Daerah penangkapan ikan oleh nelayan Gili Matra sebagian terletak di kawasan konservasi dan sebagian lagi diluar kawasan konservasi. Nelayan Gili
Air melakukan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan. Nelayan Gili Meno melakukan penangkapan ikan di zona perikanan
berkelanjutan, zona lainnya, zona pemanfaatan dan zona inti. Penangkapan ikan oleh nelayan Gili Meno telah melanggar zonasi perikanan yang ada, karena
terdapat nelayan Gili Meno yang masih melakukan penangkapan di zona inti. Nelayan Gili Trawangan tidak ada yang melakukan penangkapan di kawasan
konservasi, mereka cenderung melakukan penangkapan di luar wilayah konservasi. Hal ini disebabkan oleh ikan target nelayan Gili Trawangan adalah
ikan tongkol dan ikan tuna.
4.4 Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu jenis ekosistem yang terdapat pada kawasan TWP Gili Matra. Perairan terumbu karang banyak
dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu karang sebagai daerah penyedia makanan, daerah perkembangan, daerah asuhan, dan daerah perlindungan
Radiarta et al. 1999.
Kondisi fisika dan kimia perairan
Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan. Faktor fisika kimia perairan yang mempengaruhi kondisi terumbu karang seperti,
kedalaman, suhu, dan salinitas. Persyaratan hidup karang batu seperti perairan yang cerah, salinitas tinggi, dan suhu Djohar 1999. Faktor- faktor fisik yang
mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang juga berpengaruh besar terhadap struktur komunitas dan bentuk hidup terumbu karang Djohar 1999. Nilai
parameter fisika dan perairan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kondisi fisika kimia perairan pada tiga stasiun pengamatan
di TWP Gili Matra
Stasiun Koordinat
Kedalaman m
Suhu Salinitas
ppm pH
DO mgl
BOD mgl
S E
TK 1 8.35616 116.04308
6 30.8
31 9.1
6.0 0.9
TK 2 8.35546 116.06242
7 31.7
32 9.5
5.0 1.4
TK 3 8.36220 116.08851
8 31.1
32 9.5
5.3 1.3
Sumber: Data primer diolah 2014
Kedalaman perairan pada tiga stasiun pengamatan berada pada kedalaman 6-8 meter. Suhu pada perairan berkisar antara 30.8-31.7
C dan masih memungkinkan untuk pertumbuhan karang. Nybakken 1988 menyatakan bahwa
untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32
C. Salinitas berkisar antara 31-32 ppm dan pH berkisar antara 9.1-9.5. Nilai DO yang didapat berkisar antara 5-6 mgl.
BOD
5
merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan, nilai BOD
5
yang tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar
oleh bahan organik Silalahi 2009. Nilai BOD yang didapat berkisar antara 0.9- 1.4 mgl. Umumnya nilai BOD perairan laut sebesar 20 mgl Kepmen LH 2004.
Jika dibandingkan dengan baku mutu perairan laut, maka nilai BOD yang didapat masih jauh lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan parameter fisika
seperti jarak titik dari daratan terdekat, suhu dan arus laut. Selain itu buangan hasil limbah domestik dan industri juga dapat mempengaruhi nilai BOD Effendi
2003.
Terumbu Karang
Penelitian ini melakukan pengamatan terhadap ekosistem terumbu karang pada tiga titik pengamatan. Hasil pengamatan ekosistem terumbu karang dapat
dilihat pada Tabel 11. Tutupan substrat dasar perairan di tiga lokasi pengamatan didominasi oleh kategori abiotik yang berupa pasir dan pecahan karang serta
kategori karang mati. Hal ini diduga oleh kegiatan perikanan yang merusak pada masa lalu yaitu pengeboman ikan.
Tabel 11. Tutupan terumbu karang keras hidup, karang mati, biota lain, alga, dan abiotik pada tiga stasiun pengamatan
di TWP Gili Matra
Kode Statisun
Zona Kategori
MI Karang
keras hidup Karang
mati Biota
lain Alga
Abiotik Total
TK 1 Zona Pemanfaatan
9 38
4 10
38 100
0.81 TK 2
Zona Lainnya 5
18 5
1 71
100 0.76
TK 3 Zona Pemanfaatan
11 22
7 5
55 100
0.67 Rata-rata
8 26
5 5
55 100
0.75 Sumber: Data primer diolah 2014
Tutupan karang keras hidup tertinggi terdapat pada stasiun TK 3 sebesar 11, sedangkan tutupan karang keras hidup terendah terdapat pada stasiun TK 2
sebesar 5 . Rata-rata penutupan karang keras hidup sebesar 8. Hal ini menunjukkan bahwa nilai penutupan karang termasuk kategori 0-24.9 dengan
kriteria penilaian buruk Kepmen LH no 4 2001. Nilai indeks mortalitas yang didapat berkisar antara 0.67-0.81. Rata-rata indeks mortalitas yaitu sebesar 0.75.
Nilai rata-rata indeks mortalitas hampir mendekati 1 yang artinya semakin mendekati 1 menunjukkan semakin banyaknya tutupan karang mati. Menurut
Sofian 2004 bahwa jika nilai indeks mortalitas mendekati 1 menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati.
Karang keras hidup yang terdapat pada stasiun pengamatan terdiri dari jenis acropora branching, acropora tabular, coral branching, coral encrusting,
coral foliose, coral massive, coral millepora dan coral submassive. Karang mati tertinggi terdapat pada stasiun TK 1 dan terendah pasa stasiun TK 2. Jenis karang
mati yang ditemukan yaitu dead coral with algae DCA dan recently dead coral RDC. Biota lainnya yang terdapat di stasiun pengamatan dari yang terbanyak
hingga yang terkecil yaitu jenis sponges, ascidians dan anemones, soft coral dan