berupa cairan tidak berwarna dan berbau mawar, bersifat mudah larut dalam alkohol dan eter, tetapi sedikit larut dalam air. Geraniol berupa cairan tidak berwarna kuning pucat larut dalam alkohol dan
eter. Struktur kimia senyawa sitronelal, geraniol, dan sitronelol ditunjukan oleh Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia geraniol a, sitronelal b dan sitronelol c Ketaren 1986
2.4 Minyak Daun Cengkih sebagai Antiserangga
Berdasarkan laporan-laporan penelitian, minyak cengkih dapat digunakan untuk mengusir atau melumpuhkan serangga. Minyak cengkih dapat menolak nyamuk dengan dosis 0.1 ml per 30 cm
2
Trongtokit et al. 2005. Eugenol dapat membunuh larva Aedes aegypti dengan LC
50
sebesar 33 mgℓ Knio 2008 dan dapat membunuh 100 Anopheles stephensi, Aedes aegypti, dan Culex
quinquefasciatus dengan dosis 7 ℓha dalam waktu 30-35 menit Bhatnagar 1993 diacu dalam
Kegley et al. 2008. Menurut Shola dan Kehinde 2010, uap minyak atsiri kuncup cengkih Syzygium aromaticum
dapat membunuh serangga jenis kumbang Callosbruchus maculatus. Minyak atsiri cengkih tersebut mengandung 95.75 eugenol dan 3.75
�
- kariopilen. Perlakuan konsentrasi minyak kuncup cengkih yang digunakan yaitu 0.1g, 0.2g, 0.3g, 0.4g, dan 0.5g dalam 1g zat pembawa padat silika
gel, alumina, dan kaolin. Tingkat kematian Callosbruchus maculatus dengan konsentrasi tersebut, yaitu 13.33, 26.77, 73.33 dan 100 dalam durasi pengamatan selama 1 jam.
Supriadi 2010 telah membuat formula anti larva nyamuk. Komposisi bahan menurut invensi ini yaitu mengandung bahan aktif minyak cengkih 5-10, dan minyak kayu manis 5-10. Bahan
pembawanya adalah 1g setil alkohol, 2.5g, asam stearat, 2 g gum arab, 5 ml pengemulsi tween 20, 1 ml trietanolamin, 0.5 – 1.2 g NaOH dan 0.4-0.81 g KC1 per 100 ml air suling.
Wiratno 2010, menyatakan bahwa Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Balittro Badan Litbang Pertanian telah berhasil membuat beberapa formula pestisida nabati berbahan aktif
eugenol dari cengkih yang dikombinasikan dengan senyawa lainnya. Formula tersebut diberi nama CEES, CEKAM, dan Bio- Protector-1 yang berperan aktif sebagai insektisida. Minyak cengkih efektif
mengendalikan hama keong mas, dan hama gudang seperti Tribolium castaneum dan hama tanaman seperti Aphis gossypii, Aphis. craccivora, Ferissia virgata, dan Valanga nigricornis. Zeng et al.
2010 juga menyatakan bahwa minyak cengkih dapat mengusir hama gudang yaitu Rhyzopertha dominica, Sitophilus oryzae dan Tribolium castaneum.
2.5 Minyak Serai Wangi sebagai Antiserangga
Secara umum, minyak serai wangi digunakan dalam produk antiserangga berkisar antara 0.05 dan 15 . Aplikasinya dapat dilakukan secara tunggal atau dikombinasikan dengan minyak lavender,
C O
H OH
C
Gugus aldehida Gugus hidroksil
a b
c Ikatan etilenik
CH
3
OH
H
3
C CH
3
cengkih, bawang putih, dan minyak cedar Barnard 2000. Wahyuningtyas 2004 menyatakan bahwa minyak serai wangi pada konsentrasi 2.5 dapat menolak nyamuk Aedes aegypti Linnaeus. Kiswanti
2009 telah melakukan uji efikasi produk gel penolak nyamuk terhadap 25 ekor nyamuk Culex quinquefasciatus
. Hasil penelitiannya menunjukan jumlah nyamuk yang jatuh setelah 6 jam dan dinyatakan mati, pada konsentrasi serai wangi 10 adalah 26,67, pada konsentrasi 15 adalah
52 dan pada konsentrasi 20 mencapai 60. Hasil penelitian Sukma 2009, yaitu obat nyamuk elektrik berbahan aktif minyak serai wangi
memiliki efektivitas sebagai anti nyamuk Aedes aegypti dengan LC
90
adalah 25.63 ± 2.30. Artinya, 90 nyamuk yang mati dari 25 ekor nyamuk yang diujinya, disebabkan oleh konsentrasi minyak
serai wangi sebesar 25,63. Selain itu, hasil penelitian Pandia et al. 2008 menunjukkan bahwa minyak serai wangi dapat membunuh delapan dari 10 nyamuk Aedes aegypti selama pengamatan 30
menit. Ini dilakukan dengan cara menyemprotkan 10 minyak serai wangi yang dicampurkan dalam air. Rondonuwu dan Langi 2006, menyatakan bahwa pada konsentrasi minyak serai wangi 0.25
cukup untuk membunuh larva nyamuk Aedes spp. dan dapat mencegah nyamuk bertelur, serta memiliki daya penolakan dalam radius kurang dari 1 m.
Hasil penelitian Fardaniyah 2007 menunjukan bahwa terjadi penurunan daya hinggap lalat dimulai dari konsentrasi 2.5 dan penurunan jumlah larva yang signifikan pada ikan mas yang
dilumuri minyak serai wangi mulai dari konsentrasi 2.5 hingga 40 dibandingkan terhadap kontrol. Lalat yang diuji adalah Lalat Hijau Chrysomya megacephala [Fab] sebanyak 50 ekor. Perlakuan
konsentrasi yang digunakan yaitu 0, 2.5, 5, 10, 20, 40, yang masing-masing memiliki daya proteksi 93.6, 94.2, 96.6, 97, 98.6, dan 99.8, dalam pengamatan 1 jam.
2.6 Nyamuk Aedes Aegypti dan Lalat
Nyamuk Aedes aegypti L. memiliki morfologi khusus. Nyamuk dewasa berukuran kecil, berwarna hitam dengan bintik-bintik putih di tubuhnya dan cincin-cincin putih 12 dikakinya
Jirakanjanakit dan Dujardin 2005. Ciri khas nyamuk Aedes aegypti dewasa adalah Lyre Marking yaitu strip putih keperakan di bagian dorsal, thoraks, dan warna keputihan pada segmen terakhir di
kaki belakang Wijana dan Ngurah 1982.
Aedes aegypti adalah vektor alamiah dari virus dengue penyebab demam berdarah. Aedes
aegypti termasuk nyamuk day biter aktif menghisap makanan di siang hari, terutama nyamuk yang
masih muda umur 1-8 hari Wijana dan Ngurah 1982. Waktu aktif menggigitnya pada pukul 08.00- 12.00 dan 15.00-17.00, serta lebih banyak menggigit di dalam rumah daripada di luar rumah. Aedes
aegypti juga dapat menularkan penyakit yellow fever dan chikungunya. Suhu optimum untuk
hidupnya berkisar antara 25- 27ºC Cahyati dan Suharyo 2006. Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Penyebaran Aedes aegypti
di Asia Tenggara ditemukan hampir di semua daerah perkotaan dan pedesaan. Selain itu, penyebarannya juga ada di daerah agak gersang seperti India. Aedes aegypti merupakan vektor virus
dengue di perkotaan dan populasinya berubah-ubah sesuai dengan curah hujan Cahyati dan Suharyo
2006. Lalat merupakan salah satu insekta serangga ordo diptera yang mempunyai sepasang sayap
berbentuk membran. Lalat yang umum dijumpai adalah lalat rumah atau Musca domestica. Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada musim dingin. Lalat dapat menjadi
vektor penularan penyakit saluran pencernaan seperti kolera, tifus, dan disentri. Penularan penyakit dapat terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat seperti bulu badan, bulu pada anggota gerak,
muntahan serta kotorannya Santi 2001.