2.6 Metode analisis Analisis Pembuatan Bahan Baku

Analisis ϒ-oryzanol Xu dan Godber 2000  Persiapan sampel Sebanyak 1 gram beras analog bubukdilarutkan dengan 5 ml akuades di dalam tabung reaksi 25 ml.Asam askorbat sebanyak 0.2 g kemudian ditambahkan dalam tabung.Larutan tersebut divorteks dan diinkubasi di penangas pada suhu 60°C selama 30 menit. Sebanyak 5 ml pelarut isopropanol:heksana 50:50 ditambahkan dalam tabung dan divorteks selama 30 detik. Setelah homogen, larutan disentrifugasi 3000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit.Lapisan organik dikumpulkan dalam tabung reaksi. Residu yang tersisa dicampurkan dengan 5 ml pelarut isopropanol:heksana dan disentifugasi lagi. Lapisan organik yang didapat dikumpulkan bersama dengan lapisan organik yang didapat sebelumnya. Air akuades 5 ml ditambahkan dalam tabung reaksi untuk mencuci lapisan organik.Tabung reaksi didiamkan selama 10 menit lalu diambil larutan organiknya. Proses pencucian diulangi hingga dua kali. Setelah itu, lapisan organik dihembuskan gas N 2 untuk menguapkan pelarut organik. Minyak beras analog hasil ekstraksi dilarutkan dengan fase gerak.Setelah itu larutan sampel disaring dengan menggunakan membran PTFE 0.45 µ m dan dihilangkan gelembung udaranya terlebih dahulu sebelum diinjeksikan ke dalam kolom HPLC.Sebanyak 20µl larutan sampel disuntikkan dalam kolom HPLC. Analit akan terbaca pada panjang gelombang 330 nm.  Persiapan Baku Kuantifikasi dilakukan dengan menggunakan larutan baku standar γ-oryzanol. Larutan baku standar γ-oryzanol dibuat dengan menimbang 25.0 mg baku γ- oryzanol dalam labu 50.0 ml. Deret standar dibuat 5 seri yaitu 0 ppm-250 ppm yang dilarutkan dengan fase gerak. Setelah itu larutan standar baku disaring dengan menggunakan membran PTFE 0.45 mm dan dihilangkan gelembung udaranya terlebih dahulu. Sebanyak 20µl larutan standar baku disuntikkan dalam kolom HPLC. Kondisi HPLC yang digunakan adalah: Kolom : RP-HPLC dengan kolom C-18 25 cm × 4.6 mm Detektor : UV Vis Fase Gerak : metanol, asetonitril, diklorometan, dan asam asetat 50:44:3:3by vol Laju Alir : 1.0 mlmenit Kadar Amilosa IRRI 1978  Pembuatan Larutan Larutan NaOH 1 N dibuat dengan melarutkan 40 g NaOH kristal dengan gelas piala 500 ml. Larutan tersebut dituang ke dalam labu takar 1000 ml dan di tepatkan dengan akuades hingga tanda tera. Larutan asam asetat 1 N dibuat dengan melarutkan sebanyak 5ml asam asetat glasial dengan air akuades 80 ml dan diaduk hingga homogen. Larutan iod dibuat dengan melarutkan 20 g kalium iodida ke dalam 500 ml akuades dan ditambahkan 2 g iod. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 1000 ml dan ditambahkan akuades hingga tanda tera serta dikocok hingga tercampur rata.  Pembuatan Kurva Standar Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.Amilosa kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95 dan 9 ml NaOH 1 N.Larutan standar dipanaskan di atas waterbath suhu 95°C selama 10 menit dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut dipipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml. Larutan iod ditambahkan sebanyak 2 ml. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades dan dikocok. Larutan didiamkan selama 20 menit kemudian diukur intensitas warna yang terbentuk.Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.  Penetapan Sampel Sejumlah 100 mg sampel tanpa lemak dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sampel ditambahkan 1 ml etanol serta 9 ml NaOH 1 N. Setelah itu, larutan sampel dipanaskan di atas waterbath suhu 95°C selama 10 menit dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Larutan kemudian dipipet sebanyak 5 ml, dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 1 ml asetat 1 N dan 2 ml larutan iod ditambahkan.Larutan selanjutnya ditambah akuades sampai tanda tera, dikocok, dan didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.Kadar amilosa dihitung dengan rumus: Kadar Amilosa A S x P Keterangan: A : absorbansi sampel pada panjang gelombang 625 nm S : slope kemiringan pada kurva standar FP : faktor pengenceran W : berat sampel g Derajat Gelatinisasi Wooton et al. 1971 Sebanyak 1 gram sampel halus 60 mesh dilarutkan dalam 100 ml air selama 1 menit dengan waring blender.Larutan disentrifuse pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0.5 ml secara duplo dan ditambahkan 0.5 ml HCl 0.5 M.Larutan ditambahkan akuades hingga volume menjadi 10 ml.Pada salah satu tabung duplo ditambahkan 0.1 ml larutan iodium. Larutan lain disiapkan dengan cara melarutkan 1 gram sampel dengan 95 ml air dan ditambahkan 5 ml NaOH 10 M. Larutan dikocok selama 5 menit kemudian disentrifus selama 15 menit pada suhu ruang dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0.5 ml secara duplo kemudian ditambah 0.5 ml HCl 0.5 M. Larutan ditambahkan akuades hingga volume menjadi 10 ml.Pada salah satu tabung duplo ditambahkan 0.1 ml larutan iodium.Larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Pengamatan dilakukan dengan urutan sebagai berikut: 1 larutan yang ditambahkan HCl digunakan sebagai standar blanko pati tergelatinisasi; 2 larutan bahan yang ditambahkan HCl dan larutan iodium digunakan sebagai larutan pati tergelatinisasi; 3 larutan bahan yang ditambah NaOH dan HCl sebagai larutan standar blanko total pati; 4 larutan bahan yang ditambah NaOH, HCl, dan larutan iodium sebagai larutan total pati. Derajat gelatinisasi dihitung dengan rumus : Derajat gelatinisasiሺ ሻ nilai absorbansi pati tergelatinisasi nilai absorbansi total pati x 100 Uji Total Serat Pangan Metode Enzimatis AOAC 985.29  Persiapan sampel Sampel kering digiling hingga berukuran 40-50 mesh. Sampel yang mengandung lemak lebih dari 10 harus dihilangkan lemaknya dengan cara dicampurkan dalam 25 ml petroleum eterg sampel selama satu jam sebanyak tiga kali ulangan, selanjutnya diblender kering. Sampel kemudian dikeringkan selama 12 jam dengan oven biasa pada suhu 105 o C hingga kadar airsampel kurang dari 5. Kehilangan bobot akibat penghilangan air danatau lemak dicatat dan dibuat faktor koreksi yang tepat untuk menghitung TDF. Prosedur analisis dilakukan terhadap blanko untuk melihat kandungan endapan non serat yang berasal dari reagen atau enzim yang terdapat dalam residu dan dapat terhitung sebagai serat pangan. Sampel kering ditimbang sebanyak 1 g dalam gelas piala 400 ml.Perbedaan bobot antar sampel diusahakan tidak lebih dari 20 mg.Sebanyak 50 ml buffer fosfat pH 6.0 ditambahkan hingga pH 6.0 ± 0.2.Sebanyak 0.1 ml larutan termamyl ditambahkan. Gelas piala ditutup menggunakan kertas aluminiumdan diletakkan dalam air mendidih selama 15 menit. Larutan sampel digoyangkan secara perlahan tiap 5 menit.Waktu pemanasan dapat ditambahkan jika jumlah sampel yang ditempatkan di dalam waterbath belum mencapai suhu internal antara 95- 100 o C.Termometer digunakan untuk memastikan tercapainya suhu 95-100 o C selama 15 menit.Prosedur ini dapat dilakukan selama 30 menit.Selanjutnya larutan tersebut didinginkan pada suhu ruang. Nilai pH ditepatkan hingga 7.5 ± 0.2 dengan penambahan 10 ml NaOH 0.275 N. Sebanyak 5 mg protease dimasukkan ke dalam sampel dengan cara dilengketkan pada ujung spatula. Protease dapat pula digunakan dalam bentuk larutan 50 mg dalam 1 ml buffer fosfat yang dipipet sebanyak 0.1 ml dan dimasukkan ke dalam sampel sesaat sebelum digunakan. Setelah itu sampel ditutup kembali dengan kertas alufo dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60 o C dengan agitasi kontinyu.Sampel didinginkan dan ditambahkan 10 ml HCl 0.325 M. Nilai pH diukur hingga berkisar antara 4.0-4.6. Enzim amiloglukosidase ditambahkan ke dalam sampel dan ditutup kembali dengan kertas alufo. Selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60 o C dengan agitasi kontinyu.Sampel yang telah diinkubasi ditambahkan 280 ml etanol 95 yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhunya 60 o C volume diukur setelah pemanasan.Sampel dibiarkan pada suhu kamar selama 60 menit agar terbentuk endapan.Secara kuantitatif endapan disaring melalui crucible.Sebelumnya, crucible yang mengandung celite ditimbang. Residu dari hasil penyaringan dicuci dengan 3 x 20 ml etil alkohol 78, 2 x 10 ml etil alkohol 95, dan 2 x 10 ml aseton secara berturut-turut. Filtrasi dapat dibantu dengan pengadukan menggunakan spatula.Waktu yang dibutuhkan untuk pencucian dan penyaringan bervariasi antara 0.1 sampai 6 jam, rata-rata waktu yang dibutuhkan ialah 0.5 jam per sampel. Lamanya waktu filtrasi dapat dikurangi dengan penghisapan vakum secara hati-hati setiap lima menit selama filtrasi. Crucible yang mengandung residu dikeringkan selama satu malam di dalam oven pada suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator baru kemudian ditimbang. Bobot residu didapatkan dari hasil pengurangan bobot crucible dan celite. Analisis residu dari satu sampel ulangan digunakan untuk analisis protein menggunakan metode Kjeldahl, faktor konversi yang digunakan ialah N x 6.25. Sampel ulangan lainnya diabukan selama 5 jam pada suhu 525 o C. Cawan dan abu kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang untuk mendapatkan bobot abu. Penentuan blanko B : B mg = bobot residu – PB – AB Bobot residu mg = rata-rata bobot residu mg untuk dua ulangan blanko PB dan AB mg = bobot protein dan abu dari kedua ulangan blanko. Perhitungan total serat pangan TDF: TDF = [bobot residu – P – A – B bobot sampel] x 100 P dan A mg = bobot protein dan abu dari kedua ulangan sampel Bobot sampel mg= rata-rata bobot sampel. Uji Antioksidan metode DPPH Kubo et al. 2002 Sampel sejumlah 5 g dilarutkan dalam methanol PA dengan perbandingan 1:4. Campuran diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37°C. Selanjutnya campuran disaring dengan bantuan kertas saring untuk mendapatkan larutan sampel. Sebanyak 2.8 ml metanol PA, 1 ml buffer asetat pH 5.5, dan 250µl larutan DPPH dimasukkan dalam tabung reaksi dan dikocok kuat vorteks. Setelah itu, 45µl larutan sampel ditambahkan dalam tabung reaksi dan divorteks. Tabung reaksi diinkubasikan dalam ruang gelap selama 20 menit.Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 517 nm.Aktivitas antioksidan diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi sampel dibandingkan dengan kurva standar kapasitas antioksidan vitamin C asam askorbat.Satuannya µg vitamin C equivalenmg sampel CEQmg sampel. Uji Total Fenol Slinkard dan Singelton 1977 Sebanyak 3.9 ml akuades dan 0.5 ml pereaksi Folin-Ciocalteu FC 1:10 dalam akuades ditambahkan ke dalam 0.1mL minyak beras analog. Larutan tersebut didiamkan selama 3 menit kemudian ditambahkan 2ml Na 2 CO 3 20 dan diukur absorbansnya pada panjang gelombang 756.5nm. Kandungan fenol total dalam ekstrak etanol dinyatakan sebagai miligram ekuivalen asam galatgram sampel mg EAGg sampel. Uji Tingkat Kecerahan nilai L Pengukuran warna dilakukan dengan Chromameter CR 300 Minolta. Sistem notasi warna yang terdapat dalam chromameter digunakan sebagai cara sistematik dan objektif untuk mendeskripsikan suatu jenis warna. Pengukuran ditampilkan dalam skala L a b. L menunjukkan kecerahan dengan nilai 0 gelaphitam, 100 terangputih. Analisis Sensori dengan Uji t-testMeilgaardet al. 1999 Analisis sensori merupakan analisis yang menggunakan indera manusia sebagai instrumennya.Analisis sensori yang dilakukan adalah uji t-tes hedonik beras formula optimum dengan beras analog yang telah beredar di pasaran beras cerdas.Analisis yang dilakukan menyangkut penerimaan terhadap sifat atau kualitas sampel yang diujikan dan melibatkan panelis tidak terlatih sebanyak 72 orang. Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya dengan nilai skala terhadap warna, tekstur, aroma, dan kesukaan secara keseluruhan untuk beras serta rasa, warna, tekstur kelengketan, aroma dan kesukaan secara keseluruhan untuk sampel nasi dari beras analog. Uji hedonik menggunakan skala angka dari 1-7 sangat tidak suka sampai sangat suka dengan desain penyajian sampel menggunakan uji t-test. Data yang diperoleh akan ditabulasi dan dianalisis dengan analisis ragam ANOVA. Uji Indeks Glikemik Miller et al. 1997 Beras analog sebelumnya dimasak terlebih dahulu dengan perbandingan beras dan air 1:1 selama 8 menit.Setelah itu dilakukan analisis proksimat terhadap nasi dari beras analog untuk menentukan jumlah sampel yang harus dikonsumsi oleh relawan.Jumlah sampel ditentukan mengandung 50 g karbohidrat. Penentuan indeks glikemik menggunakan subjek manusia. Relawan yang digunakan dalam pengujian ini diseleksi yang memiliki kadar gula darah puasa normal 70-120 mgdl. Seleksi dilakukan saat pengujian sampel yang pertama dan terpilih 10 orang relawan.Sampel berikutnya dan pangan acuan diuji pada hari yang berlainan dengan interval minimal 3 hari. Relawan diminta melakukan puasa selama 10 jam pada malam hari kecuali air putih. Pagi harinya sebanyak ±5 µl darah relawan diambil melalui ujung jari untuk diukur kadar glukosa darahnya dengan menggunakan Glucocard TM Test Strip. Relawan kemudian diminta memakan nasi dari beras analog yang telah disiapkan dan kadar gulanya darahnya kembali diukur pada menit 30, 60, dan 120 menit setelah makan. Pengukuran respon kadar glukosa darah untuk pangan standar 50 g glukosa murni dilakukan pada hari berbeda dengan rentang minimal 3 hari. Data yang diperoleh ditebar pada grafik dengan kadar glukosa darah pada sumbu y dan waktu menit pada sumbu x. Kurva lalu dibuat untuk masing- masing relawan dan dihitung luas area di bawah kurva.Nilai IG masing-masing relawan dihitung dan dirata-rata. Perhitungan untuk nilai IG adalah sebagai berikut : luas area di bawah kurva respon glikemik sampel luas area di bawah respon glikemik standar glukosa x 100

3.3 Hasil dan Pembahasan

3.3.1 Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku dalam pembuatan beras analog pada penelitian ini adalah tepung jagung, sagu, tepung kedelai, dan bekatul. Bahan baku tersebut dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui karakternya secara kimia. Hasil analisis dari bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Karakterisasi bahan baku beras analog Karakter Tepung jagung Sagu Tepung kedelai Bekatul Kadar air bk 9.24 9.06 5.05 12.44 Kadar abu bk 0.89 0.07 4.79 9.97 Kadar protein bk 8.48 0.06 36.33 16.54 Kadar lemak bk 2.35 0.17 27.11 16.05 Kadar karbohidrat bk 79.04 90.64 26.72 14.80 Serat pangan bk 11.21 - 17.31 19.71 Amilosa 19.33 27.45 3.72 - Analisis proksimat yang dilakukan terdiri atas analisis kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat. Kadar air dari tepung jagung, sagu, kedelai, dan bekatul berturut-turut adalah 9.24, 9.06, 2.05, dan 12.44. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kadar air bahan baku masih dibawah 15. Menurut Steiger 2011, kadar air produk pangan kurang dari 15 akan aman selama penyimpanan. Berdasarkan Tabel 3.1 juga dapat dilihat kadar protein pada tepung kedelai paling tinggi dibanding bahan baku lainnya. Pengukuran protein kedelai adalah 36.33.Kandungan protein tersebut lebih rendah dari hasil penelitian Widaningrum et al. 2005 yang menyatakan bahwa protein pada tepung kedelai adalah 41.71.Perbedaan hasil tersebut kemungkinan disebabkan perbedaan varietas dan kondisi penanaman Afandi 2000. Keberadaan protein selain dapat meningkatkan nilai nutrisi juga dapat memperbaiki tekstur pada beras analog Koide et al.1999; Widaningrum et al. 2005. Hasil analisis bahan baku yang penting dilakukan adalah serat pangan. Serat pangan merupakan salah satu parameter uji yang mempengaruhi tekstur dan indeks glikemik pada beras analog. Serat pangan pada tepung jagung, tepung kedelai, dan bekatul berturut-turut yaitu 11.21, 17.31, dan 19.71. Kandungan serat bahan baku tersebut tergolong serat tinggi. Menurut Widowati et al. 2010 suatu bahan dapat dikatakan sebagai sumber serat bila mengandung serat 6. Selain serat, faktor lain yang mempengaruhi tekstur adalah kandungan amilosa. Amilosa merupakan parameter penting yang menentukan sifat dari kelengketan dari suatu produk yang berasal dari bahan baku tepung-tepungan. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3.1, kandungan amilosa pada sagu didapatkan 27.45, lebih tinggi dari tepung jagung 19.33. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena sagu sudah dalam bentuk pati sedangkan tepung jagung masih mengandung komponen lain seperti serat, lemak, dan protein yang menyebabkan presentase amilosa menjadi lebih rendah.

3.3.2 Tahap Pendahuluan Pembuatan Beras Analog

Pembuatan beras analog berbahan dasar jagung pada penelitian ini menggunakan teknologi ekstruksi.Ekstrusi adalah suatu proses dimana bahan mengalami proses pencampuran dan pemanasan dengan suhu tinggi Mishra et al. 2012. Proses ini dilanjutkan dengan pemotongan dengan cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil ekstruksi. Kelebihannya dibanding ekstruder ulir tunggal adalah waktu pembuatan singkat, produktivitas tinggi, dan biaya murah Riaz 2000 serta kualitas produk pun lebih terjaga karena merupakan proses terkontrol Hurber 2000. Prinsip proses ekstrusi pada industri pangan umumnya berdasarkan pada gelatinisasi pati, pembentukan kompleks lemak-pati, denaturasi dan teksturisasi protein, pengaruh tekananpenggilingan dan pengembangan Hurber 2000. Tahapan pembuatan beras analog adalah 1 Pengeringan matrik beras sebagai tahap pre treatment 2 Pencampuran bahan untuk pembuatan matrik beras 3Penambahan emulsifier dan air pada adonan untuk mengikat air sehingga adonan membentuk pasta dengan kadar air 30-60 dari berat adonan Kato 2006 4 Penambahan mikronutrien yang diinginkan biasanya dalam bentuk bubuk untuk memudahkan pencampuran padaproses formulasi 5 Tahap pre-condition yaitu pemanasan dengan suhu 70-100°C tidak lebih dari 5 menit 6 Tahap pembentukan dengan menggunakan die cetakan berbentuk lubang sehingga dihasilkan untaian adonan. Pada tahap ini suhu yang digunakan antara 60-120°C dan waktu tinggal 10-90 detik 7 Tahap pemotongan dengan kecepatan tertentu agar menyerupai bentuk beras 8 Tahap pengeringan hingga kadar air dibawah 15 Steiger 2011; Budijanto 2011. Menurut Koide et al. 1999 pada proses pembuatan beras analog, suhu yang baik digunakan pada ekstruder yaitu antara 80-120°C. Pada suhu 80°C terjadi pre-gelatinisasi hingga 50-60 sedangkan penggunaan suhu 120°C menyebabkan kondisi pre-gelatinisasi hingga 90 lebih. Pada penelitian ini awalnya digunakan suhu ekstruder 85°C, tetapi suhu tersebut tidak menghasilkan tekstur beras analog yang baik.Beras analog yang dihasilkan mudah patah dan belum tergelatinisasi dengan baik.Hasil pengukuran derajat gelatinisasi adalah 42.67.Suhu ekstruder 100°C digunakan kemudian menunjukkan tekstur beras analog yang lebih baik.Tekstur lebih kompak dan tidak mudah patah.Derajat gelatinisasi yang terukur adalah 60.41.Derajat gelatinisasi yang optimum menurut Koide et al. 1999 adalah 50-95.