Karakteristik fisika, kimia dan biologis habitat perkembangbiakan

4.2.2 Karakteristik fisika, kimia dan biologis habitat perkembangbiakan

larva Anopheles spp. Karakteristik fisika, kimia dan biologis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. berdasarkan hasil pengukuran selama periode penelitian disajikan pada Tabel 9 dan diuraikan sebagai berikut : 4.2.2.1 Suhu air Suhu air habitat perkembangbiakan A. farauti berkisar antara 25 C-30 C, A. vagus dan A. punctulatus antara 25 C-28 C, A. kochi pada suhu 26 C-28 C, sedangkan A. minimus antar suhu 25 C-26 C Tabel 9. Kisaran suhu air pada penelitian ini termasuk suhu optimum untuk perkembangan pada tahapan akuatik nyamuk yang berkisar antara 23 C-27 C WHO 1982. Demikian halnya Odum 1993 menyatakan bahwa di daerah tropis suhu air berkisar antara 20 C-30 C Setiap wilayah geografis yang pernah dilakukan penelitian menunjukkan perbedaan suhu air habitat, misalnya Soekirno et al. 1997 di Halmahera mendapatkan A. tesselatus, A. subpictus, A. vagus, dan A. farauti pada kisaran suhu air 25 C- 28 C, Sementara itu, Setyaningrum et al. 2009 di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan melaporkan bahwa larva Anopheles spp. ditemukan pada suhu air yang berkisar antara 30-32,5 C, sedangkan Safitri 2009 di Kecamatan Padang Cermin, Lampung Selatan menemukan larva A. vagus pada kisaran suhu air antara 27 C-32 C, dan A. kochi pada suhu 27 C-30 C. Suhu air dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan paparan sinar matahari pada habitat. Derajat suhu mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air yang penting bagi kelangsungan hidup organisme air. Semakin tinggi suhu maka makin rendah kelarutan oksigen Kordi Tancung 2007. Dengan demikian pada suhu yang sangat tinggi larva Anopheles spp. tidak dapat berkembangbiak bahkan akan mengalami kematian.

4.2.2.2 Salinitas air

Larva A. punctulatus, A. vagus, A. kochi dan A. minimus ditemukan pada habitat perkembangbiakan air tawar dengan salinitas 0 ‰ , sedangkan A. farauti ditemukan baik pada air tawar maupun air payau dengan salinitas berkisar antara 0-7‰ Tabel 9. Sebagian besar larva Anopheles ditemukan pada habitat air tawar misalnya A. vagus dan A. punctulatus Soekirno et al. 1997, larva A. sundaicus, A. vagus, dan A. barbirostris Shinta et al. 2003. Benet et al. 2004 melaporkan bahwa larva A. farauti ditemukan pada air payau di daerah pesisir Papua Nugini. Spesies lain yang dapat menyesuaikan diri dengan air payau adalah A. sundaicus, dan A. subpictus Depkes 2007b. Pengaruh salinitas terhadap kelarutan oksigen dalam air sama dengan derajat suhu, semakin tinggi salinitas semakin rendah kadar oksigen terlarut. Habitat air tawar mempunyai salinitas kurang dari 0,5‰ Kordi Tancung 2007, kondisi tersebut mendukung untuk perkembangbiakan larva Anopheles spp.

4.2.2.3 pH air

Kisaran pH air yang paling disukai oleh semua spesies Anopheles pada penelitian ini adalah pH 6,8-7,1 yang merupakan kisaran pH netral Tabel 9. Derajat pH tersebut berada rentang pH antara 6.5-9.0, merupakan tingkatan yang dibutuhkan oleh hewan air untuk bereproduksi Swingle 1961, dalam Boyd 1982. Kordi Tancung 2007 juga menyatakan hal yang sama bahwa pada pH air tawar 7,0-9,0 merupakan kondisi optimal untuk perkembangbiakan organisme air termasuk larva Anopheles spp. Bowolaksono 2001 menyatakan bahwa pH 8 merupakan pH optimum perkembangan larva nyamuk A. farauti, sedangkan pH 5 dan pH 9 sebagai faktor pembatas untuk perkembangan larva. Sembiring 2005 juga menyatakan bahwa derajat pH air mempengaruhi keberadaan larva Anopheles, pada rerata pH air 7,9 tertangkap rata-rata 4,5 larva A. sundaicus, pada rerata pH 8,05 tertangkap rata- rata 2,75 larva sedangkan pada rerata pH 8,45 tidak tertangkap larva. Rentang nilai pH air pada penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian lain, seperti yang dilaporkan oleh Chadijah 2005 di Donggala bahwa larva A. barbirostris hidup pada kisaran pH air yang berkisar antara 6,5-7,0; Safitri 2009 di Lampung Selatan menemukan A. vagus pada kisaran pH 6,2-9,5; dan A. kochi pada pH 5,2-7; sedangkan A. subpictus pada pH 6,5 - 8,5; sedangkan Sukowati dan Shinta 2009 di Purworejo, Jawa Tengah menemukan A. sundaicus dan A. subpictus pada pH air yang berkisar antara 7,2-7,6.

4.2.2.4 Kedalaman air

Larva Anopheles di Desa Doro ditemukan pada tipe perairan dangkal. Kedalaman habitat A. punctulatus dan A. minimus berkisar antara 2-20 cm, kedalaman habitat A. vagus antara 5 - 80 cm, A. kochi pada kedalaman 5-10 cm, sedangkan kedalaman habitat A. farauti berkisar antara 5-120 cm Tabel 9. Kedalaman habitat perkembangbiakan larva Anopheles berbeda-beda pada setiap wilayah geografi, tetapi umumnya Anopheles memilih perairan dangkal. Mardiana et al. 2007 di Pandeglang melaporkan bahwa A. sundaicus, A.vagus dan A. kochi ditemukan pada kedalaman air antara 10-15 cm, hampir sama dengan kedalaman habitat larva A. aconitus pada persawahan di daerah Sukabumi yang berkisara antara 5-10 cm Munif et al. 2007. Hasil penelitian Sukowati Shinta 2009 di daerah Purworejo menemukan larva A. sundaicus, A. subpictus pada kedalamam air 20,3-25,2 cm. Kedalaman air mempengaruhi tingkat penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Pada perairan dangkal penetrasi cahaya lebih optimum sehingga tingkat produktifitas perairan dangkal lebih baik daripada perairan yang lebih dalam Odum 1993. Kenyataan ini menyebabkan pada perairan dangkal banyak ditemukan jenis organisme air termasuk larva Anopheles spp.

4.2.2.5 Luas habitat

Larva A. farauti dan A. punctulatus memiliki kisaran luas habitat antara 0,5- 100m 2 . Larva A. minimus ditemukan pada kali dengan luasan antara 15m 2 sampai dengan lebih dari 100m 2 , A. vagus pada luasan habitat 0,5-15m 2 , sedangkan A. kochi pada luasan habitat yang kurang dari 1m 2 Tabel 9. Nyamuk Anopheles spp. di Desa Doro paling banyak ditemukan pada tipe habitat perkembangbiakan seperti kobakan, kobangan, parit, dan sumur yang memiliki luasan terbatas dan dangkal. Klasifikasi habitat berdasarkan luas berguna untuk mendefinisikan habitat sebagai habitat temporal sementara atau permanen. Habitat permanen berfungsi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk sepanjang waktu, sehingga populasi nyamuk akan tetap ada. Demikian sebaliknya habitat yang berukuran kecil keberadaannya sangat tergantung pada hujan dan mudah mengering saat panas sehingga populasi larva akan menurun.

4.2.2.6 Kekeruhan air

Pada umumnya larva Anopheles spp di Desa Doro ditemukan pada air jernih walaupun beberapa spesies seperti A. farauti, A. punctulatus, A. vagus, dan A. kochi juga dapat menyesuaikan diri terhadap air yang keruh Tabel 9. Larva Anopheles spp. lebih banyak dtemukan pada air jernih sebagaimana dilaporkan oleh Shinta et al. 2003 di Banyuwangi, demikian pula Chadijah 2004 di Donggala menemukan A. barbirostris pada air jernih, walaupun ada spesies Anopheles yang ditemukan pada air keruh misalnya A. maculatus dan A. balabacensis Santoso 2002, bahkan terdapat spesies Anopheles yang dapat menyesuaikan diri pada keduanya, yaitu A. barbirostris yang ditemukan pada air keruh dan jernih di Parigi-Moutong Garjito et al. 2004. Habitat air sangat keruh dengan partikel tersuspensi dalam air secara berlebihan pada lokasi penelitian tidak ditemukan larva Anopheles spp. Kekeruhan yang berlebihan akan mengurangi kesuburan perairan dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan penglihatan hewan air, sehingga pertumbuhannya terganggu sampai dengan menyebabkan kematian hewan air Kordi Tancung 2007.

4.2.2.7 Dasar habitat

Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro sebagian besar memiliki dasar lumpur. Jenis Anopheles yang ditemukan pada dasar lumpur yaitu A. farauti, A punctulatus, A. vagus dan A. kochi, meskipun keempat spesies tersebut juga ditemukan pada dasar pasir dan kerikil, sedangkan A. minimus hanya terdapat pada habitat berdasar pasir dan kerikil Tabel 9 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa larva Anopheles spp. ditemukan pada dasar habitat berlumpur misalnya penelitian Sukowati Shinta 2009 di Purworejo menemukan A. sundaicus, A. subpictus, A. barbirostris, A. vagus dan A. annularis pada habitat berlumpur. Setyaningrum 2009 menemukan larva Anopheles spp. di Desa Way Muli, Lampung Selatan pada selokan dan rawa-rawa dengan dasar lumpur. Santoso 2002 di Kabupaten Kulonprogo menemukan larva A. maculatus pada dasar batu dan tanah, serta larva A. balabacensis pada dasar pasir dan tanah. Jenis dasar air berlumpur tidak berpengaruh langsung terhadap larva Anopheles spp, karena lapisan lumpur mengedap pada bagian dasar habitat, sedangkan larva Anopheles spp. berada di atas permukaan air atau berlindung di balik tanaman air. Partikel lumpur akan berpengaruh terhadap kejernihan air apabila terjadi pergerakan pada badan air oleh binatang dll.

4.2.2.8 Kecepatan aliran air

Dari tujuh jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles di Desa Doro, enam di antaranya parit, kobakan, kubangan, kolam, sumur dan rawa-rawa merupakan habitat dengan air yang tidak mengalir, sedangkan habitat kali memiliki aliran lambat dan juga tidak mengalir. Larva A. farauti, A. punctulatus, dan A. vagus ditemukan baik pada air yang tidak mengalir maupun mengalir lambat, sedangkan A. kochi hanya ditemukan pada air yang tidak mengalir, dan A. minimus hanya ditemukan pada kali dengan aliran lambat Tabel 9. Umumnya habitat perkembangbiakan larva Anopheles adalah air yang tidak mengalir. Beebe 2000 di Guadalcanal, Kepulauan Solomon melaporkan bahwa A. punctulatus dan A. farauti ditemukan pada air yang tidak mengalir antara lain kolam, kobakan di sekitar sungai, dan tapak ban. Chadijah 2005 di Kabupaten Donggala menemukan larva A. vagus pada kolam dengan air yang statis. Boewono dan Ristiyanto 2004 mendapatkan larva A. balabacensis pada genangan air di kebun salak. Soekirno et al. 1997 di Pulau Halmahera menemukan larva A. farauti A. tesselatus, A. vagus dan A. subpictus di genangan air pada bekas galian tanah. Mardiana et al. 2002 di Trenggalek menemukan larva A.vagus bersama-sama dengan A. subpictus dan A. sundaicus pada kolam dan bak air. Adapun Budasih 1993 di Desa Labuan Lombok Timur melaporkan bahwa larva A. vagus ditemukan pada sungai yang mengalir lambat.

4.2.2.9 Tanaman air

Pada penelitian ini larva Anopheles spp. ditemukan pada perairan yang ada tanaman air seperti ganggang, tanaman permukaan air dan tanaman bakau di daerah rawa-rawa Tabel 9. Larva Anopheles spp. memanfaatkan tanaman di atas permukaan air, sebagai tempat meletakkan telur dan berlindung dari predator Depkes 2007c. Kirnowardoyo et al. 1982 menyatakan bahwa puncak kepadatan larva Anopheles terjadi bila perairan terdapat banyak tanaman, sedangkan Budasih 1993 menyatakan bahwa tanaman air terutama jenis Enteromorpha dan Cladophora sebagai tempat perlindungan larva dari arus air dan serangan predator. Mardiana et al. 2002 mendapatkan A. sundaicus pada lagun dengan tanaman bakau, demikian pula Soekirno et al. 1997 di Halmahera menemukan A. subpictus, A. vagus , A. tesselatus dan A. farauti di genangan air pada bekas galian tanah yang ditumbuhi berbagai jenis rumput dan kangkung. Produktifitas perairan akan meningkat dengan adanya tanaman air misalnya mikroalga, karena proses fotosintesis yang terjadi pada badan air akan memperkaya kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh organisme air Kordi Tancung 2007.

4.2.2.10 Predator larva

Beberapa jenis predator larva yang ditemukan pada habitat perkembang- biakan Anopheles spp. di Desa Doro yaitu ikan kecil, udang, nimfa capung dan berudu. Jenis predator yang ditemukan tergantung pada jenis habitat. Pada parit kobakan dan kubangan ditemukan ikan, berudu, dan larva capung, sedangkan pada kolam, sumur, kali dan rawa-rawa ditemukan ikan dan udang Tabel 9. Larva nyamuk ditemukan bersama predator, seperti dilaporkan oleh Beebe 2000 di Guadalcanal, Kepulauan Solomon yang mendapatkan A. punctulatus dan A. farauti pada habitat perkembangbiakan bersama dengan ikan gabus Gambusia affinis dan ikan gapy Poecilia reticulata. Perairan dangkal merupakan habitat ideal bagi hewan-hewan air pada karena mengandung oksigen dan unsur hara cukup tinggi. Pada habitat seperti ini banyak ditemukan hewan-hewan predator yang mempunyai pernapasan insang trachea, yaitu sejenis capung Zygoptera, larva capung Odonata, kumbang Gryinidae, Peltodytus dan sebagainya Frost 1959 dalam Marsaulina 2002. Pada habitat perkembangbiakan populasi larva akan menurun bila jumlah dan jenis predatornya banyak. Hal ini sudah dibuktikan oleh Mattimu 1989 yang menguji ikan mujair Oreochormis mossambicus sebagai pemangsa larva Anopheles yang efektif, sama halnya dengan ikan gapy Poecilia reticulata seperti yang dilaporkan oleh Arifin 1989. Salinitas Luas Kedalaman air ‰ m 2 cm A.farauti, A.vagus A.punctulatus A.farauti, A.vagus A.punctulatus A.kochi A.farauti, A.vagus A.farauti, A.farauti, A.farauti, A.vagus A.farauti, A.vagus A.punctulatus A.minimus A.farauti mengalir lambat pasir kerikil ganggang ikan dan udang tdk mengalir tdk mengalir tdk mengalir tdk mengalir tdk mengalir 6,9-7,1 0-7 26-27 6.9-7 6,9-7,1 6,8-7,1 26 - 28 kolam kubangan kobakan parit 26 - 28 25-26 1 2 3 4 5 lumpur pasir, kerikil, lumpur lumpur pasir lumpur 7 tdk mengalir lumpur pasir pasir kerikil pasir 6 kali sumur 26-28 7 25-26 6,9-7,1 25-30 6,9-7,1 rawa-rawa 3-4. 15-20 50 0-3 20 - 50 1.5 - 15 0.5-1.5 15-20 jernih jernih 5 - 20. 5 -10. 5-80 15-30 80-120 5-20 5-20 jernih jernih keruh jernih keruh jernih jernih ganggang Predator larva Spesies Anopheles ganggang, tanaman dasar, bakau tdk ada- tanaman dasar ganggang- tanaman dasar ganggang ikan,udang ikan udang ikan dan udang ikan, udang ikan, berudu larva capung ikan, berudu larva capung ikan, berudu larva capung No Jenis Habitat Suhu air C pH Kekeruhan Kecepatan air Dasar habitat Tanaman air ganggang dan tanaman dasar tdk ada- ganggang tdk mengalir Tabel 9 Karakteristik habitat perkembangbiakan Anopheles spp. di Desa Doro pada Bulan Maret – Agustus 2009

4.2.3 Karakteristik Habitat berdasarkan jenis Anopheles.