Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Analisis Data

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia, Laboratorium Departement of Industrial Technology LDIT, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Entomologi Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang Loka Litbang P2B2 Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gelas piala, sudip, neraca analitik, pengaduk magnetik, termometer, pemanas, alumunium foil, aspirator, tabung reaksi, buret, sangkar uji nyamuk berukuran 70 cm x 50 cm x 50 cm, sangkar uji lalat berukuran 70 cm x 70 cm x 70 cm, alat semprot formula antiserangga, higrometer, stopwatch, penggaris, pipet volumetrik, bulb, cotton bud, pipet tetes dan sonikator Bransonic 5510. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan aktif yaitu minyak daun cengkih dan minyak serai wangi yang didapatkan dari Kreasi Aroma, bahan pembawa yaitu air mawar, dan bahan tambahan yaitu vaselin, air suling, fixolite PEG-40 hydrogenated castor oil, tween 80 polisorbat 80, asam stearat, natrium hidroksida, kalium klorida, trietanolamin dan pewangi melati. Selain itu bahan lain yang digunakan adalah sukrosa dan kapas untuk perawatan serangga yang telah diuji dan produk Mortein Natur Gard sebagai produk pembanding. Serangga uji yang digunakan yaitu nyamuk Aedes aegypti yang diperoleh dari Loka Litbang P2B2 dan lalat yang didapat dengan umpan ikan mati di sekitar tempat sampah asrama putri Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan mempersiapkan formula antiserangga alami. Penelitian utama bertujuan mengetahui efektivitas formula antiserangga alami dalam melumpuhkan lalat dan nyamuk serta mengetahui tingkat kesukaan atau penerimaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga alami tersebut. Ruang lingkup penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 3.

3.3.1 Formulasi Antiserangga Alami

Formulasi antiserangga alami dilakukan dengan cara trial and error, baik dalam menentukan komposisi bahan, maupun teknik emulsifikasinya. Hasil trial and error ini dijadikan dasar dalam formulasi antiserangga alami yang akan diujikan pada penelitian utama. Pemilihan bahan baku . Bahan baku yang diujicobakan dalam penelitian pendahuluan meliputi pemilihan bahan pembawa, pengemulsi, dan pewangi. Bahan pembawa yaitu air dipilih karena sifatnya yang paling aman digunakan, dibandingkan dengan etanol, metanol, atau heksan yang biasa digunakan untuk pelarut minyak atsiri. Air mawar dipilih, karena aromanya dapat membuat aroma formula antiserangga menjadi lebih wangi. Ini dilakukan setelah trial and error formulasi dengan air suling biasa dibandingkan dengan menggunakan air mawar. Masing-masing dikombinasikan dengan pewangi melati, minyak daun cengkih, dan minyak serai wangi. Pendapat beberapa orang diminta untuk menilai mana yang lebih disukai dari campuran tersebut dan memberikan komentar atau masukan. Pewangi melati juga dipilih berdasarkan trial and error, yaitu mencoba beberapa pewangi seperti minyak atsiri lemon, jeruk purut, kenanga, dan pewangi teh hijau. Berdasarkan trial and error kombinasi aroma formula tersebut, dipilih bahan yang sekiranya akan disukai oleh panelis saat uji hedonik pada penelitian utama. Pengukuran stabilitas emulsi . Nilai stabilitas emulsi diukur dengan cara pengamatan fasa yang terpisah dari sistem emulsi. Prosedurnya yaitu 10 ml cairan emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tinggi cairan diukur dengan penggaris sebagai tinggi total. Cairan tersebut disimpan dengan hati-hati dan terhindar dari guncangan. Pengamatan dilakukan secara periodik per jam, per 3 jam, atau per hari. Tinggi fasa yang terpisah dari sistem emulsi diukur dan dinyatakan dalam persen. Pengukuran stabilitas emulsi dilakukan terhadap semua perlakuan yang diujicobakan. Pengukuran dihentikan ketika stabilitas emulsi yang telah diukur masih jauh dari stabilitas emulsi produk pembanding. Stabilitas emulsi dihitung dengan rumus : 100 X mm terpisah yang fasa Tinggi - mm emulsi cairan total Tinggi mm terpisah yang fasa Tinggi emulsi Stabilitas � Pengukuran stabilitas emulsi yang pertama kali dilakukan adalah pengukuran stabilitas produk pembanding yang ada di pasaran. Formula antiserangga alami yang dibuat adalah cairan dalam bentuk emulsi. Produk pembanding atau kontrol positif yang dipilih adalah produk yang serupa. Mortein Gambar 3. Ruang lingkup penelitian Natur Gard dipilih sebagai kontrol positif, karena bahan pembawanya adalah air dan pada produk ini tercantum mengandung bahan-bahan alami, yaitu natuode robo dan d-limonen, tapi bahan aktifnya sintetik, yaitu esbiotrin, permetrin dan imiprotrin. Setiap hasil trial and error formulasi dalam penelitian pendahuluan ini mengacu pada nilai stabilitas produk pembanding. Penentuan bahan pengemulsi . Pengemulsi yang pertama kali dicoba adalah fixolite atau PEG-40 hydrogenated castor oil karena memiliki HLB 13 yang masuk ke dalam rentang penstabil emulsi minyak dalam air HLB 8-18. Bahan tambahan agen pengemulsi yaitu vaselin juga dicoba ditambahkan untuk meningkatkan kestabilan emulsi. Selanjutnya etanol 95 sebanyak 20 dicoba ditambahkan sebagai ko-surfaktan. Penggantian bahan pengemulsi pun dilakukan pada trial and error selanjutnya, yaitu fixolite diganti dengan tween 80 polisorbat 80 yang memiliki HLB 15. Tween 80 ini merupakan pengemulsi yang sifatnya lebih hidrofilik daripada fixolite. Komposisi bahan pada trial and error formulasi tersebut ditunjukkan oleh Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Komposisi bahan pada tahap penentuan bahan pengemulsi Bahan Trial and error ke- 1 2 3 4 Minyak atsiri 5 5 5 5 Fixolite : minyak atsiri 1:1 1:1 1:1 - Vaselin - 2.5 - - Etanol 95 - - 20 - Tween 80 : minyak atsiri - - - 1:1 Air mawar 90 87.5 70 90 Penentuan konsentrasi pengemulsi tween 80. Hasil trial and error sebelumnya menunjukkan bahwa perbandingan tween 80 dengan minyak atsiri 1:1 dapat membentuk sistem emulsi yang lebih baik daripada trial and error sebelumnya. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada konsentrasi tween 80 yang lebih rendah dapat membuat sistem emulsi tetap stabil. Perlakuan konsenstrasi tween 80 ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 3. Komposisi bahan dalam formula dengan perlakuan perbedaan konsentrasi tween 80 Bahan F1 F2 F3 F4 F5 Minyak atsiri 5 5 5 5 5 Minyak atsiri : tween 80 1:0.2 1:0.4 1:0.6 1:0.8 1:1 Air mawar 94 93 92 91 90 Trial and error teknik emulsifikasi. Hasil trial and error sebelumnya menunjukkan bahwa formula dengan perlakuan bahan aktif berbanding tween 80 1:0.8 dan 1:1, hasilnya tidak berbeda signifikan, sehingga pada konsentrasi tersebut dilakukan trial and error teknik emulsifikasi, agar didapat formula yang lebih stabil. Trial and error yang dilakukan yaitu dengan cara sonikasi selama ½ sampai 1 jam menggunakan sonikator Bransonic 5510. Trial and error selanjutnya yaitu dengan memperpanjang waktu pengadukan menggunakan pengaduk magnetik selama 1, 2 dan 3 jam. Tujuannya adalah agar partikel minyak dan air menjadi kecil sehingga cairan emulsi lebih homogen. Trial and error formula dengan mengganti bahan tambahan. Formulasi dalam trial and error ini mengacu pada pengajuan paten Supriadi 2010. Langkah kerja yang dilakukan yaitu, memanaskan asam stearat terlebih dahulu. Bahan aktif, bahan pewangi, tween 80 dan air mawar dicampur sambil diaduk. Asam stearat yang sudah mencair dimasukkan ke dalam campuran tersebut, kemudian ditambahkan NaOH, KCl dan trietanolamin. Trial and error teknik emulsifikasi dengan penambahan fasa air sedikit demi sedikit. Air mawar ditambahkan sedikit demi sedikit dari buret ke dalam campuran minyak atsiri, pewangi, tween 80 dan vaselin. Katup buret dibuka 13-nya, yaitu sekitar 50ml4 menit. Selain itu, dalam trial and error ini, dilakukan penambahan vaselin yang merujuk pada Prasetyo 2011. Perbandingan vaselin dengan tween 80 yang ditambahkan yaitu 1:14.6. Langkah kerja yang dilakukan adalah : 1. Tween 80, vaselin, dan air suling dicampur, diaduk, dan dipanaskan sampai suhu 60 o C sehingga vaselin mencair dan membentuk campuran homogen. 2. Campuran yang dibuat pada poin 1, dimasukkan ke dalam wadah yang berisi minyak atsiri dan pewangi melati 1 sambil diaduk. 3. Setelah itu, air mawar dari buret, ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam wadah berisi campuran pada poin 2, sambil diaduk selama 1 jam. Komposisi bahan dalam formula ini ditunjukkan oleh Tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Komposisi bahan formula antiserangga alami. Bahan Komposisi Minyak atsiri 5 Pewangi melati 1 Tween 80 : minyak atsiri dan pewangi 1:1 tween 80 : vaselin 14.6 : 1 Air suling 10 Air mawar 77.58

3.3.2 Efektivitas dan Penerimaan Formula Antiserangga Alami

Formulasi antiserangga alami . Formulasi antiserangga yang akan diujikan, dilakukan berdasarkan hasil trial and error formulasi yang telah dilakukan pada penelitian pendahuluan. Komposisi bahan pada fomula ini ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5. Komposisi bahan dalam formula antiserangga alami yang diujikan dalam penelitan utama Bahan Perlakuan Kontrol F1 F2 F3 F4 Minyak daun cengkih 2.5 5 7.5 - Minyak serai wangi - - - 2.5 Pewangi melati 1 1 1 1 1 Tween 80 : minyak atsiri dan pewangi 1:1 1:1 1:1 1:1 1:1 Tween 80 : vaselin 14.6:1 14.6:1 14.6:1 14.6:1 14.6:1 Air suling 10 10 10 10 10 Air mawar 87.93 82.75 77.58 72.40 82.75 Tabel 5. Komposisi bahan dalam formula antiserangga alami yang diujikan dalam penelitan Utama lanjutan Bahan Perlakuan F5 F6 F7 F8 F9 Minyak serai wangi 5 7.5 - - - Campuran minyak daun cengkih dan serai wangi 1:1 - - 2.5 5 7.5 Pewangi melati 1 1 1 1 1 Tween 80 : minyak atsiri dan pewangi 1:1 1:1 1:1 1:1 1:1 Tween 80 : vaselin 14.6:1 14.6:1 14.6:1 14.6:1 14.6:1 Air suling 10 10 10 10 10 Air mawar 77.58 72.40 82.75 77.58 72.40 Diagram alir pembuatan formula antiserangga alami ditunjukkan oleh Gambar 4 berikut ini. Gambar 4. Diagram alir pembuatan formula antiserangga alami Uji efikasi. Uji efikasi bertujuan mengetahui efektivitas setiap jenis bahan aktif yang digunakan dalam formula antiserangga pada tingkat konsentrasi 2.5, 5, dan 7.5. Uji efikasi ini dilakukan terhadap lalat dan nyamuk Aedes aegypti. Sangkar uji lalat yang digunakan berukuran 70 cm x 70 cm x 70 cm mengacu pada Widiarti et al. 1997. Adapun sangkar uji nyamuk yang digunakan adalah sangkar yang biasa digunakan di Labolatorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Ciamis, yaitu berukuran 70 cm x 50 cm x 50 cm. Sebelum pengujian, sangkar uji dibersihkan terlebih dahulu dan dilakukan uji evaluasi ruang. Sebanyak 20 ekor serangga uji yang sudah diberi pakan air gula dimasukkan dan diamati selama 10 menit. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa kondisi ruangan sama dengan keadaan ruang penangkaran dan tidak mempunyai pengaruh terhadap kematian serangga uji. Uji efikasi hanya dapat dilanjutkan apabila kematian tidak lebih dari 4 populasi uji pada uji evaluasi ruang Pusat Perizinan dan InvestasiKomisi Pestisida 2007 diacu dalam Kiswanti, 2009. Uji efikasi setiap perlakuan dilakukan selama 20 menit dengan pengamatan setiap 2 menit terhadap 20 ekor serangga uji. Pengujian dilakukan tiga kali ulangan. Penyemprotan dilakukan empat kali, berdasarkan perhitungan dosis standarnya, yaitu 0.7 gram sesuai yang digunakan di UPKV Unit Penyelidikan Kawalan Vektor Universiti Sains Malaysia Widiarti et al. 1997. Uji efikasi lalat dilakukan pada suhu 27-29 o C. Uji efikasi nyamuk dilakukan pada suhu 27- 28 o C dengan kelembapan udara 73-86. Kondisi ini sesuai dengan kondisi standar pengujian yaitu pada suhu 27 o C � 2 o C, dan kelembapan 80 � 10. Setelah pengujian, serangga uji yang jatuh dipindahkan ke dalam gelas plastik berisi kapas yang basah dengan air gula sukrosa 10 dan ditutup dengan kasa, kemudian didiamkan selama 24 jam untuk memastikan apakah serangga uji tersebut pingsan atau mati World Health Organization, 2009. Peneraan kadar atau jumlah semprotan standar dilakukan dengan cara penimbangan alat semprot yang sudah diisi formula antiserangga. Formula disemprotkan satu kali. Setelah itu, bobotnya ditimbang. Ini dilakukan sebanyak 10 kali ulangan, dan selisih bobotnya dicatat dalam gram sebagai bobot formula yang disemprotkan. Selisih bobot formula setiap ulangan pada peneraan kadar semprotan kurang dari 0.2 gram. Perhitungan jumlah semprotan standar ditentukan dengan rumus : semprotan 1kali X ulangan 10 0.7gram standar semprotan Jumlah gram an disemprotk yang formula bobot � � Contoh perhitungan jumlah semprotan standar dapat dilihat pada Lampiran 1. Persentase efektivitas uji efikasi atau angka kelumpuhan ditentukan dengan rumus: � � x100 R Q P � Keterangan :P = Jumlah serangga pingsan. Q = Jumlah serangga mati. R = Jumlah serangga yang diuji Apabila angka kelumpuhan pada kelompok kontrol melebihi 5 tetapi kurang dari 15 , maka angka kelumpuhan pada kelompok perlakuan dikoreksi menurut rumus Abbot, yaitu : � � � � x100 C - 100 C - A Al � Keterangan :Al = angka kelumpuhan setelah dikoreksi A = angka kelumpuhan pada kelompok perlakuan C = angka kelumpuhan pada kelompok kontrol Uji hedonik. Uji hedonik bertujuan mengetahui penerimaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga dan mengetahui tingkat kesukaannya pada setiap perlakuan. Uji ini dilakukan oleh 31 orang panelis yang terdiri atas mahasiswa Teknologi Industri Pertanian. Mereka diberi pengarahan terlebih dahulu tentang uji hedonik sebelum melakukan pengujian. Contohnya pengarahan untuk tidak membandingkan antar sampel saat memberikan penilaian, atau sampel dinilai satu per satu. Ini dilakukan untuk menghindari bias. Sampel yang disajikan sebanyak 7 ml dalam botol dan panelis diminta untuk menghirup aromanya dengan cara mengibaskan udara di sekitar mulut botol. Panelis diminta untuk menilai kesan aroma formula antiserangga alami pada tujuh tingkat kesukaan, yaitu sangat tidak suka, agak tidak suka, suka, netral, agak suka, suka dan sangat suka. Setiap sampel diberi kode dengan bilangan acak. Formulir uji hedonik diapat dilihat pada Lampiran 2. Uji hedonik ini mengacu pada Soekarto 1985 yang menyatakan bahwa uji hedonik cocok untuk pengembangan produk baru. Contohnya untuk menemukan atau mengembangkan produk baru dengan mutu yang dapat diterima atau sama atau lebih baik daripada produk yang sudah diketahui. Panel konsumen yang digunakan yaitu antara 30-1000 orang.

3.4 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis ragam dengan menggunakan rancangan acak lengkap RAL untuk uji efikasi dengan α= 0.05 dan analisis statistika deskriptif untuk data hasil uji hedonik. Data hasil uji efikasi diolah dengan menggunakan rancangan acak lengkap RAL untuk melihat pengaruh perbedaan jenis bahan aktif pada konsentrasi 2.5, 5, dan 7.5 terhadap kelumpuhan serangga. Jika hasil uji statistik menunjukan pengaruh yang signifikan, maka dilakukan uji lanjut Ducan. Uji statistik ini dilakukan pada setiap jenis bahan aktif dan setiap konsentrasi. Jenis bahan aktif yang digunakan yaitu minyak daun cengkih, minyak serai wangi, dan campuran kedua minyak tersebut dengan perbandingan 1:1. Konsentrasi yang digunakan yaitu 2.5, 5, dan 7.5. Dengan demikian, dilakukan analisis sidik ragam satu per satu, yaitu analisis sidik ragam pada setiap faktor jenih bahan aktif dengan tiga tingkat perlakuan konsentrasi, dan analisis sidik ragam pada faktor konsentrasi yang sama dengan perlakuan tiga bahan aktif yang berbeda. Perlakuan dalam penelitian ini adalah : A1 = minyak daun cengkih dengan konsentrasi 2.5 A2 = minyak daun cengkih dengan konsentrasi 5 A3 = minyak daun cengkih dengan konsentrasi 7.5 B1 = minyak serai wangi dengan konsentrasi 2.5 B2 = minyak serai wangi dengan konsentrasi 5 B3 = minyak serai wangi dengan konsentrasi 7.5 C1 = Campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi 1:1 dengan konsentrasi 2.5 C2 = Campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi 1:1 dengan konsentrasi 5 C3 = Campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi 1:1 dengan konsentrasi 7.5 Hipotesis analisis sidik ragam untuk pengaruh perbedaan konsentrasi dengan bahan aktif yang sama adalah: Ho = Perbedaan konsentrasi setiap jenis bahan aktif minyak daun cengkih, minyak serai wangi, atau campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi tidak berpengaruh terhadap kelumpuhan lalat atau nyamuk. H1 = Perbedaan konsentrasi setiap jenis bahan aktif minyak daun cengkih, minyak serai wangi, atau campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi berpengaruh terhadap kelumpuhan lalat atau nyamuk. Hipotesis analisis sidik ragam untuk pengaruh perbedaan jenis bahan aktif pada konsentrasi yang sama adalah : Ho = Perbedaan jenis bahan aktif pada setiap konsentrasi 2.5, 5, atau 7.5 tidak berpengaruh terhadap kelumpuhan lalat atau nyamuk. H1 = Perbedaan jenis bahan aktif pada setiap konsentrasi 2.5, 5, atau 7.5 berpengaruh terhadap kelumpuhan lalat atau nyamuk. Model umum rancangan percobaan RAL menurut Mattjik dan Sumertajaya 2006 adalah: Y ij = μ + i � + ε ij Keterangan : Y ij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum i � = Pengaruh perlakuan ke-i ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j i = 1, 2, …,t j = 1, 2, …, i � Hipotesis H = i � =…= t � = 0 perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati H 1 = Paling sedikit ada satu i dimana i � �

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formula Antiserangga Alami

Trial and error formulasi antiserangga alami dilakukan dalam penelitian pendahuluan untuk mempersiapkan komposisi bahan dalam formula antiserangga yang akan diujikan pada penelitian utama. Bahan baku yang dipilih adalah bahan-bahan alami yang aman digunakan oleh manusia dan ramah lingkungan. Bahan tersebut meliputi bahan aktif, bahan pembawa, dan bahan tambahan. Bahan aktif yang digunakan yaitu minyak daun cengkih dan minyak serai wangi.

4.1.1 Penentuan Bahan Pembawa dan Bahan Pewangi

Air merupakan bahan yang paling aman jika dibandingkan dengan etanol, metanol atau heksan yang biasa digunakan sebagai pelarut minyak atsiri. Sehingga air dipilih sebagai bahan pembawa. Air mawar dipilih, karena aromanya dapat membuat aroma formula antiserangga menjadi lebih wangi. Ini dilakukan setelah trial and error formulasi dengan air suling biasa dibandingkan dengan menggunakan air mawar. Masing-masing dikombinasikan dengan pewangi melati, minyak daun cengkih, dan minyak serai wangi. enam orang ditanya langsung untuk memberikan pendapatnya. Pendapat empat dari enam orang lebih menyukai campuran yang bahan pembawanya air mawar. Air mawar memiliki aroma seperti minyak mawar, meskipun intensitas aromanya jauh lebih lemah. Aroma mawar yang menurut Brechbill 2009 adalah rosy sweet floral , dapat dikombinasikan dengan aroma melati dan aroma bahan aktif yang digunakan, yaitu aroma spicy dari minyak daun cengkih, serta aroma citrusy dari minyak serai wangi. Pewangi melati juga dipilih berdasarkan trial and error, yaitu mencoba beberapa pewangi seperti minyak atsiri lemon, jeruk purut, kenanga, dan pewangi teh hijau. Minyak daun cengkih dan minyak serai wangi masing-masing dicampur dengan minyak lemon, jeruk purut, kenanga, dan pewangi teh hijau. Enam orang ditanya langsung untuk memberikan komentar terkait aromanya. Komentar aroma campuran dengan minyak lemon yaitu wanginya enak tapi menyengat dan aromanya segar tapi agak aneh. Komentar aroma campuran dengan minyak jeruk purut adalah aromanya aneh, menyengat dan aromanya seperti minyak gosok. Komentar aroma campuran dengan kenanga adalah tidak enak, aromanya seperti minyak tawon dan minyak si nyongnyong. Komentar aroma campuran dengan pewangi teh hijau adalah menyengat dan tidak enak. Komentar aroma campuran dengan pewangi melati adalah wangi, aromanya seperti minuman teh melati, segar dan wangi tapi aromanya aneh. Pendapat-pendapat tersebut bersifat subjektif yakni bergantung pada selera pribadi, tetapi memberikan gambaran tentang kombinasi aroma yang terbentuk dalam trial and error ini, sehingga menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan bahan pewangi yang sekiranya dapat diterima oleh panelis pada uji hedonik di penelitian utama. Komentar pewangi melati dinilai lebih baik daripada yang lainnya, sehingga pewangi melati dipilih sebagai bahan pewangi formula antiserangga alami ini.

4.1.2 Penentuan Bahan Pengemulsi

Air dan minyak atsiri memiliki sifat yang antagonistik. Air bersifat polar dan minyak atsiri bersifat nonpolar. Oleh karena itu, perlu agen pengemulsi agar dapat mencampurkan keduanya. Agen pengemulsi ini memiliki dua gugus yang berbeda dalam ikatan kimianya, yaitu gugus hidrofilik yang