Fauna nyamuk Anopheles spp. yang dilaporkan di Indonesia sebanyak 80 spesies dan yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria adalah 22 spesies yaitu
A. sundaicus, A. aconitus, A. nigerrimus, A. maculatus, A. barbirostis A. sinensis, A. letifer, A. balabacensis, A. punctulatus, A. farauti, A. bancrofti, A. karwari,
A. koliensis, A. vagus, A. parengensis, A. umbrosus, A. subpictus, A. longirostris, A. flavirostis, A. minimus, A. leucosphirus
Sukowati 2008 dan Depkes 2007b. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan nyamuk Anopheles spp.
sehingga dapat berperan sebagai vektor antara lain : 1 Kemampuan nyamuk menerima dan mendukung pertumbuhan patogen penyakit, 2 Spesifitas inang
vertebrata terhadap patogen penyakit, 3 Mobilitas vektor, 4 Umur vektor, semakin panjang umur nyamuk maka semakin besar kemungkinannya menjadi
vektor karena kesempatan hidup patogen menjadi lebih panjang, 5 Frekwensi makan, semakin sering nyamuk mengisap darah maka semakin tinggi potensi
penularan, 6 Kepadatan populasi nyamuk yang tinggi, menyebabkan potensi kontak vektor dengan manusia semakin besar, 7 Physiological and behavioral
plasticity , kemampuan vektor untuk beradaptasi terhadap pengaruh dari luar tubuh
dan pengaruh bahan kimia terutama pestisida Hardwood James 1979. Spesies Anopheles yang dikenal dari ciri-ciri morfologi mungkin dapat
berperan sebagai vektor malaria, tetapi belum tentu di daerah lainnya. Nyamuk Anopheles
dapat disebut sebagai vektor malaria di suatu daerah apabila terbukti positif mengandung sporozoit di dalam kelenjar ludahnya Depkes 2007b.
2.2 Distribusi Spasial Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp.
Populasi Anopheles di Indonesia mempunyai keragaman spesies, distribusi, dan bioekologinya. Setiap spesies mempunyai daerah distribusi secara geografi,
habitat perkembangbiakan dan ekosistem yang khusus Sukowati 2008. Distribusi spasial Anopheles spp. meliputi penyebaran berdasarkan wilayah
geografis yang dipengaruhi oleh kondisi topografi, ketinggian tempat, kemiringan lereng dan pemanfaatan lahan. Hasil analisis prevalensi malaria menurut
ketinggian lokasi di Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa zona risiko tinggi malaria terkonsentrasi di daerah pantai yang banyak terdapat habitat perkembang-
biakan nyamuk yaitu sawah, tambak dan lagun sedangkan zona kurang berisiko terkonsentrasi di daerah pegunungan Wibowo et al. 2008.
Penyebaran nyamuk Anopheles sangat luas seperti dilaporkan di Propinsi Madang Pupua Nugini bahwa nyamuk A. farauti memiliki sebaran yang sangat
luas dari daerah pesisir sampai dengan pegunungan. Nyamuk A. punctulatus dan A. farauti
ditemukan pada ketinggian tempat kurang dari 15 meter dari permukaan laut dan di daerah perbukitan ketinggian antara 15-500 meter dari permukaan laut
Benet et al. 2004. Nyamuk A. farauti merupakan spesies utama wilayah pesisir di Espiritu Santo, Papua Nugini Daggy 1945. Di daerah perbukitan Manoreh
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, nyamuk A. maculatus, dan A. balabacensis ditemukan pada habitat perkembangbiakan berupa belik, kobakan dan sungai
berbatu dengan ketinggian lokas antara 318-400 meter dari permukaan laut Lestari et al. 2007.
Daerah potensial malaria dapat diduga berdasarkan sebaran habitat perkembangbiakan Anopheles spp. menurut penggunaan lahan, sebagaimana
dilaporkan oleh Suwito 2007 bahwa tingginya kasus malaria di Kabupaten Bangka disebabkan karena banyaknya habitat perkembangbiakan potensial
Anopheles spp. di antaranya sebaran sungai, kolong bekas galian timah dan
rawa-rawa yang dapat menjadi habitat potensial A. balabacensis, A. aconitus, A. subpictus, A. vagus, A. barbirostris, A. maculatus, A. sundaicus, A. letifer,
A. annularis, dan A. minimus. Daerah persawahan berpotensi sebagai habitat
vektor A. aconitus, A. subpictus, A. sundaicus, A. barbirostris, A. vagus dan A. annularis,
dan sebaran hutan mangrove berpotensi sebagai habitat perkembang- biakan A. sundaicus, A. subpictus, dan A. aconitus. Hasil penelitian Boewono dan
Ristiyanto 2004 di Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa distribusi spasial habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles terkait dengan penggunaan lahan
perkebunan dengan jenis habitat parit dan sungai. Kejadian malaria di Kabupaten Magelang dipetakan berdasarkan distribusi
habitat Anopheles dan dibagi menjadi tiga kategori yaitu zona merah dengan radius 0-100 meter merupakan zona yang sangat berisiko, terdapat 25.81 kasus
malaria, zona kuning atau berisiko sedang dengan radius 100-200 meter terdapat 19.35 kasus malaria, sedangkan pada zona hijau dengan kategori kurang
berisiko dengan radius 200-300 meter, terdapat 9.67 kasus malaria Boewono dan Ristiyanto 2004.
Pendugaan tingkat intensitas penularan malaria dengan dukungan penginderaan jauh di pegunungan Manoreh Jateng DIY dengan unit analisis
lima variabel prediktor lingkungan menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban, kebun campur, pekarangan perumahan dan kepadatan vektor bermakna
pengaruhnya terhadap terjadinya kejadian malaria Achmad et al. 2003. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Mendrofa 2008 terhadap analisis spasial kasus
malaria di Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias yang menunjukkan bahwa jarak lokasi fasilitas kesehatan, penggunaan lahan, curah hujan dan suhu udara tidak
berhubungan dengan kejadian malaria, sedangkan kelembaban lingkungan memiliki hubungan yang signifikan.
Pemetaan habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles dan kasus malaria merupakan bagian dari program pemberantasan Depkes 2006, dan teknologi
sistem informasi geografi SIG telah banyak diaplikasikan karena mempermudah proses pemetaan. Menurut Mardihusodo 1997 SIG dalam bidang kesehatan
dapat digunakan untuk 1 Pemetaan sebaran geografis penyakit, 2 Mengetahui kecenderungan penyakit dalam ruang kejadian, 3 Menurunkan kerugian yang
dialami penduduk dengan pemetaan serta menstratifikasi faktor-faktor risiko penyakit, 4 Menggambarkan kebutuhan-kebutuhan dalam pelayanan kesehatan
berdasarkan data dari masyarakat dan menilai alokasi sumber daya, 5 Melakukan perencanaan untuk intervensi, 6 Meramalkan terjadinya wabah penyakit, 7
Memudahkan pemantauan penyakit dari waktu ke waktu, 8 Memetakan lingkungan, peralatan dan persediaan dan sumber daya manusia, 9 Memantau
kebutuhan tenaga terpusat, dan 10 Penempatan fasilitas kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat.
2.3 Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp.