Pengaruh Stabilitas Bekatul terhadap Kandungan γ- Oryzanol

standar yang digunakan adalah γ-oryzanol campuran yang tidak spesifik terhadap komponen oryzanol tertentu sehingga untuk mendapatkan total oryzanol dengan cara menjumlahkan area dari 4 peak tertinggi tersebut Pascual et al. 2011; Chen dan Bergman 2005; Xu dan Godber 2000.Identifikasi tiap-tiap peak telah dilakukan oleh Cho et al. 2012 yang mengidentifikasi γ-oryzanol berupa cycloartenyl ferulat peak 1, 24-methylenecycloartanyl ferulate peak 2, campesteryl ferulate peak 3, dan sitosteryl ferulate peak 4. Gambar kromatogram bekatul segar dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Hasil kromatogram analisis γ-oryzanol pada ekstrak heksana bekatul segar dengan menggunakan kolom RP-18,fase gerak methanol, asetonitril, diklorometan, dan asam asetat 50:44:3:3 by volume, serta laju alir fase gerak 1 mlmenit. Peak1 cycloartenyl ferulat, peak 2 24-methylenecycloartanyl ferulate, peak 3campesteryl ferulate, danpeak 4sitosteryl ferulate. Hasil analisis γ-oryzanol terhadap perlakuan kombinasi suhu dan kecepatan ulir dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan Tabel 2.1. Kandungan γ-oryzanol rata-rata pada bekatul segar yaitu 2408.03±5.01 ugg. Hal ini sesuai dengan penelitian Qureshi et al. 2002 yang melaporkan kandungan γ-oryzanol pada bekatul sekitar 2200-3000 ugg. Hasil penelitian juga sejalan dengan penelitian Chen dan Bergman 2005 yang menyatakan bahwa kandungan γ-oryzanol 10-20x lebih banyak dibandingkan total tokoferol pada bekatul. Gambar 2.7 Kandungan γ-oryzanol pada bekatul yang distabilisasi pada suhu 37 °C selama 2 minggu penyimpanan. A100=kecepatan ulir 15 Hz dan suhu 100°C, A120=kecepatan ulir 15 Hz dan suhu 120°C, A140=kecepatan ulir 15 Hz dan suhu140°C, B100=kecepatan ulir 25 Hz dan suhu100°C, B120=kecepatan ulir 25 Hz dan suhu 120°C, dan B140= kecepatan ulir 25 Hz dan suhu140°C. Secara umum kandungan oryzanol akan berkurang selama penyimpanan. Kandungan γ-oryzanol tertinggi pada bekatul segar yaitu 2408.03±5.01 ugg sedangkan pada bekatul yang telah distabilisasi pada perlakuan kecepatan ulir 15 Hz dan suhu 100°C A100 yaitu 2025.79±63.53 ugg. Penurunan kadar ϒ- oryzanol sebanyak 15.87 dari bekatul segar. Kadar ϒ-oryzanol terendah didapatkan dari perlakuan kombinasi kecepatan ulir 15Hz dan suhu 140°C A140 yaitu 1571.81±22.81 ugg. Hal tersebut kemungkinan terjadi dengan kecepatan ulir yang 15Hz, bekatul lebih lama terpapar suhu tinggi suhu 140°C dibandingkan dengan kecepatan ulir 25 Hz. Perlakuan panas yang tinggi akan menyebabkan pengurangan kandungan ϒ- oryzanol. Khuwijitjaru et al. 2009 menyatakan bahwa kadar ϒ-oryzanol akan menurun apabila dilakukan pemanasan 120-200°C. Penurunan kadar ϒ-oryzanol ini disebabkan terjadinya oksidasi pada suhu tinggi. Namun penurunan ϒ-oryzanol yang rendah bila dibandingkan antara bekatul segar dan bekatul yang terstabilisasi karena menurut Qureshi et al. 2000 dan Azrina et al. 2008 terjadi karena komponen larut lemak seperti ϒ-oryzanol dan tokoferol terikat pada jaringan tanaman. 2408.03a 2025.79b 1871.35c 1571.81d 1807.24c 1793.41c 1766.81c 500 1000 1500 2000 2500 3000 Kontrol A100 A120 A140 B100 B120 B140 Kandungan ϒ-oryzanol ugg Perlakuan Tabel 2.1 Hasil analisis kadar asam lemak, tokoferol, dan ϒ-oryzanol pada bekatul a Perlakuan Kadar Asam Lemak Bebas Kandungan γ-oryzanol ugg Kandungan α-tocoferol ugg Kontrol 44.53±0.71a 2408.03±56.59a 242.14±4.40a A100 12.11±1.19b 2025.79 ±77.06b 227.99±4.77b A120 7.87±0.31d 1871.35±189.06c 230.66±3.61b A140 8.30±0.59d 1571.81±77.43d 227.80±15.38b B100 10.22±0.24c 1807.24±65.72c 236.86±1.91ab B120 8.58±0.87d 1793.41±104.80c 227.48±2.98b B140 7.60±0.29d 1766.81±45.11c 228.13±41.21b a Angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji selang berganda Duncan. A100=kecepatan ulir 15 Hz dan suhu 100 °C, A120=kecepatan ulir 15 Hz dan suhu 120 °C, A140=kecepatan ulir 15 Hz dan suhu 140 °C, B100=kecepatan ulir 25 Hz dan suhu 100 °C, B120=kecepatan ulir 25 Hz dan suhu 120 °C, serta B140= kecepatan ulir 25 Hz dan suhu 140 °C.

2.4 Simpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa stabilisasi dengan single screw conveyor dapat menghambat peningkatan ALB dari bekatul. Perlakuan terbaik adalah perlakuan A120 kecepatan ulir 15 Hz dan suhu 120°C karena perlakuan tersebut dapat menghasilkan peningkatan ALB10 dengan penurunan tokoferol dan oryzanol minimum selama penyimpanan 2 minggu pada suhu 37°C. 3. FORMULASI BERAS ANALOG 3.1 Pendahuluan

3.1.1 Latar Belakang

Beras analog adalah produk olahan yang dibuat dari sebagian atau seluruhnya bahan non-beras yang memiliki bentuk seperti butiran beras padi Mishra et al. 2012.Keanekaragaman sumber karbohidrat lokal di Indonesia memungkinkan berbagai macam kombinasi tepung yang digunakan untuk menghasilkan beras analog. Beras analog menggunakan teknologi ekstrusi dalam proses pembuatannya. Teknologi ekstrusi merupakan suatu proses dimana bahan dicampur di bawah pengaruh kondisi operasi pencampuran, pemanasan dengan suhu tinggiKoide et al. 1999; Kato 2006; Steiger 2011; Budijanto dan Yulianti 2012.Penggunaan ekstruder merupakan teknologi yang memudahkan dalam pembuatan beras analog.Kelebihan penggunaan ekstruder dalam pembuatan beras analog adalah waktu pembuatan singkat, produktivitas tinggi, biaya murah Riaz 2000, kualitas produk pun lebih terjaga karena merupakan proses terkontrol Hurber 2000, serta pencampuran dengan berbagai macam komposisi dimungkinkan dengan teknologi ini Budijanto 2011. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan beras analog.Samad 2003 membuat beras analog berbentuk sagu mutiara dari campuran tepung sagu dan tepung ubi kayu.Kelemahannya adalah bentuk beras belum mendekati bentuk beras sebenarnya.Budijanto dan Yulianti 2012 mengembangkan beras analog berbahan dasar tepung jagung, sorgum, dan sagu dengan menggunakan bahan pengikat GMS 2. Pada penelitian ini, tepung jagung, sagu, tepung kedelai, dan bekatul digunakan sebagai bahan penyusunnya.Penggunaan tepung jagung dan sagu karena bahan pangan tersebut telah cukup familiar dalam masyarakat Indonesia sebagai bahan pangan pokok sehingga diharapkan beras analog dapat dengan mudah diterima dalam masyarakat.Kelebihan tepung jagung sebagai bahan pangan adalah kandungan serat pangannya lebih tinggi dibandingkan dengan terigu.Tepung jagung mengandung serat pangan, unsur Fe, dan beta-karoten pro vitamin A Suarni dan Firmansyah 2005. Bahan penyusun beras analog lainnya adalah tepung kedelai.Koide et al. 1999 membuat fabricated rice dari tepung gandum, tepung beras, pati jagung, tepung kedelai, isolat protein kedelai, dan protein whey. Konsentrat protein whey dan isolate protein whey yang ditambahkan sebanyak 0.5-7. Menurut Koide et al. 1999, beras analog yang dihasilkan mengandung protein sebesar 3.5 sedangkan pada beras aslinya mengandung 7 protein sehingga diperlukan penambahan protein untuk menghasilkan nilai protein sama atau lebih tinggi dari beras aslinya. Kelebihan tepung kedelai mengandung protein cukup tinggi lebih dari 35.Selain itu tepung kedelai mengandung antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan.Penambahan tepung kedelai selain menambahkan protein sebagai nutrisi juga dapat memperbaiki tekstur produk.Protein dapat membentuk matriks dengan karbohidrat sehingga dapat menurunkan daya cerna karbohidrat Alsaffar 2011.Penurunan daya cerna karbohidrat dapat berpotensi menjadi bahan pangan dengan nilai IG yang rendah. Bahan penyusun beras analog yang lain adalah bekatul. Bekatul memiliki potensi besar sebagai bahan pangan fungsional tetapihinggasaatini pemanfaatannya untukmanusia masih terbatas. Sebagian besar bekatul masih dimanfaatkan untuk makanan ternak padahal bekatul berpotensi sebagai ingridien fungsional pada bahan pangan.Bekatul merupakansumberserat,mengandung vitamin B dari golongan tiamin, riboflavin, niasin asam nikotinat dan piridoxin serta dalam bekatul juga ditemukan komponen bioaktif Qureshi et al. 2002.Komponen bioaktif tersebut diantaranya tokoferol vitamin E, tokotrienol, dan oryzanol Chen dan Bergman 2005.Keberadaan serat pada beras analog dapat membentuk matriks di sekeliling granula pati serta mengikat air dalam produk sehingga daya cerna pati berkurang pula Fennema, 1995. Berdasarkan sifat fungsional dari bahan baku yang ditambahkan maka dilakukan analisis IG dan aktivitas antioksidan pada produk beras analog untuk mengetahui potensinya sebagai produk pangan fungsional.