Apungan minyak yang terbentuk disebabkan oleh sonikator yang digunakan tidak cukup kuat memberikan energi getaran untuk memecah butiran minyak. Frekuensi alat ini cukup tinggi yaitu 40
kHz, tetapi dalam aplikasinya kurang cocok. Sonikator yang digunakan adalah sonikator yang biasa digunakan untuk mencuci peralatan kimia merk Branson 5510. Sebenarnya alat ultrasonik yang
biasa digunakan untuk emulsifikasi adalah alat yang dapat menimbulkan proses kavitasi, sedangkan pada proses sonikasi yang dilakukan tidak terjadi kavitasi. Menurut Suryani et al. 2000, fenomena
kavitasi terjadi ketika cairan terkena gelembung ultrasonik dan pecah secara acak karena terjadi tensi dan kompresi secara bergantian. Selain itu, risiko emulsifikasi dengan proses sonikasi adalah
terjadinya koalense. Getaran sonikasi menyebabkan peningkatan frekuensi tumbukan antar partikel. Jika yang saling bertumbukan adalah partikel yang fasanya sama seperti partikel minyak, maka
partikel minyak akan menumbuk partikel minyak yang lainnya dan menyatu menjadi partikel yang lebih besar, sehingga terjadi koalense seperti yang terlihat pada Gambar 8 tersebut.
4.1.5 Emulsifikasi dengan Cara Memperpanjang Waktu Pengadukan
Cara emulsifikasi yang lain dicoba lagi, yakni dengan cara memperpanjang waktu pengadukan. Tujuannnya adalah membuat campuran yang lebih homogen. Waktu pengadukan yang semakin lama
akan memperkecil ukuran butiran minyak dan mempermudahnya terdispersi ke dalam air sehingga terbentuk campuran yang lebih homogen.
Perlakuan dalam trial and error ini adalah pengadukan dengan pengaduk magnetik selama 1, 2, dan 3 jam. Hasil pengamatan menunjukan bahwa cara tersebut tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap stabilitas emulsi. Stabilitas emulsi dengan perbandingan minyak atsiri : tween 1:0.8 diaduk selama 1, 2 dan 3 jam, pada hari ke-5 menurun menjadi 88, 89, 87, dan menurun
lagi pada hari ke-6 menjadi 77, 76, 79. Adapun stabilitas emulsi dengan perbandingan bahan aktif : tween 1:1 diaduk selama 1, 2 dan 3 jam, pada hari ke-5 menurun menjadi 86, 91, 91, dan
menurun lagi pada hari ke-6 menjadi 79, 78, dan 80. Perlakuan stabilitas emulsi dengan cara ini belum mencapai target yaitu 92 sampai hari ke-7. Stabilitas emulsi hasil pengamatan tersebut
ditunjukan oleh Gambar 9 dan data stabilitas emulsi dengan perlakuan lama pengadukan ini dapat dilihat pada Lampiran 6.
60 70
80 90
100
1 2
3 4
5 6
St ab
ili ta
s E m
ul si
Waktu Pengamatan hari ke-
pengadukan 1 jam; minyak atsiri : tween 80
= 1:0.8 pengadukan 1 jam;
minyak atsiri : tween 80 = 1:1
pengadukan 2 jam; minyak atsiri : tween 80
= 1:0.8 pengadukan 2 jam;
minyak atsiri : tween 80 = 1:1
pengadukan 3 jam; minyak atsiri : tween 80
= 1:0.8 pengadukan 3 jam;
minyak atsiri : tween 80 = 1:1
Gambar 9. Stabilitas emulsi dengan perlakuan perbedaan lama waktu pengadukan
4.1.6 Penggantian Bahan Tambahan pada Formula Antiserangga Alami
Trial and error selanjutnya, yaitu dengan mencoba formula baru yang merujuk pada pengajuan
paten Supriadi 2010, namun ada beberapa bahan yang tidak diikutsertakan yaitu gum arab, setil alkohol dan tween 20 diganti dengan tween 80. Gum arab dan setil alkohol tidak ditambahkan karena
membuat formula lebih kental, sehingga sulit disemprotkan, atau butiran semprotannya akan cepat jatuh. Formula ini dibuat dengan cara mencampurkan tween 80 dengan bahan aktif terlebih dahulu,
kemudian ditambahkan air suling dan diaduk. Setelah itu ditambahkan asam stearat yang sudah dicairkan dan natrium hidroksida. Kalium klorida dan trietanol amin ditambahkan sebagai penstabil
pH, kemudian formula tersebut diaduk selama 1 jam.
Pengamatan terhadap formula yang merujuk pada paten tersebut menunjukan adanya gumpalan yang terbentuk dalam formula setelah 4 hari. Gumpalan tersebut adalah asam stearat yang memadat
wujudnya kembali menjadi padat. Proses perbaikan formula ini tidak dilanjutkan lagi, karena mempertimbangkan kembali aplikasi produk antiserangga alami. Formula ini tidak sesuai dengan
aplikasi produk dalam penelitian ini, yaitu sebagai antiserangga alami yang digunakan dalam kegiatan rumah tangga, sedangkan formula ini aplikasinya sebagai pestisida untuk tanaman. Penggumpalan
asam stearat yang terjadi ditunjukkan oleh Gambar 10.
Gambar 10. Penggumpalan asam stearat
4.1.7 Emulsifikasi dengan Cara Penambahan Fasa Air Sedikit Demi Sedikit
Langkah selanjutnya yang ditempuh adalah dengan menggunakan cara emulsifikasi lain yaitu penambahan air mawar dilakukan sedikit demi sedikit. Menurut Becher dalam Suryani et al. 2000
emulsifikasi dapat dilakukan dengan metode agen dalam minyak yaitu penambahan air langsung ke dalam campuran agen dalam minyak, sehingga terbentuk sistem emulsi air dalam minyak.
Penambahan air yang terus menerus akan merubah sistem tersebut menjadi sistem emulsi minyak dalam air atau biasa disebut proses inversi.
Cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan buret untuk menambahkan bahan sedikit demi sedikit ke dalam bahan lain yang sedang diaduk . Tujuannya adalah membuat campuran lebih
homogen. Formulasi ini tetap menggunakan bahan yang terdiri atas air mawar, bahan aktif, dan pengemulsi. Vaselin pun digunakan kembali dalam formula ini, karena merujuk pada penelitian
Prasetyo 2011 yang telah membuat formula antinyamuk semprot yang menggunakan vaselin dengan perbandingan vaselin dengan tween 80 1:14.6. Vaselin berperan sebagai propellant yang membuat
butiran semprotan formula menjadi lebih halus dan merata. Selain itu, vaselin juga berperan sebagai penghambat pembentukan busa. Udara yang terperangkap dalam formula busa dapat menyebabkan
oksidasi sehingga produk cepat rusak.
Pertimbangan penambahan vaselin ini dilakukan berdasarkan trial and error kualitatif dengan cara menyemprotkan formula ke dinding tembok. Penyemprotan dilakukan dari jarak 20 cm. Bekas
Asam stearat memadat kembali setelah 4 hari