Penentuan Konsentrasi Tween 80 Emulsifikasi dengan Cara Sonikasi

Keterangan : A : Formula yang terdiri atas air mawar, minyak atsiri 5, dan perbandingan fixolite dengan minyak atsiri 1:1. B : Formula yang terdiri atas air mawar, minyak atsiri 5, perbandingan fixolite dengan minyak atsiri 1:1, dan vaselin 2,5. C : Formula yang terdiri atas air mawar, minyak atsiri5, perbandingan fixolite dengan minyak atsiri 1:1, dan etanol konsentrasi 95 sebanyak 20. D : Formula yang terdiri atas air mawar, minyak atsiri 5, dan perbandingan tween 80 dengan minyak atsiri 1:1. Gambar 6 menunjukan bahwa stabilitas emulsi formula A terus menurun, yaitu hanya 93 setelah 2 jam pengamatan. Selain itu, masih terbentuk butiran minyak yang kecil di bagian atas campuran. Trial and error dilakukan lagi dengan formulasi B. Vaselin ditambahkan sebagai agen pendispersi yang akan membantu fixolite mendispersikan minyak dalam air. Stabilitas yang dihasilkan kurang baik, yaitu 95 setelah ½ jam. Pengamatan tidak dilanjutkan karena dalam campuran tersebut sebagian vaselin terpisah dan membentuk campuran yang tidak homogen dengan fixolite. Trial and error dilakukan lagi dengan formulasi C. Etanol dalam formula ini berperan sebagai ko-surfaktan. Minyak atsiri dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol 95 sedikit demi sedikit hingga terbentuk cairan bening. Setelah itu dicampurkan dengan fixolite, kemudian dengan air mawar sambil diaduk. Cara emulsifikasi seperti ini belum mendapatkan formula yang diharapkan. Stabilitas emulsi formula C ini hanya 97 setelah tiga jam. Fixolite teknis yang digunakan dalam formula antiserangga alami ini ternyata tidak menghasilkan stabilitas yang diharapkan. Ini dapat disebabkan oleh fixolite yang sudah tercampur homogen dengan minyak, sulit bercampur dengan air. Oleh karena itu, dilakukan lagi pemilihan agen pengemulsi lain yang sifatnya lebih hidrofilik. Ini dilihat berdasarkan sistem emulsi formula antiserangga yang dibuat adalah sistem emulsi minyak dalam air, yang persentase airnya jauh lebih banyak daripada minyaknya. Suryani et al. 2000 menyatakan bahwa pengemulsi dengan HLB yang lebih tinggi memiliki sifat hidrofilik yang lebih besar. Tween 80 memiliki HLB 15 dan Tween 20 memiliki HLB 16.7. Tween 20 menimbulkan busa yang lebih banyak daripada tween 80, sehingga tween 80 dipilih untuk formulasi ini. Busa tersebut merupakan indikasi bahwa emulsi yang terbentuk kurang baik, karena busa akan mempercepat terjadinya oksidasi formula akibat terperangkapnya udara dalam cairan formula. Dengan demikian tween 80 dipilih sebagai pengemulsi formula antiserangga ini.

4.1.3 Penentuan Konsentrasi Tween 80

Trial and error penggunaan tween 80 sebagai pengemulsi awal dilakukan pada perbandingan minyak atsiri dengan tween 1:1. Gambar 6 menunjukan hasil pengamatan setelah 5 jam, stabilitasnya tetap yaitu 100. Trial and error perlakuan tween 80 pada konsentrasi yang lebih rendah pun dilakukan. Ini bertujuan mengetahui apakah penggunaan tween 80 dapat direduksi atau tidak, karena pertimbangan harga tween 80 teknis hampir menyamai harga bahan aktif antiserangga. Hasil pengamatan stabilitas emulsi pada perlakuan tersebut ditunjukkan oleh Gambar 7. Formula pada perlakuan perbandingan minyak atsiri dengan tween 80 1:0.2, masih terdapat butiran-butiran minyak setelah pencampuran. Formula dengan perlakuan 1:0.4, stabilitasnya menurun menjadi 93 setelah 1 hari. Formula dengan perlakuan 1:0.6, stabilitas emulsi menurun menjadi 97 pada hari kedua, dan terbentuk endapan putih serta di bagian atas terbentuk butiran-butiran minyak yang kecil. Perlakuan 1:0.8 dan 1:1 menunjukan hal yang sama yaitu stabilitasnya menurun dari 97 dan 96 di hari ke 3, menjadi 88 dan 89 di hari ke 4. Selain itu, pada kedua perlakuan tersebut terbentuk endapan putih sekitar 3, dimana butiran bening terperangkap dalam endapan tersebut. Data stabilitas emulsi formula pada trial and error penentuan konsentrasi tween 80 dapat dilihat pada Lampiran 5.

4.1.4 Emulsifikasi dengan Cara Sonikasi

Modifikasi teknik emulsifikasi pun dilakukan untuk memperbaik stabilitas emulsi formula. Langkah yang ditempuh adalah dengan cara sonikasi. Getaran yang ditimbulkan oleh sonikator diharapkan dapat membuat butiran minyak menjadi lebih kecil, sehingga mudah terdispersi dalam air. Hasil sonikasi tersebut ternyata belum menghasilkan sistem emulsi yang baik. Apungan minyak pada Gambar 8, masih terbentuk pada formula dengan sonikasi selama ½ dan 1 jam. 93 97 88 89 80 85 90 95 100 1 2 3 5 7 9 12 15 18 21 24 48 72 96 St ab ili ta s E m ul si Waktu Pengamatan Jam ke- Minyak atsiri : Tween 80 1:0.4 Minyak atsiri : tween 80 1:0.6 Minyak atsiri : tween 80 1:0.8 Minyak atsiri : tween 80 1:1 Sonikasi ½ jam Sonikasi 1 jam Gambar 7. Stabilitas emulsi formula antiserangga alami dengan perlakuan perbedaan konsentrasi tween 80 Gambar 8. Apungan minyak pada formula dengan emulsifikasi melalui proses sonikasi Apungan minyak yang terbentuk disebabkan oleh sonikator yang digunakan tidak cukup kuat memberikan energi getaran untuk memecah butiran minyak. Frekuensi alat ini cukup tinggi yaitu 40 kHz, tetapi dalam aplikasinya kurang cocok. Sonikator yang digunakan adalah sonikator yang biasa digunakan untuk mencuci peralatan kimia merk Branson 5510. Sebenarnya alat ultrasonik yang biasa digunakan untuk emulsifikasi adalah alat yang dapat menimbulkan proses kavitasi, sedangkan pada proses sonikasi yang dilakukan tidak terjadi kavitasi. Menurut Suryani et al. 2000, fenomena kavitasi terjadi ketika cairan terkena gelembung ultrasonik dan pecah secara acak karena terjadi tensi dan kompresi secara bergantian. Selain itu, risiko emulsifikasi dengan proses sonikasi adalah terjadinya koalense. Getaran sonikasi menyebabkan peningkatan frekuensi tumbukan antar partikel. Jika yang saling bertumbukan adalah partikel yang fasanya sama seperti partikel minyak, maka partikel minyak akan menumbuk partikel minyak yang lainnya dan menyatu menjadi partikel yang lebih besar, sehingga terjadi koalense seperti yang terlihat pada Gambar 8 tersebut.

4.1.5 Emulsifikasi dengan Cara Memperpanjang Waktu Pengadukan