Pada tanaman menyerbuk sendiri untuk populasi heterozigot homozigot dapat menggunakan seleksi massa dan untuk populasi bersegregasi dapat
menggunakan seleksi pedigree, seleksi bulk, single seed descent, dan seleksi silang balik. Sedangkan pada tanaman menyerbuk silang, metode seleksi yang digunakan
berupa seleksi massa, seleksi ear to raw, dan seleksi berulang seleksi berulang fenotipe, seleksi berulang daya gabung umum, seleksi berulang untuk daya gabung
khusus, dan seleksi berulang resiprokal Sleper dan Poehlman 2006.
Menurut Baihaki 2000 kemajuan seleksi didasarkan pada perubahan rata- rata penampilan yang dicapai suatu populasi dalam setiap siklus seleksi. Nilai
harapan kemajuan seleksi berguna menduga berapa besar pertambahan nilai sifat tertentu akibat seleksi dari nilai rata-rata populasi. Kemajuan seleksi sangat
tergantung pada nilai heritabilitas populasi tanaman dan intensitas seleksi yang digunakan. Semakin tinggi nilai heritabilitas dan intensitas seleksi, maka kemajuan
seleksi semakin tinggi. Nilai kemajuan seleksi pada generasi awal pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kemajuan seleksi pada generasi lanjut. Hal
ini dikarenakan pada generasi awal tingkat keragaman genetik dan nilai heritabilitas masih tinggi. Intensitas seleksi merupakan jumlah individu yang akan diseleksi dari
suatu populasi. Pada populasi dengan tingkat keragaman yang tinggi sebaiknya digunakan intensitas seleksi yang tinggi pula. Sebaliknya, apabila tingkat
keragaman rendah sebaiknya intensitas seleksi yang digunakan tidak terlalu tinggi.
2.4 Segregan Transgresif
Segregan transgresif merupakan individu-individu hasil segregasi yang memiliki keragaan di luar rentang keragaan tetuanya Sleper dan Poehlman 2006.
Keragaan yang berada diluar rentang tetuanya akibat dari berkumpulnya gen-gen homozigot dominan pada suatu genotipe turunan. Sehingga apabila genotipe
segregan transgresif ini dilanjutkan, segregasi pada turunannya sudah tidak terlalu tinggi. Pada tanaman menyerbuk sendiri tingkat homozigositas cukup tinggi
membutuhkan waktu yang cukup lama hingga 6-7 generasi. Hal ini dikarenakan, telah terjadi fiksasi pada berbagai lokus sehingga populasi telah menjadi homogen
homozigot. Modifikasi dari seleksi dapat dilakukan untuk memotong waktu yang lama tersebut. Salah satu teknik dapat digunakan adalah dengan memilih tanaman-
tanaman F2 yang berada pada posisi kanan atau kiri kurva normal. Segregan transgresif membentuk dua gugus segregan dalam spektrum sebaran, yaitu lebih
kecil dari sebaran tetua dengan keragaan rendah dan lebih besar dari sebaran tetua dengan keragaan tinggi Jambormias dan Riry 2009.
Setelah pemilihan tanaman F2 yang memiliki keragaan melebihi kedua tetua, selanjutnya dilihat tingkat keragaman pada generasi turunannya. Menurut
Jambormias dan Riry 2009 famili segregan transgresif ditandai oleh nilai tengah yang tinggi dan ragam dalam famili yang kecil. Famili segregan transgresif ini
diharapkan tidak perlu menunggu hingga 6-7 generasi untuk menjadi galur murni, cukup dengan 4-5 generasi sudah menjadi galur murni yang homogen homozigot.
3 STUDI PEWARISAN KARAKTER HASIL DAN
KOMPONEN HASIL CABAI
Abstrak
Pewarisan karakter komponen hasil cabai dipelajari dari populasi yang berasal dari persilangan cabai keriting IPB C120 dan cabai besar IPB C5, antara lain F2, F1,
silang balik ke tetua termasuk kedua tetua. Uji skala individu satu atau lebih skala A, B, dan C dan uji skala gabungan yang signifikan mengindikasikan adanya aksi
gen epistasis. Model aditif-dominan dengan pengaruh interaksi aditif-aditif dan interaksi aditif-dominan sesuai untuk karakter umur panen, bobot per buah, dan
diameter buah. Model aditif-dominan dengan pengaruh interaksi aditif-aditif dan interaksi dominan-dominan sesuai untuk karakter tebal daging buah, jumlah buah,
dan bobot buah per tanaman. Model aditif-dominan dengan pengaruh interaksi aditif-dominan dan interaksi dominan-dominan sesuai dengan karakter umur
berbunga, panjang tangkai buah, dan panjang buah. Heritabilitas dalam arti luas termasuk kategori tinggi untuk karakter umur berbunga, umur panen, bobot per
buah, panjang buah, diameter buah, jumlah buah, bobot buah per tanaman serta kategori sedang untuk karakter panjang tangkai buah, dan tebal daging buah.
Heritabilitas dalam arti sempit termasuk dalam kategori tinggi hanya pada karakter panjang buah. Kategori sedang untuk karakter umur panen, bobot buah, panjang
tangkai buah, diameter buah, tebal daging buah, serta kategori rendah untuk karakter umur berbunga, jumlah buah, dan bobot buah per tanaman.
Kata kunci: epistasis, heritabilitas, komponen hasil, pewarisan
Abstract
Pepper yield component characters inheritance was studied in population of curling IPB C120 and big chili pepper IPB C5 crosses which consists of F2, F1,
and first back crosses generation including both parents. The significant scaling test one or more scales in A, B and C and joint scaling test indicated the presence
of epistasis gene action. Influence of additive-additive and additive-dominant interaction model was found suitable in harvesting age, fruit weight, and fruit
diameter characters. Influence of additive-additive and dominant-dominant interanction model was found suitable for pericarp thickness, number of fruit per
plant and yield. Influence additive-dominant and dominant-dominant model was suitable for flowering age, pedicel length and fruit length characters. High broad-
sense heritability were found in flowering age, harvesting age, fruit weight, fruit length, fruit diameter, number of fruit per plant, and yield characters while medium
broad-sense heritability were found in pedicel length and pericarp thickness characters. High narrow-sense heritability only found in for fruit length character
while medium narrow-sense heritability were found in harvesting age, fruit weight, pedicel length, fruit diameter, and pericarp thickness characters. Low narrow-
sense heritability were found in flowering age, number of fruit per plant and yield charater.
Keywords: epistasis, heritability, inheritance, yield components