pangkal batang yang umumnya tumbuh tegak, sangat bercabang, dan tinggi 0.5
– 1.5 m. diameter batang cabai dapat mencapai hingga 1 cm. Warna batang beragam dari
hijau, hijau kecoklatan dan sering juga terdapat semburat ungu pada bagian buku Poulos 1993.
Daun cabai memiliki bentuk yang bervariasi, mulai dari lancip sampai dengan bulat telur dengan ujung daun yang lancip dan tepinya yang rata. Warna
daun cabai bervariasi, dari mulai hijau, hijau tua, sampai hijau keunguan. Ukuran daun bervariasi dengan helaian daun lanset dan bulat telur lebar Rubatzky dan
Yamaguchi 1997. Tanaman cabai berbunga pada bagian aksilar buku percabangan utama yang kemudian terbentuk bunga pada setiap buku berikutnya OECD 2006.
Bunga cabai termasuk bunga hermafrodit. Petal bunga Capsicum annuum terdiri atas 5-7 helai yang umumnya berwarna putih atau ungu. Bunga cabai memiliki 3
orientasi arah tumbuh yakni: ke bawah, intermediet, dan tegak ke atas Bosland and Votava 1999.
Buah cabai dapat diklasifikasikan sebagai buah non-klimaterik Lounds et al. 1993. Warna buah cabai bervariasi, yaitu: hijau, kuning, atau bahkan ungu
ketika muda dan kemudian berubah menjadi merah, jingga, atau campuran bersamaan dengan meningkatnya umur buah. Falusi dan Morakinyo 1994
menjelaskan bahwa terdapat berbagai variasi bentuk buah pada Capsicum annuum L. Bentuk buah cabai, mulai dari pendek, panjang, bulat, oval, sampai keriting.
Buah cabai juga memiliki buah tunggal yang tumbuh pada buku, namun juga lebih dari satu fasiculate tumbuh dalam satu buku Kusandriani 1996.
2.2 Studi Pewarisan Karakter Hasil
Karakter hasil dan komponen hasil merupakan karakter kuantitatif yang dapat dibedakan berdasarkan nilai ukuran. Karakter kuantitatif biasanya
dikendalikan oleh banyak gen. Hal ini mengakibatkan karakter kuantitatif banyak dipengaruhi oleh lingkungan.
Mangoendijojo 2003 menyatakan bahwa pengambilan data terhadap karakter kuantitatif dilakukan dengan melakukan pengukuran. Karakter
kuantitatif umumnya mengikuti sebaran data yang menyebar normal dan kontinyu. Pantalone et al. 1996 menyatakan bahwa data yang bersifat poligenik mempunyai
sebaran normal dan kontinyu. Sedangkan s
ebaran kontinyu dan tidak normal
mengindikasikan karakter tersebut dikendalikan oleh adanya pengaruh gen-gen minor dan satu atau dua gen mayor Falconer dan Mackay 1996.
Analisis rata-rata generasi merupakan salah satu analisis yang sering digunakan untuk mempelajari pewarisan suatu karakter tanaman. Analisis rata-rata
generasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengkaji model efek genetik lain yang diluar model aditif-dominan Derera dan Musimwa 2015. Analisis rata-
rata generasi ini dapat digunakan untuk mempelajari pola pewarisan karakter kuantitatif dan kualititatif tanaman, pewarisan ketahanan tanaman terhadap
cekaman abiotik maupun biotik, ataupun pewarisan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.
Analisis rata-rata generasi menggunakan populasi yang terdiri dari dua populasi tetua, satu populasi F1, dua populasi silang balik Backcross dan populasi
F2. Pengujian pada analisis rata-rata generasi terbagi menjadi dua, yaitu: uji skala individu dan uji skala gabungan. Uji skala individu digunakan model tiga parameter
yang dijelaskan oleh Mather dan Jinks 1982, yaitu: A=2BCP1-P1-F1; B=2BCP2- P2-F1; C=4F2-2F1-P1-P2 untuk menduga kesesuaian model aditif-dominan.
Apabila hasil uji skala individu tidak ada sesuai dengan model aditif-dominan maka dilanjutkan dengan uji skala gabungan m = ½P1 + ½ P2 + 4F2 - 2BCP1 - 2BCP2;
[d] = ½P1 - ½P2; [h]=6BCP1 + 6BCP2 - 8F2 - F1 - 1½P1 - 1½P2; [i]= 2BCP1 + 2BCP2 - 4F2; [j]=2BCP1 - P1
– 2BCP2 + P2; [l]=P1 + P2 + 2F1 + 4F2 – 4BCP1 – 4BCP2 untuk menambahkan kontribusi dari epistasis interaksi non-alelik. Uji ini
menghasilkan dugaan untuk tiga parameter mean m, efek aditif [d], efek dominan [h] selain itu juga menghasilkan dugaan tiga parameter epistasis interaksi aditif x
aditif [i], interaksi aditif x dominan [j] dan interaksi dominan x dominan [l].
Hasil uji skala gabungan dapat menjelaskan tipe aksi gen yang mengendalikan suatu karakter. Apabila nilai [h] dan [l] signifikan serta memiliki
tanda yang sama disebut sebagai tipe komplementasi, sedangkan apabila nilai [h] dan [l] signifikan serta memiliki tanda yang berbeda disebut sebagai tipe duplikasi
Mather dan Jinks, 1982. Masing-masing tipe aksi gen dapat dimanfaatkan pada program pemuliaan tanaman. Aksi gen komplementasi dapat dimanfaatkan dalam
merakit suatu varietas hibrida Hasanuzzaman dan Golam 2011. Hal ini dikarenakan efek gen non-aditif lebih besar pada karakter tersebut. Namun apabila
ingin melakukan kegiatan seleksi dapat dilakukan pada generasi lanjut, dimana tingkat homozigositas sudah cukup tinggi. Sedangkan apabila aksi gen duplikasi
kurang tepat dimanfaatkan untuk merakit suatu varietas hibrida, hal ini dikarenakan mengurangi manfaat yang terjadi dari heterozigositas karena pembatalan dominasi
dan efek epistasis Dhall dan Hundal 2006.
2.3 Seleksi dan Kemajuan Seleksi
Seleksi merupakan salah satu kegiatan dalam program pemuliaan tanaman yang cukup penting. Kegiatan seleksi ini bertujuan untuk meningkatkan frekuensi-
frekuensi gen yang diinginkan Falconer dan Mackay 1996. Peningkatan frekuensi gen diharapkan membuat karakter yang kita seleksi menjadi lebih baik dan unggul.
Kegiatan seleksi tanaman akan menjadi lebih efektif apabila menggunakan metode seleksi yang tepat dan sesuai dengan tanaman yang akan diseleksi. Secara umum
metode seleksi tanaman dapat dibagi menjadi dua, yaitu: metode seleksi untuk tanaman menyerbuk sendiri dan menyerbuk silang.