mengindikasikan karakter tersebut dikendalikan oleh adanya pengaruh gen-gen minor dan satu atau dua gen mayor Falconer dan Mackay 1996.
Analisis rata-rata generasi merupakan salah satu analisis yang sering digunakan untuk mempelajari pewarisan suatu karakter tanaman. Analisis rata-rata
generasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengkaji model efek genetik lain yang diluar model aditif-dominan Derera dan Musimwa 2015. Analisis rata-
rata generasi ini dapat digunakan untuk mempelajari pola pewarisan karakter kuantitatif dan kualititatif tanaman, pewarisan ketahanan tanaman terhadap
cekaman abiotik maupun biotik, ataupun pewarisan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.
Analisis rata-rata generasi menggunakan populasi yang terdiri dari dua populasi tetua, satu populasi F1, dua populasi silang balik Backcross dan populasi
F2. Pengujian pada analisis rata-rata generasi terbagi menjadi dua, yaitu: uji skala individu dan uji skala gabungan. Uji skala individu digunakan model tiga parameter
yang dijelaskan oleh Mather dan Jinks 1982, yaitu: A=2BCP1-P1-F1; B=2BCP2- P2-F1; C=4F2-2F1-P1-P2 untuk menduga kesesuaian model aditif-dominan.
Apabila hasil uji skala individu tidak ada sesuai dengan model aditif-dominan maka dilanjutkan dengan uji skala gabungan m = ½P1 + ½ P2 + 4F2 - 2BCP1 - 2BCP2;
[d] = ½P1 - ½P2; [h]=6BCP1 + 6BCP2 - 8F2 - F1 - 1½P1 - 1½P2; [i]= 2BCP1 + 2BCP2 - 4F2; [j]=2BCP1 - P1
– 2BCP2 + P2; [l]=P1 + P2 + 2F1 + 4F2 – 4BCP1 – 4BCP2 untuk menambahkan kontribusi dari epistasis interaksi non-alelik. Uji ini
menghasilkan dugaan untuk tiga parameter mean m, efek aditif [d], efek dominan [h] selain itu juga menghasilkan dugaan tiga parameter epistasis interaksi aditif x
aditif [i], interaksi aditif x dominan [j] dan interaksi dominan x dominan [l].
Hasil uji skala gabungan dapat menjelaskan tipe aksi gen yang mengendalikan suatu karakter. Apabila nilai [h] dan [l] signifikan serta memiliki
tanda yang sama disebut sebagai tipe komplementasi, sedangkan apabila nilai [h] dan [l] signifikan serta memiliki tanda yang berbeda disebut sebagai tipe duplikasi
Mather dan Jinks, 1982. Masing-masing tipe aksi gen dapat dimanfaatkan pada program pemuliaan tanaman. Aksi gen komplementasi dapat dimanfaatkan dalam
merakit suatu varietas hibrida Hasanuzzaman dan Golam 2011. Hal ini dikarenakan efek gen non-aditif lebih besar pada karakter tersebut. Namun apabila
ingin melakukan kegiatan seleksi dapat dilakukan pada generasi lanjut, dimana tingkat homozigositas sudah cukup tinggi. Sedangkan apabila aksi gen duplikasi
kurang tepat dimanfaatkan untuk merakit suatu varietas hibrida, hal ini dikarenakan mengurangi manfaat yang terjadi dari heterozigositas karena pembatalan dominasi
dan efek epistasis Dhall dan Hundal 2006.
2.3 Seleksi dan Kemajuan Seleksi
Seleksi merupakan salah satu kegiatan dalam program pemuliaan tanaman yang cukup penting. Kegiatan seleksi ini bertujuan untuk meningkatkan frekuensi-
frekuensi gen yang diinginkan Falconer dan Mackay 1996. Peningkatan frekuensi gen diharapkan membuat karakter yang kita seleksi menjadi lebih baik dan unggul.
Kegiatan seleksi tanaman akan menjadi lebih efektif apabila menggunakan metode seleksi yang tepat dan sesuai dengan tanaman yang akan diseleksi. Secara umum
metode seleksi tanaman dapat dibagi menjadi dua, yaitu: metode seleksi untuk tanaman menyerbuk sendiri dan menyerbuk silang.
Pada tanaman menyerbuk sendiri untuk populasi heterozigot homozigot dapat menggunakan seleksi massa dan untuk populasi bersegregasi dapat
menggunakan seleksi pedigree, seleksi bulk, single seed descent, dan seleksi silang balik. Sedangkan pada tanaman menyerbuk silang, metode seleksi yang digunakan
berupa seleksi massa, seleksi ear to raw, dan seleksi berulang seleksi berulang fenotipe, seleksi berulang daya gabung umum, seleksi berulang untuk daya gabung
khusus, dan seleksi berulang resiprokal Sleper dan Poehlman 2006.
Menurut Baihaki 2000 kemajuan seleksi didasarkan pada perubahan rata- rata penampilan yang dicapai suatu populasi dalam setiap siklus seleksi. Nilai
harapan kemajuan seleksi berguna menduga berapa besar pertambahan nilai sifat tertentu akibat seleksi dari nilai rata-rata populasi. Kemajuan seleksi sangat
tergantung pada nilai heritabilitas populasi tanaman dan intensitas seleksi yang digunakan. Semakin tinggi nilai heritabilitas dan intensitas seleksi, maka kemajuan
seleksi semakin tinggi. Nilai kemajuan seleksi pada generasi awal pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kemajuan seleksi pada generasi lanjut. Hal
ini dikarenakan pada generasi awal tingkat keragaman genetik dan nilai heritabilitas masih tinggi. Intensitas seleksi merupakan jumlah individu yang akan diseleksi dari
suatu populasi. Pada populasi dengan tingkat keragaman yang tinggi sebaiknya digunakan intensitas seleksi yang tinggi pula. Sebaliknya, apabila tingkat
keragaman rendah sebaiknya intensitas seleksi yang digunakan tidak terlalu tinggi.
2.4 Segregan Transgresif
Segregan transgresif merupakan individu-individu hasil segregasi yang memiliki keragaan di luar rentang keragaan tetuanya Sleper dan Poehlman 2006.
Keragaan yang berada diluar rentang tetuanya akibat dari berkumpulnya gen-gen homozigot dominan pada suatu genotipe turunan. Sehingga apabila genotipe
segregan transgresif ini dilanjutkan, segregasi pada turunannya sudah tidak terlalu tinggi. Pada tanaman menyerbuk sendiri tingkat homozigositas cukup tinggi
membutuhkan waktu yang cukup lama hingga 6-7 generasi. Hal ini dikarenakan, telah terjadi fiksasi pada berbagai lokus sehingga populasi telah menjadi homogen
homozigot. Modifikasi dari seleksi dapat dilakukan untuk memotong waktu yang lama tersebut. Salah satu teknik dapat digunakan adalah dengan memilih tanaman-
tanaman F2 yang berada pada posisi kanan atau kiri kurva normal. Segregan transgresif membentuk dua gugus segregan dalam spektrum sebaran, yaitu lebih
kecil dari sebaran tetua dengan keragaan rendah dan lebih besar dari sebaran tetua dengan keragaan tinggi Jambormias dan Riry 2009.
Setelah pemilihan tanaman F2 yang memiliki keragaan melebihi kedua tetua, selanjutnya dilihat tingkat keragaman pada generasi turunannya. Menurut
Jambormias dan Riry 2009 famili segregan transgresif ditandai oleh nilai tengah yang tinggi dan ragam dalam famili yang kecil. Famili segregan transgresif ini
diharapkan tidak perlu menunggu hingga 6-7 generasi untuk menjadi galur murni, cukup dengan 4-5 generasi sudah menjadi galur murni yang homogen homozigot.