Faktor lingkungan Epidemiologi Malaria

2.4.4 Faktor lingkungan

Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik yang terdiri atas suhu udara, kelembaban, curah hujan, dan kecepatan angin. Lingkungan fisik, kimiawi dan biologik perairan sebagai habitat perkembangbiakan Anopheles dan lingkungan sosial budaya masyarakat di daerah potensial penularan malaria. Faktor lingkungan fisik berupa iklim makro dan mikro cuaca berpengaruh terhadap perkembangbiakan, pertumbuhan, umur dan distribusi vektor malaria, Curah hujan mempengaruhi tipe dan jumlah habitat perkembangbiakan, temperatur serta kelembaban nisbi, dan menyebabkan peningkatan atau penurunan kepadatan populasi nyamuk. Peningkatan suhu dan kelembaban nisbi berdampak terhadap pertumbuhan parasit malaria. Pada populasi vektor yang tinggi dan diikuti dengan percepatan pertumbuhan parasit menjadi stadium infektif akan meningkatkan risiko penularan. Bruce-Chwat 1985 menyatakan bahwa faktor yang paling penting dalam penularan malaria adalah suhu dan kelembaban. Kondisi yang terbaik untuk pengembangan plasmodium pada Anopheles spp. dan penularan infeksi adalah temperatur antara 20 C-30 C. Pada suhu kurang dari 15 C bagi Plasmodium vivax, P .malaria, P. ovale dan suhu kurang dari 19 C bagi P. falciparum, siklus sporogoni akan tertunda. Parasit malaria dalam tubuh nyamuk akan berhenti berkembang pada temperatur di bawah 16 C. Kelembaban mempengaruhi kelangsungan hidup, kebiasaan mengisap darah, dan istirahat dari nyamuk. Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Pada kelembaban yang tinggi nyamuk akan menjadi lebih aktif dan lebih sering mengisap darah Gunawan 2000. Nyamuk umumnya menyukai kelembaban di atas 60 Depkes 2007c. Hujan berperan penting dalam epidemiologi malaria karena menyediakan media bagi tahapan akuatik dari daur hidup nyamuk Depkes 2007c. Perkembangan larva nyamuk menjadi dewasa memiliki hubungan langsung dengan curah hujan. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada curah hujan dan jumlah hari hujan, sebagaimana dilaporkan oleh Santoso 2002 dalam penelitiannya di Kokap Kulonprogo bahwa fluktuasi kepadatan rata-rata A. maculatus dan A. balabacensis yang berada di sungai dan mata air mempunyai pola yang berlawanan dengan indeks curah hujan, kepadatan populasi rendah pada saat indeks curah hujan tinggi dan sebaliknya. Curah hujan yang berlebihan akan mengubah aliran kecil air menjadi aliran yang deras sehingga banyak larva, pupa dan telur nyamuk akan terbawa arus air. Sebaliknya curah hujan yang rendah menyebabkan genangan air menetap pada suatu lokasi yang dapat menjadi habitat potensial bagi perkembangbiakan larva Anopheles spp. 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi Penelitian