Derajat Keasaman pH Air Kedalaman air

WHO 1982 menyatakan bahwa larva nyamuk dapat beradaptasi dengan lingkungan dan sebarannya dibatasi oleh suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan larva berbeda pada berbagai zona geografi. Di daerah tropis suhu air berkisar antara 23ºC-27ºC. Pada suhu tersebut stadium pradewasa nyamuk akan selesai dalam waktu dua minggu.

2.3.2 Salinitas Air

Tingkat salinitas suatu habitat dipengaruhi oleh berubahnya luas genangan air, curah hujan dan aliran air tawar dan evaporasi. Perubahan salinitas selama satu tahun menyebabkan banyak spesies melakukan adaptasi Mosha Mutero 1982, dalam Clements 1992. Lincoln 1982, dalam Clements 1992, membagi habitat larva dalam tiga kelompok berdasarkan salinitas yaitu 1 Habitat air tawar jika salinitasnya kurang dari 0,5 atau 0,034 MNaCl, 2 Habitat air payau jika salinitasnya antara air tawar dan air laut 0,55 MNaCl, dan 3 Habitat air asin jika habitat tersebut kaya akan unsur garam. Setiap jenis Anopheles memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap derajat salinitas. Hasil penelitian di pantai Banyuwangi didapatkan larva A. sundaicus pada seluruh tipe perairan air tawar-air payau dengan salinitas 0- 4‰. Pada air tawar A. sundaicus ditemukan bersama-sama dengan A. barbirostris dan A. vagus sedangkan pada air payau A. sundaicus ditemukan bersama dengan A. subpictus Shinta et al. 2003. Di Kabupaten Trenggalek habitat perkembang-biakan A. sundaicus dan A. vagus adalah lagun dengan tanaman bakau, rumput air dan lumut dengan tingkat salinitas air 9 ‰ Mardiana et al. 2002.

2.3.3 Derajat Keasaman pH Air

Derajat keasaman pH menunjukkan aktifitas ion hidrogen dalam air. Air murni H 2 O berasosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion H- dalam konsentrasi yang sama dan dalam keadaan demikian pH air menjadi netral : 7. Semakin banyak CO 2 yang dihasilkan dari hasil respirasi maka pH air akan turun, sebaliknya aktifitas fotosintesis yang banyak membutuhkan ion CO 2 menyebabkan pH naik Kordi Tancung 2007. pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam kurang baik untuk perkembangbiakan bahkan cenderung mematikan organisme. Pada pH rendah keasaman yang tinggi kandungan oksigen terlarut akan berkurang sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun dan menjadi penyebab matinya organisme air Kordi Tancung 2007. Swingle 1961, dalam Boyd 1982 membuat klasifikasi pH terhadap kehidupan di air yaitu : 1 pH 6,5-9 : tingkat yang dibutuhkan oleh hewan air untuk bereproduksi, 2 pH 4-6,5 : perkembangan hewan air lambat, 3 pH 4-5 : hewan air tidak bereproduksi, 4 pH 4 : merupakan titik kematian asam, dan 5 pH 11 : merupakan titik kematian basa. pH perairan sebagai habitat larva nyamuk bervariasi dan beberapa jenis nyamuk memiliki kemampuan untuk untuk hidup pada konsentrasi alkali yang tinggi dan kondisi perairan yang asam. Larva A. culicifacies Giles dapat hidup pada kisaran pH 5,4 – 9,8 dan larva A. plumbeus Stephens mampu hidup pada kisaran pH 4,4 – 9,3 Clements 1992. Pada air sumur atau mata air yang memiliki pH 6-11 ditemukan larva nyamuk A. stephensi Liston dan A. varuna Iyengar. Di alam larva A. farauti ditemukan pada perairan yang memiliki pH 6,8 -7,4 Lee et al.1987, dalam Bowolaksono 2001.

2.3.4 Kedalaman air

Larva nyamuk ditemukan sebagian besar pada habitat air dangkal. Kedalaman air berpengaruh terhadap sumber makanan larva Anopheles spp. dan intensitas cahaya. Peluang yang paling baik untuk kehidupan hewan-hewan air terutama pada perairan dangkal karena mengandung oksigen dan unsur hara cukup tinggi. Pada habitat seperti ini banyak ditemukan hewan-hewan predator misalnya sejenis capung Zygoptera, larva capung Odonata, kumbang Gryinidae dan Peltodytus Frost 1959, dalam Marsaulina 2002. Larva Anopheles spp. umumnya ditemukan pada perairan dangkal misalnya A. sundaicus pada muara sungai dengan kedalaman air 15 cm, A. vagus dan A. kochi pada kobakan dengan kedalaman air 10 cm Mardiana et al. 2007. Di persawahan larva A. aconitus didapatkan pada saluran irigasi dengan tinggi permukaan air antara 5-10 cm Munif et al. 2007.

2.3.5 Luas perairan