Oseanografi Kualitas Air Analisis Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Rumput Laut Di Kabupaten Sumbawa Barat

Tabel 2 . Matriks Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Rumput Laut Parameter Satuan Skor S Bobot Tidak sesuai Sesuai Sangat sesuai 1 2 3 5 Arus cms 10 atau 40 10-20 atau 30-40 20-30 8 Kecerahan m 3 3-5 5 12 Keterlindungan - terbuka agak terlindung terlindung 8 Suhu C 20 atau 30 20-24 24-30 8 Kedalaman m 2 atau 15 1-2 2-15 8 Gelombang cm 30 10-30 10 4 Salinitas ppt 28 atau 37 34-37 28-34 12 Nitrat mgl 0,01 atau 1,0 0,8-1,0 0,01-0,07 12 Phosfat mgl 0,01 atau 0,30 0,21-0,30 0,10-0,20 12 Substrat - lumpur pasir berlumpur pasir 8 Pencemaran - - sedang tidak ada 8 Jumlah 100 Sumber: Aslan 1988 Menurut Aslan 1988 dan Ditjenkanbud 2005, bahwa pemberian bobot untuk matrik kesesuaian budidaya rumput laut tergantung dari pengaruhnya terhadap pengembangan budidaya rumput laut, artinya bobot yang tinggi diberikan apabila parameter tersebut sangat diutamakan untuk keberhasilan budidaya rumput laut. Sedangkan bobot yang rendah diberikan sebagai pelengkap saja, namun semuanya saling melengkapi. Selanjutnya Bakosurtanal 2005, memberikan bobot yang tinggi pada kedalaman 35, kecerahan 25, sedangkan DO, salinitas, suhu dan pH memperoleh bobot yang rendah 10 Tabel 3. Tabel 3. Matriks Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Rumput Laut Parameter Satuan Skor S Bobot S1 S2 S3 N 80 60 40 10 Kedalaman M 1-5 - - - 35 Oksigen mgl 6 5-6 4-5 4 10 Salinitas Ppt 28-36 20-28 20-24 20 10 Suhu C 26-31 31-33 33-35 35 10 Kecerahan 75 50-75 25-50 25 25 pH - 7,5-8,5 8,5-8,7 6,5-7 8,8 10 Jumlah 100 Sumber: Bakosurtanal 2005 Menurut Radiarta, et al. 2005, memberikan bobot yang tinggi pada morfologi dan kedalaman 15, arus, substrat dasar, kecerahan, dan salinitas memperoleh bobot 10, dan hewan herbivora, keamanan, keterjangkauan dan tenaga kerja memperoleh bobot 5 Tabel 4. Tabel 4 . Matriks Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Rumput Laut Parameter Satuan Skor S Bobot S1 S2 S3 N 4 3 2 1 Kecerahan m 1 43 2 4 0,4 Kedalaman m 34 1 32 3 0,3 Arus cms 12 23 1 2 0,2 Gelombang cm 14 13 12 1 0,1 Jumlah 1,0 Sumber: Mubarak, et al. 1990 dan Tiensongrusmee 1990 dalam Radiarta, et al. 2007 Selanjutnya Mubarak, et al. 1990 dan Tiensongrusmee, 1990 dalam Radiarta, et al. 2007 memberikan bobot yang tinggi pada kecerahan 0.4, kedalaman 0.3, dan arus 0.2. Sedangkan gelombang diberikan bobot yang rendah 0.1 Tabel 5. Tabel 5 . Matriks Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Rumput Laut Parameter Satuan Bobot Nilai Value 30 20 10 Morfologi 15 Terlindung Cukup terlindung Terbuka Kedalaman m 15 1-10 11-15 115 Arus cmdtk 10 20-30 31-40 2040 Substrat dasar 10 Pasir dan pecahan Pasir berlumpur Lumpur Kecerahan m 10 3 1-3 1 Salinitas ppt 10 28-31 32-34 2834 Pencemar 10 Tidak ada Sedang Tinggi Hewan herbivora ekor 5 Tidak ada Sedang Tinggi Keamanan 5 Aman Agak aman Tidak aman Keterjangkauan 5 Mudah Agak sulit Sulit Tenaga kerja 5 Mudah Agak sulit Sulit Jumlah 100 Sumber: Radiarta et al. 2005 Menurut Mubarak, et al. 1990 dalam Utojo, et al. 2007, bahwa pembobotan pada setiap faktor pembataspeubah ditentukan berdasarkan pada dominannya peubah tersebut terhadap suatu peruntukan kelayakan lahan budidaya laut ikan, rumput laut, dan tiram mutiara. Kemudian diurutkan faktor-faktor pembatas tersebut dimulai dari yang paling berpengaruh terhadap suatu peruntukan. Selanjutnya Mubarak, et al. 1990 dalam Utojo, et al. 2007 memberikan bobot yang paling tinggi pada morfologi, substrat dasar, kecerahan dan logam berat 0.1, arus, kedalaman, dan salinitas 0.09, hewan herbivora 0.08, keterjangkauan 0.07. Sedangkan tenaga kerja dan keamana bobotnya yang rendah dari parameter sebelumnya 0.06 Tabel 6. Untuk parameter yang lain misalnya gelombang, suhu, DO, pH, substrat dasar, biota pengganggu, keamanan, keterjangkauan, dan tenaga kerja merupakan parameter penunjang, namun saling melengkapi artinya tanpa parameter penunjang tidak mungkin suatu usaha budidaya rumput laut dapat berhasil. Tabel 6 . Matriks Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Rumput Laut Parameter Satuan Bobot Nilai Value 4 3 2 1 Morfologi 0,1 Terlindung Agak terlindung Terlindung sesaat Tidak terlindung Substrat dasar 0,1 Pasir dan pecahan karang Pasir sedikit berlumpur Pasir berlumpur sedang Pasir berlumpur banyak Kecerahan 0,1 80-100 70-79 60-69 60 Logam berat mgl 0,1 0,01 0,01-0,04 0,03-0,06 0,06 Arus cms 0,09 20-30 31-40 41-50 2050 Kedalaman m 0,09 5-10 11-15 16-20 520 Salinitas ppt 0,09 31-35 28-30 25-27 2535 Hewan air 0,08 Tidak ada Kurang Banyak Sangat banyak Keterjangkauan 0,07 Lancar Cukup lancar Kurang lancar Tidak lancar Tenaga kerja 0,06 Banyak Cukup tersedia Kurang tersedia Tidak tersedia Keamanan 0,06 Aman Cukup aman Insidentil Tidak aman Pemasaran 0,06 Lancar Cukup lancar Kurang lancar Tidak lancar Sumber : Mubarak, et al. 1990 dalam Utojo, et al. 2007 Dari kelima matrik yang disusun oleh para peneliti tersebut di atas Tabel 2, 3, 4, 5 dan 6 dapat diambil suatu gambaran bahwa parameter utama yang perlu diperhatikan sebelum melakukan usaha budidaya rumput laut di suatu lokasi adalah kedalaman, kecerahan, salinitas, morfologi, arus, nitrat dan fosfat. Produktivitas Rumput Laut Menurut Neori, et al. 1998, bahwa produksi rumput laut tergantung dari musim, misalnya rumput laut Ulva lactuca rata-rata produksi pada musim panas 292 gram berat basahhari 52 gram berat kering, dan 83 gram berat basahhari 15 gram berat kering pada musim dingin. Menurut Huang, et al, 1998; Rorrer, 2000, bahwa perkembangan sel dan thallus rumput laut baik secara alami maupun budidaya tidak ada perbedaan yaitu dengan diameter awal 2 – 8 mm setelah dipelihara 40 – 60 hari mencapai 10 mm. Menurut Moll dan Deikman 1995, bahwa rumput laut yang dipelihara dengan pH dan salinitas yang berbeda dapat tumbuh mencapai 600 – 900 gramm2 dengan berat awal 2 – 3 gram. Selanjutnya Neori, et al. 2000 melaporkan bahwa rumput laut Ulva lactuca dapat tumbuh dengan cepat pada suhu rata-rata 18,1°C musim dingin dan 31,2°C musim panas, salinitas 41 ppt, pH 8,5 -8,9 dan DO 8,9 – 9.07 mgl dengan rata-rata berat 233 gram berat basahhari atau 78 kgtahun. Sedangkan rumput laut Gracilaria converta lebih rendah yaitu 14 kgtahun. Westermeier, et al. 1993 melaporkan bahwa produksi biomass rumput laut Gracilaria chilensis berkisar antara 0,6 – 1,2 kgmusim pada musim dingin Juli dan September, dan produksi biomass turun dari 0,6 kgmusim menjadi 0,2 kgmusim pada musim semi. Menurut Matos, et al. 2006 bahwa rumput laut yang dipelihara pada suhu 17°C dan 21°C, pH 8.46, DO 8 – 10 mgl dan salinitas 33 ppt dapat mencapai pertumbuhan maksimum 11,5 gram berat kering hari. Kandungan Karaginan Rumput Laut Karaginan merupakan polisakarida yang berasal dari hasil ekstraksi alga. Karaginan terdiri dari iota karaginan dan cappa karaginan yang kandungannya sangat bervariasi tergantung musim, spesies, dan habitat Percival, 1968. Menurut WHO 1999, karaginan adalah suatu polisakarida linier dengan berat molekul di atas 100 kDa. Karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut dan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut Hellebust dan Cragie, 1978; Levring, et al. 1969 dalam Fritsch, 1986. Karaginan rumput laut diperoleh dari hasil bobot kering rumput laut yang diekstrasi dengan metode sederhana skala rumah tangga berkisar antara 54,0 – 72,8 Tabel 7. Tabel 7 . Kandungan karaginan beberapa rumput laut jenis Euchema yang dinyatakan dalam persen No. Jenis Kandungan karaginan Lokasi 1. Euchema spinosum 72,8 Tanzania 2. Euchema striatum 69,0 Tanzania 3. Euchema platycladum 85,0 Tanzania 4. Euchema okamurai 58,0 Tanzania 5. Euchema spinosum 54,0 Tanzania 6. Euchema spinosum 65,7-67,5 Indonesia 7. Euchema cottonii 61,5 Indonesia Sumber: Gliksman 1983 Menurut Kadi dan Atmaja 1987, bahwa kandungan karaginan dalam rumput laut sangat ditentukan oleh jenisnya, iklim serta lokasi budidaya. Sedangkan kandungan senyawa di dalam rumput laut sangat dipengaruhi oleh musim, habitat dan umur tanaman. Selanjutnya Chen et al. 1973, kandungan karaginan sangat dipengaruhi kondisi setempat lokasi budidaya. Menurut Papalia 1997 dalam Anonymous 2008, bahwa ketersediaan unsur hara erat kaitannya dengan pembentukan karaginan pada dinding sel rumput laut. Selanjutnya Mayunar 1989 dalam Anonymous 2008, bahwa kualitas dan kuantitas cahaya matahari dalam perairan dapat menambah pigmen fitoentrim pada rumput laut sehingga dapat meningkatkan kandungan karaginan rumput laut. Aplikasi SIG dalam Penataan Ruang Pesisir untuk Budidaya Sistem Informasi Geografi SIG adalah suatu sistem komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan, pengambilan, analisis data, dan tampilan data geografi yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan Esri, 1990; Burrough, 1986; Burrough dan McDonnel, 1998. Dengan menggunakan SIG kita dengan mudah dan cepat dapat melakukan analisis keruangan spasial analysis dan pemantauan terhadap perubahan lingkungan wilayah pesisir Gunawan, 1998. Menurut Maguire 1991, bahwa teknologi SIG dikembangkan dan diintegrasi dari beberapa konsep dan teknik seperti Geografi, Statistika, Kartografi, Ilmu Komputer, Biologi, Matematika, Ekonomi dan Ilmu Geologi. Beberapa penelitian budidaya laut yang melakukan pendekatan SIG untuk analisa daya dukung lingkungan perairan antara lain : Ross et al. 1993; Ismail, et al. 1996; Ismail, et al. 1998; Tarunamulia et al. 2001; Radiartha, et al. 2003. Menurut Ross, et al. 1993, bahwa faktor utama yang diperlukan untuk menentukan kelayakan budidaya ikan salmon dalam KJA di laut antara lain : kedalaman, kecepatan arus, salinitas, temperatur dan oksigen terlarut. Hasil analisa SIG diperoleh luasan lokasi yang cocok untuk KJA di teluk Camas Bruaich Ruaidhe di wilayah Scotlandia sebesar 1,26 ha yang terletak di kawasan tengah bagian selatan teluk. Menurut Ismail, et al. 1996, bahwa pemilihan lokasi untuk KJA reservat didasarkan atas kriteria yang telah ditentukan baik teknis kondisi perairan dan padang lamun maupun non teknis mudah tidaknya memperoleh induk, keamanan, lingkungan, tenaga kerja, dll. Hasil analisa SIG ternyata perairan Tanjung Duku Dompak Kepulauan Riau memperoleh skor yang paling tinggi 4,57. Selanjutnya Ismail, et al. 1998 menyatakan bahwa penempatan panti benih terapung ikan karang dilakukan atas dasar parameter teknis dan non teknis meliputi kualitas air, kesuburan air, ekosistem, ketersediaan induk dan kemudahan mencapai lokasi, bahan KJA, tenaga kerja, keamanan, sarana, masyarakat dan pasar. Hasil yang diperoleh bahwa perairan selatan Pulau Bintan memiliki lokasi yang lebih baik daripada perairan kepulauan Karimun Jawa dan memiliki skor paling tinggi yaitu 512,5. Hasil analisa SIG diperoleh lokasi seluas 1.576 ha yang ideal untuk pengembangan budidaya laut di teluk Ekas, Tarunamulia, et al. 2001 melaporkan bahwa faktor resiko, oseanografi dan kemudahan menjadi acuan secara umum untuk mendukung usaha budidaya dalam KJA di teluk Pare-pare. Hasil perhitungan dengan menggunakan GIS, dari luas teluk 3.000 ha, diperoleh 2.185,67 ha tergolong layak dan 783,45 ha tergolong layak sedang. Menurut Radiarta, et al. 2003 bahwa penentuan lokasi untuk budidaya laut berdasarkan penggabungan beberapa faktor internal kualitas perairan dengan SIG serta memperhatikan faktor eksternal penduduk, jalan, dll. Penataan Ruang dan Zonasi Kawasan Pesisir Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 yang telah diperbaharui dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang disebutkan bahwa ruang didefinisikan sebagai wadah kehidupan yang meliputi ruang darat, laut dan udara termasuk di dalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya sebagai satu kesatuan kawasan tempat manusia dengan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan demi memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional, ruang wilayah Propinsi, ruang wilayah Kabupaten, dan ruang wilayah tertentu yang mencakup perkotaan dan pedesaan, yang menunjukan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Selama ini, rencana tata ruang yang disusun dan digunakan lebih berorientasi pada wilayah daratan dan belum banyak memperhatikan wilayah pesisir dan laut seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Tata Ruang sebagaimana yang tersebut di atas, padahal perencanaan penataan ruang wilayah pesisir dan laut itu sendiri tidak dapat dipisah-pisahkan dari produk Rencana Tata ruang Wilayah Nasional, Propinsi dan KabupatenKota. Seiring diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi perubahan paradigma pembangunan dari pendekatan sektoral ke arah pendekatan wilayah. Pembangunan dengan pendekatan sektoral yang selama ini dilakukan kurang memperhatikan segi spasial sehingga sering terjadi konflik kepentingan antara stakeholders dalam pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam yang tersedia di wilayah tersebut. Untuk itu diharapkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini maka pembangunan sektoral dengan pola vertikal-sentralistik dapat bergeser dari pembangunan wilayah dengan pola koordinatif-desentralistik, upaya koodinasi pembangunan dapat dilakukan antara lain dengan berpedoman pada Rencana Tata Ruang. Untuk itu penataan ruang wilayah pesisir juga sangat diperlukan dalam optimalisasi pemanfaatan ruang. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang dinamis tetapi juga sangat rawan. Dinamis karena wilayah ini merupakan pertemuan antara ekosistem darat dan ekosistem laut dimana mengandung berbagai sumberdaya yang cukup potensial baik hayati, non hayati maupun jasa- jasa lingkungan. Rawan karena wilayah pesisir berpotensi besar terhadap perubahan dan tekanan akibat interaksi manusia dengan berbagai ekosistem yang ada. Perkembangan pembangunan di suatu wilayah pesisir melalui berbagai aktivitas seperti pemukiman, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, perhubungan dan lain-lain telah membawa kecenderungan menurunnya atau bahkan rusaknya kondisi biofisik di wilayah pesisir tersebut. Keadaan ini berdampak pada berbagai masalah lingkungan seperti erosi, sedimentasi, polusi atau pencemaran. Pemanfaatan ruang pesisir yang tidak terencana akan berakibat buruk, selain dalam penggunaan lahan itu sendiri juga pada perairan yang merupakan habitat berbagai biota laut. Berbeda dengan wilayah daratan, paradigma yang dikembangkan di wilayah pesisir bersifat lebih kompleks karena disamping tempat bermuaranya segala kegiatan, wilayah pesisir juga merupakan tempat bertemunya berbagai macam ekosistem, oleh karenanya dalam penataan ruang pesisir perlu diupayakan cara atau metode yang tidak hanya sekedar mengadopsi tata ruang daratan, tetapi perlu dikembangkan suatu rencana kelola dengan pendekatan keruangan yang bisa mengakomodir kepentingan berbagai stakeholders. Harapan ini akan lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan jika kita dapat menempatkan pola pemanfaatan ruang dan arahan pengembangan berdasarkan analisis kesesuaian lahan Dahuri, et al . 1997. Zonasi wilayah pesisir dan laut adalah pengalokasian pesisir dan laut ke dalam zona-zona yang sesuai dengan maksud dan keinginan pemanfaatan setiap zona. Rencana ini menerangkan nama zona yang terseleksi dan kondisi zona yang dapat ditetapkan peruntukannya bagi setiap kegiatan pembangunan yang didasarkan pada persyaratan-persyaratan pembangunan. Suatu zona adalah suatu kawasan yang memiliki kesamaan karakteristik fisik, biologi, ekologi dan ekonomi dan ditentukan oleh kriteria terpilih Ditjen Bangda Depdagri, 1998. Penyusunan zonasi ini dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan spasial, yaitu bahwa dalam suatu pesisir dan lautan hendaknya tidak seluruhnya diperuntukan bagi kawasan pembangunan, namun juga menyediakan lahan bagi zona preservasi dan konservasi. Zona preservasi adalah zona dimana tidak dibenarkan adanya suatu kegiatan yang bersifat ekstraksi kecuali untuk kegiatan penelitian. Zona konservasi adalah suatu zona yang masih dimungkinkan adanya pembangunan namun dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah berkelanjutan Odum, 1989. Kawasan budidaya adalah kawasan yang telah ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Bagian dari suatu wilayah tersebut memiliki fungsi budidaya dengan telah dipertimbangkan daya dukung lingkungan Sugandhy, 1999. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat KSB yang mempunyai potensi sumber daya pesisir seperti: Pesisir Kecamatan Poto Tano, Taliwang, Jereweh, dan Sekongkang. Untuk wilayah yang telah memiliki usaha budidaya rumput laut yaitu seperti Poto Tano dan Taliwang Gambar 3, penelitian dilakukan untuk mengetahui optimalisasi pemanfaatan lahan. Sedang untuk Jereweh dan Sekongkang untuk meneliti peruntukan wilayah pesisir laut yang sesuai untuk pengembangan kawasan budidaya rumput laut. Pengambilan data dilakukan di empat wilayah perairan kecamatan pesisir, dengan masing-masing dua hingga tiga titik pengambilan sampel. Direncanakan, dengan jarak ±0,5 sampai 1 km dari garis pantai ke arah laut, atau batas kedalaman yang masih memungkinkan untuk pengembangan budidaya rumput laut. Penelitian lapangan untuk pengumpulan data primer dan sekunder sudah dilakukan selama 3 tiga bulan yaitu pada bulan September hingga Oktober 2011. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survei ground check yang dirancang berdasarkan GIS Geografic Information System. Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan teknik purposive sampling . Menurut Hadi 2005, bahwa penentuan titik pengambilan sampel air muara atau air laut pada kedalaman tertentu didasarkan pada perbedaan suhu dan salinitas. Untuk daerah pantai atau pelabuhan dengan kedalaman kurang dari 5 meter, titik pengambilannya adalah pada satu meter di bawah permukaan, bagian tengah, dan 0,5 meter di atas dasar laut Hutagalung, 1997. Selain itu, penentuan lokasi atau stasiun penelitian juga memperhatikan faktor keterlindungan dengan melihat keberadaan teluk atau pulau-pulau kecil yang berada di depan daratan besar. Faktor keterlindungan akan mempengaruhi besaran gelombang dan kecepatan arus yang sesuai untuk budidaya rumput laut. Pengambilan sampel kualitas air dilakukan pada pukul 08.00 – 17.00 WITA. Pengamatan parameter fisika, kimia dan biologi pada penelitian meliputi DO, pH, nitrat, fosfat, COD, Logam Berat, suhu, kedalaman, kecerahan, salinitas, arus dan hama penyakit. Untuk mengetahui produksi rumput laut dan kandungan karaginan dilakukan proses wawancara dan studi literatur. Gambar 3. Lokasi Penelitian Teknik Pengumpulan Data Data Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Data primer dikumpulkan secara langsung di lapangan pada setiap stasiun. Parameter yang diamatidiukur meliputi parameter fisika, kimia dan biologi. Secara rinci parameter yang diamatidiukur disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Parameter fisika, kimia dan biologi yang diamati selama penelitian No Parameter Alat Pengukuran Frekwensi Kali Keterangan 1. Fisika Kecerahan Suhu Kecepatan Arus Kedalaman Secchi disk Termometer Kit current meter dan stopwatch Tali penduga dan meteran 3 3 3 3 Insitu Insitu Insitu Insitu 2. Kimia Salinitas pH Fosfat Nitrat DO COD Logam berat Refraktometer pH meter Spektrofotometri Spektrofotometri DO meter Spektrofotometri Spektrofotometri 3 3 3 3 3 3 3 Insitu Insitu Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium 3. Biologi Hama Pengganggu Visual dan Wawancara - Frekuensi : Satu kali pengambilan A. Parameter Fisika Parameter fisika yang diamati meliputi : Kecerahan m, alat yang digunakan untuk mengukur kecerahan adalah secci disk, alat ini diturunkan sampai kedalaman tertentu kemudian diukur kecerahannya sampai dengan batas penglihatan. Suhu permukaan °C, alat yang digunakan adalah termometer dengan dicelupkan sampai kedalaman ± 30 cm. Kecepatan arus mdetik, alat yang digunakan adalah current meter dan stopwatch. Cara pengukurannya dengan menurunkan alat tersebut ke dalam air sampai pada kedalaman tertentu atau ± 30 cm dari permukaan air. Untuk mendapatkan nilai kecepatan arus maka dihitung sampai sejauhmana alat tersebut dibawa oleh arus. Standar yang digunakan adalah tali yang diikatkan pada current meter. Apabila current meter tersebut berpindah atau dibawa oleh arus, maka tali itu akan renggang, sehingga dengan demikian dapat ketahui bahwa current meter tersebut sudah berpindah sepanjang tali yang telah ditentukan. Misalnya panjang tali 5 meter, memerlukan waktu beberapa menit berpindah dari tempat semula. Dari uraian tersebut dapat diperjelas dengan rumus V = LS dimana V = kecepatan arus ms, L = jarak tempuh m, dan S = waktu detik. Selanjutnya untuk kedalaman perairan m diukur dengan menggunakan alat meteran dan tali penduga. Secara keseluruhan pengamatan parameter fisika perairan dilakukan secara langsung di lapangan. B. Parameter Kimia Pengambilan contoh air untuk mengukur parameter kimia dilakukan pada minggu kedua, keempat dan keenam. Contoh air diambil dengan menggunakan kemmerer water sampler, secara vertikal yaitu permukaan ± 30 cm dari atas permukaan, pertengahan ± 1.5 m atau tergantung kedalaman air dan dasar ± 30 cm dari dasar. Beberapa parameter kimia meliputi : salinitas ppt, alat yang digunakan adalah refraktometer dengan mengambil contoh air permukaan lalu diukur salinitasnya; pH diukur langsung ke lapangan dengan mencelupkan kertas pH indikator ke dalam air lalu dibandingkan warna yang ada di tabel; kelarutan oksigen DO diukur secara langsung di lapangan dengan cara titrasi metode winkler. Sedangkan fosfat, nitrat, COD, dan logam berat, contoh air diambil langsung pada setiap stasiun pengamatan dengan menggunakan kemmerer water sampler kemudian disimpan dalam botol sampel setelah terlebih dahulu dilakukan pengawetan dengan asam sulfat H 2 SO4 kemudian disimpan dalam box yang berisi es. Selanjutnya dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan MSP-IPB Bogor. C. Parameter Biologi Untuk hama pengganggu, pengamatan dilakukan dengan metode visual sensus dan wawancara langsung dengan nelayan. Pengamatan secara visual yaitu pengamatan untuk mengetahui jumlah hama pengganggu baik yang menempel langsung ke thallus rumput laut maupun yang berada di dasar perairan. Metode pengamatan yang digunakan adalah metode sensus yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada thallus rumput laut dan snorkling di sekitar area budidaya rumput laut. Untuk mengelilingi area tersebut dengan menggunakan sampan supaya memudahkan mengamati hama yang menempel pada thallus rumput laut. Sedangkan untuk mengamati hama yang ada di dasar perairan dengan melakukan snorkling di permukaan air. Metode pengamatan sensus ini diawali dengan pemasangan garis transek dengan ukuran 50 m dengan menarik garis lurus ke depan dengan perkiraan jarak pandang pada waktu snorkling ke arah kanan 2,5 m dan ke arah kiri 2,5 m sehingga keseluruhan 5 m English, et al, 1994. Luasan area budidaya rumput laut dalam satu stasiun pengamatan seluas 1.000 m 2 10 tali. Dalam pengamatan satu tali membutuhkan waktu 30 menit dan untuk 10 tali membutuhkan waktu 300 menit atau 5 jampetak stasiun pengamatan. Selama pengamatan berlangsung, direncanakan, akan dicatat apa yang diamati meliputi bulu babi Tripneustes dan teripang yang menempel pada thallus rumput laut. Serta jenis ikan seperti ikan beronang Siganus spp., ikan kerapu Epinephelus sp., avertebrata air seperti bintang laut Protoneustes nodosus , dan penyu hijau Chelonia midas digunakan metode snorkling yaitu pengamatan secara visual di permukaan air sambil berenang lurus ke depan sampai sejauh 50 m. Untuk membantu penglihatan di dalam air maka digunakan masker dan alat bantu pernapasan. Produksi Untuk menghitung produksi rumput laut, maka dilakukan pengambilan sampel rumput laut yang dibudidayakan oleh nelayan. Budidaya rumput laut biasanya dilakukan dengan menggunakan tali. Ada 2 dua jenis tali untuk budidaya rumput laut yaitu tali induk dan tali ris. Tali induk adalah tali utama tempat tali ris diikatkan. Sedangkan tali ris adalah tali dimana rumput laut diikatkan. Lebar ke samping tali induk atau tali untuk mengikatkan tali ris 20 m, panjang tali ris tali untuk mengikatkan rumput laut 50 m, jarak antara tali ris tali tempat rumput laut diikatkan ± 2 m, dan jarak tanam antar rumpun ± 25 cm. Satu unit budidaya biasanya terdiri dari 10 sepuluh tali ris. Satu nelayan biasanya memiliki 5 – 10 unit budidaya dan lama pemeliharaan biasanya 40 – 42 hari. Satu unit budidaya akan menggunakan lahan seluas 1000 m 2 atau satu unit budidaya terdiri dari 2000 rumpun 1000 m 2 Gambar 4. Gambar 4 . Metode Budidaya Long Line Data yang diambil untuk menghitung produksi rumput laut diambil dengan cara ditimbang berat rumput laut saat awal budidaya dan pada saat panen. Pemeliharaan rumput laut dilakukan oleh nelayan petani. Satu unit budidaya terdiri dari 10 tali ris. Jarak antara tali ris dengan tali ris yang lain ± 2 m. Jadi secara keseluruhan banyaknya ikatan rumput laut 200 rumpuntali ris atau 2.000 rumpun1.000 m 2 . Dalam satu stasiun, pengambilan sampel hanya diwakili oleh satu nelayan dan diambil 10 sepuluh tali ris dan dari masing-masing tali ris diambil untuk ditimbang secara keseluruhan. Untuk menghitung produksi rumput laut maka rumput laut tersebut terlebih dahulu ditimbang dalam keadaan basah sebelum dibudidayakan sebagai berat awal B0. Berat awal B0 adalah berat rumput laut sebelum dibudidayakan. Setelah ditimbang rumput laut tersebut diikatkan pada tali ris, dan tali ris tali pemeliharaan tersebut diikatkan pada tali induk. Untuk menjaga kemungkinan kematian atau rusak pada rumput laut yang telah diikatkan sebagai sampel maka dipersiapkan 1 satu tali ris sebagai pengganti yang sebelumnya juga sudah ditimbang yang ditempatkan pada lokasi yang berdekatan. Hal ini dimaksudkan supaya memudahkan dalam pengukuran berat panen. Sebelum ditimbang, rumput laut terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan air laut supaya bersih dari kotoran dan biota penempel lainnya. Untuk mendapatkan nilai produksiha maka dilakukan perhitungan sebagai berikut : Berat panen total Bp tali ris dibagi dengan luas panen budidaya atau dapat digambarkan sebagai berikut: Keterangan : P = Produksi total kgha Bp = Berat panen kg Lp = Luas panen ha Pengumpulan data sekunder Data sekunder antara lain diperoleh dari hasil-hasil penelitian, literatur- literatur penunjang dan peta-peta yang berhubungan dengan lokasi penelitian. Analisa Data Analisis Kualitas Perairan dan Identifikasi Jenis Rumput Laut Analisis kualitas air dilakukan secara deskriptif terhadap hasil pengukuran yang diperoleh di lapang dengan membandingkan dengan baku mutu kualitas air yang dikeluarkan oleh KLH untuk kepentingan budidaya atau standar kriteria, batasan yang digunakan oleh para pakar yang berkecimpung dalam bidang budidaya rumput laut. Identifikasi jenis rumput laut dilakukan dengan melihat dan membandingkan sampel rumput laut yang diperoleh di lokasi dengan situs elektronik www.algaebase.org. Analisis Kesesuaian Lokasi Budidaya Rumput Laut Tahap awal dari analisis kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut meliputi penyusunan matrik kesesuaian yang merupakan dasar untuk analisa keruangan. Matrik ini disusun melalui studi pustaka sehingga sapat diketahui parameter-parameter lingkungan yang menjadi syarat untuk kegiatan budidaya rumput laut. Kriteria yang digunakan dalam penyusunan matrik untuk menentukan kelayakan lokasi budidaya rumput laut mengacu pada kriteria yang telah disusun oleh KLH 1988 dan 2004, Aslan 1988 serta kriteria lain yang relevan. Secara umum terdapat empat tahapan analisis yang akan dilakukan, yaitu; 1 penyusunan peta kawasan, 2 penyusunan matrik kesesuaian, 3 pembobotan dan pengharkatan, dan 4 melakukan analisis spasial untuk kesesuaian budidaya rumput laut. A. Penyusunan peta kawasan Penggunaan kawasan mengacu pada kenyataan bagaimana kawasan tersebut digunakan. Penentuan kategori penggunaan kawasan didasarkan pada jenis penggunaan yang dominan pada kawasan tersebut. Jenis-jenis kegiatan yang memiliki kesamaan karakteristik digolongkan ke dalam satu kategori dan dapat diperhitungkan sebagai satu jenis dalam dominannya. Penyusunan peta kawasan dilakukan dengan Sistem Informasi Geografi GIS, yaitu dengan melakukan query terhadap data SIG dengan menggunakan prinsip-prinsip kawasan sehingga informasi spasialnya dapat diketahui :  Kawasan mana saja yang tersedia bagi kegiatan budidaya rumput laut, dan kawasan mana saja yang dijadikan sebgai kawasan lindung.  Hasil penyusunan peta kawasan yang sesuai dengan peruntukannya dapat saja berbeda dengan penggunaan kawasan pada saat sekarang. B. Penyusunan matrik kesesuaian Matrik kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut berdasarkan hasil studi pustaka. Matrik ini sangat penting untuk disusun, mengingat dari matrik tersebut akan dapat diketahui data dari berbagai parameter dan cara analisisnya. Kategori kesesuaian pada matrik ini menggambarkan tingkat kesesuaian lokasi untuk pengembangan budidaya rumput laut. Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian dibagi kedalam 3 tiga kategori yang didefinisikan sebagai berikut : Kategori S1 : Sangat Sesuai highly suitable Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan tingkatan perlakuan yang diberikan. Kategori S2 : Sesuai suitable Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukantingkat perlakuan yang diperlukan. Kategori N : Tidak Sesuai Not Suitable Daerah ini mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut. C. Pembobotan dan pengharkatan Pembobotan pada setiap faktor pembatasparameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lokasi. Nilai bobot ßi diperoleh dari hasil parameter utama pertumbuhan rumput laut hasil pengukuran di Kabupaten Sumbawa Barat yang dianalisa melalui kajian literatur yang berkaitan dengan parameter yang sering digunakan oleh para ahli budidaya. Untuk setiap parameter dikelompokkan ke dalam 3 tiga kelas yaitu sangat sesuai S1 diberi skor kelas 3 atau 30, sesuai S2 diberi skor kelas 2 atau 20, dan tidak sesuai N diberi skor kelas 1 atau 10. Untuk menyimpulkan tingkat kesesuaian lokasi stasiun maka dilakukan penjumlahan nilai akhir seluruh parameter pada stasiun yang bersangkutan Y = Σ Nilai Bobot dikali Skor. Untuk mendapatkan nilai selang kelas X, maka nilai S1 ditambah S2 dibagi dua, nilai S2 ditambah N dibagi dua. Dengan demikian untuk kategori kesesuaian lokasi budidaya rumput laut berada pada kisaran sebagai berikut: Kategori Sangat Sesuai S1, Kategori Sesuai S2 dan Kategori Tidak sesuai N. D. Analisis Spasial Analisis spasial dilakukan untuk kesesuaian lokasi budidaya rumput laut. Basis data dibentuk dari data spasial dan data atribut, kemudian dibuat dalam bentuk layers atau coverage dimana menghasilkan peta-peta tematik dalam format digital sesuai kebutuhanparameter masing-masing jenis kesesuaian lokasi. Setelah basis data terbentuk, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun overlay terhadap parameter yang berbentuk polygon. Proses overlay dilakukan dengan cara menggabungkan union masing-masing layers untuk tiap jenis kesesuaian lokasi. Penilaian terhadap kelas kesesuaian dilakukan dengan melihat nilai Indeks Overlay dari masing-masing jenis kesesuaian lokasi tersebut. Pengolahan data SIG dilakukan dengan menggunakan ArcView GIS Version 3.3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Sumbawa Barat Kabupaten Sumbawa Barat merupakan kabupaten yang baru terbentuk resmi dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2003 dan merupakan salah satu kabupaten di propinsi NTB yang terletak pada 116 42’ – 117 20’ Bujur Timur BT dan 8 8’ – 9 7’ Lintang Selatan LS dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kabupaten Sumbawa 2. Sebelah Timur : Kabupaten Sumbawa 3. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia 4. Sebelah Utara : Selat Alas Kabupaten Sumbawa Barat merupakan salah satu daerah dari sembilan kabupatenkota yang berada pada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak di ujung barat Pulau Sumbawa pada posisi 116 o 42’ sampai dengan 117 o 05’ Bujur Timur dan 08 o 08 sampai dengan 09 o 07’ Lintang Selatan, secara geografis wilayah Kabupaten Sumbawa Barat sebelah timur dan utara berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa. Adapun wilayah barat dan selatan masing-masing berbatasan dengan Selat Alas dan Samudera Indonesia Keadaan Topografi wilayah Kabupaten Sumbawa Barat cukup beragam, mulai dari datar, bergelombang curam sampai sangat curam dengan ketinggian berkisar antara 0 hingga 1.730 mdpl, meliputi wilayah dataran seluas 21.822 hektar 11,80, bergelombang seluas 16.369 hektar 8,83, curam seluas 53,609 hektar 28,99, dan sangat curam seluas 93.102 hektar 50,35 ketinggian untuk kota-kota kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat berkisar antara 10 sampai 650 mdpl. Topografi wilayah datar sebagian besar digunakan untuk kegiatan pertanian dan lokasi permukiman, sedang topografi semakin curam merupakan kawasan hutan berfungsi sebagai pelindung kawasan sekitar yang lebih rendah. Lahan produktif, terutama untuk pertanian menjadi relatif sedikit karena tingginya persentase luas tanah yang terkategori curam. Perairan laut di wilayah KSB yang utama adalah Selat Alas dengan beberapa teluk kecil diantaranya Teluk Taliwang, Teluk Balat, Teluk Maluk, Teluk Tawar. Perairan Selat Alas menghubungkan dua wilayah perairan yang mempunyai karateristik yang berbeda, yaitu Laut Flores di bagian utara dan Samudera Hindia di bagian Selatan. Selat Alas mempunyai arti penting karena peranannya dalam proses Arus Lintas Indonesia ARLINDO, sehingga merupakan wilayah perairan dengan potensi perikanan yang cukup besar. Kabupaten Sumbawa Barat merupakan wilayah yang beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan berlangsung dari bulan November sampai Maret 5 bulan, sedang musim kemarau dari bulan April sampai Oktober 7 bulan. Total hari hujan tahun 2004 sebanyak 95 hari dengan rata-rata perbulan 7,92 hari, sedang total curah hujan sebesar 2.156 mm atau rata-rata per bulan 179,66 mm. Disamping hujan, sumber air di Kabupaten Sumbawa Barat berupa sungai, mata air, danau dan waduk. Sebagian besar sungai mempunyai Daerah Tangkapan Sungai DPS yang kecil dan mengering pada musim kemarau, untuk mengatasi kekurangan air dan ketergantungan pertanian terhadap musim penghujan telah dibangun sejumlah bendungan atas partisipasi perusahaan swasta yang beroperasi di sekitar daerah tersebut. Secara administratif, Wilayah daratan Kabupaten Sumbawa Barat dalam perkembangannya sampai dengan tahun 2008, telah dimekarkan menjadi 8 delapan Kecamatan, yakni Kecamatan Poto Tano dengan Luas 15,888 Ha yang terdiri dari 6 desadesa persiapan, Kecamatan Seteluk dengan luas wilayah 23.621 Ha yang terdiri dari 7 desa, Kecamatan Brang Rea dengan Luas mencapai 21.207 Ha yang terdiri dari 4 desa, Kemudian Kecamatan Brang Ene dengan luas wilayah 14.090 Ha yang terdiri dari 5 desa, Kecamatan Taliwang sebagai Ibu Kota Kabupaten memiliki luas wilayah 37.593 Ha yang terdiri dari 6 Kelurahan dan 7 desa, selanjutnya Kecamatan Jereweh memiliki luas 26.019 Ha yang terdiri dari 4 desa, Kecamatan Maluk dengan luas wilayah 9.242 Ha yang terdiri dari 5 desa dan Kecamatan Sekongkang yang terletak di ujung Selatan Kab. Sumbawa Barat memiliki luas wilayah 37.242 Ha terdiri dari 6 desa. Tabel 12. Data Kecamatan dan Luas Wilayah di Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008 No Kecamatan Status Pemerintahan Luas Wilayah Km 2 Persentase ∑ Dusun ∑ Kelurahan 1. Poto Tano 17 6 15.888 8,59 2. Seteluk 23 7 23.621 12,77 3. Taliwang 2523 13 37.593 20,33 4. Brang Ene 15 5 14.090 7,62 5. Brang Rea 16 4 21.207 11,47 6. Jereweh 12 4 26.019 14,07 7. Maluk 17 5 9.242 4,99 8. Sekongkang 18 6 37.242 20,14 Luas Wilayah KSB Sumber: Dinas Kehutanan Perkebunan dan Pertanian Kabupaten Sumbawa Barat dalam Sumbawa Barat dalam Angka 2010 Kondisi Demografi Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas tahun 2008, jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa Barat tercatat 99.056 jiwa. Jumlah penduduk laki laki lebih besar dibandingkan jumlah penduduk perempuan, ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin sebesar 93,30. Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat belum menyebar secara merata. Umumnya, penduduk banyak terkonsentrasi di Kecamatan Taliwang dengan tingkat kepadatan 98,73 orang setiap kilometer persegi. Pada tahun 2008 secara rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sumbawa Barat tercatat sebesar 53,57 jiwa setiap kilometer persegi. Menurut Badan Pusat Statistik BPS, penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas, dan dibedakan sebagai angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk tiap tahun akan berpengaruh terhadap pertumbuhan angkatan kerja. Pada tahun 2008, Kabupeten Sumbawa Barat memiliki angkatan kerja mencapai 44.501 orang, dengan tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk sebesar 64,38. Sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak dengan 17.543 pekerja. Kondisi demografi Kabupaten Sumbawa Barat ditunjukkan oleh jumlah dan kondisi penduduk yang tinggal di wilayah ini. Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat terdiri dari beberapa suku yaitu suku asli yaitu Suku Samawa dan pendatang diantaranya dari Suku Bugis, Bajo, Mandar, Selayar, Sasak Lombok serta Jawa. Pada tahun 2008, jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa Barat sebanyak 99.056 jiwa, dimana penduduk terbanyak berada di Kecamatan Taliwang 37.117 jiwa, diikuti Seteluk 14.319 jiwa, Brang Rea 11.092 jiwa, Maluk 9.778 jiwa, Poto Tano 7.993 jiwa, Sekongkang 7.072 jiwa, Jereweh 6.926 jiwa dan Brang Ene 4.759 jiwa. Pada Tabel 14 digambarkan data agregat jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin per kecamatan. Pada Tabel juga digambarkan bagaimana laju pertumbuhan penduduk per tahun berdasarkan hasil SUSENAS 2008 dan tahun sebelumnya. Tabel 13. Jumlah Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat per Kecamatan No Kecamatan Rumah Tangga Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Rasio 1 Sekongkang 1.673 3.719 3.353 7.072 110.92 2 Jereweh 1.787 3.438 3.488 6.926 98.57 3 Maluk 2.741 5.288 4.490 9.778 117.77 4 Taliwang 0.203 19.243 17.874 37.117 107.66 5 Brang Ene 1.267 2.513 2.246 4.759 111.89 6 Brang Rea 2.946 5.628 5.464 11.092 103.00 7 Seteluk 3.806 7.332 6.987 14.319 104.48 8 Poto Tano 1.989 4.084 3.909 7.993 104.48 Jumlah 26.412 51.245 47.811 99.056 107.18 Sumber: Sumbawa Barat dalam Angka 2010 Tabel 14. Data Aggregat Kependudukan Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008 No. Kecamatan Rumah Tangga Laki-laki Perempuan Jumlah Total Sex Rasio 1. Sekongkang 1.673 3.719 3.353 7.072 110,92 2. Jereweh 1.787 3.438 3.488 6.926 98,57 3. Maluk 2.741 5.288 4.490 9.778 117,77 4. Taliwang 10.203 19.243 17.874 37.117 107,66 5. Brang Ene 1.267 2.513 2.246 4.759 111,89 6. Brang Rea 2.946 5.628 5.464 11.092 103,00 7. Seteluk 3.806 7.332 6.987 14.319 104,48 8. Poto Tano 1.989 4.084 3.909 7.993 104,48 Total 26.412 51.245 47.811 99.056 107,18 Sumber: Sumbawa Barat dalam Angka 2010 Komposisi penduduk Kabupaten Sumbawa Barat lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dengan sex ratio 107,18, artinya bahwa untuk setiap 100 penduduk perempuan, maka ada 107 penduduk laki-laki. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sumbawa Barat cukup tinggi, yaitu pada tahun 2008 sekitar 2,11 per tahun. Laju pertumbuhan ini tidak hanya karena naiknya angka kelahiran, melainkan adanya arus migrasi masuk ke wilayah ini karena dibukanya sektor pertambangan PT. NNT dan adanya aktivitas tambang rakyat. Tersedianya sarana transportasi, berupa kapal laut, pesawat udara, perbaikan infrastruktur jalan raya untuk angkutan darat telah meningkatkan arus migrasi penduduk ke Kabupaten Sumbawa Barat. Tabel 15. Perkembangan Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 1971-2008 Tahun Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun 1971 50.456 - 1980 59.551 1,86 1990 67.400 1,25 2000 83.698 2,19 2005 91.882 1,88 2006 95.837 4,3 2007 97.013 1,23 2008 99.056 2,11 Sumber: Sumbawa Barat dalam Angka 2010 Terkait dengan tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Sumbawa Barat, dapat dikatakan rata-rata penduduk tingkat pendidikan sudah cukup baik lulus SLTP-SMU. Berdasarkan data BPS Kabupaten Sumbawa Barat, pada tahun 2009 penduduk yang berumur 15 tahun keatas sebanyak 6.149 jiwa berpendidikan SLTP 15,02 dan 9.801 jiwa berpendidikan SMU 23.94. Jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa Barat lulusan pendidikan tinggi diploma dan sarjana juga cukup banyak, yaitu 2.841 atau 6,94 dari total penduduk berusia 15 tahun keatas. Jenis mata pencaharian penduduk Kabupaten Sumbawa Barat cukup beragam, baik di sektor pertanian secara luas, jasa-jasa kemasyarakatan, rumah makan dan perhotelan, pertambangan sedangkan sektor industri pengolahan pabrik tidak cukup berkembang di wilayah ini. Penduduk yang bermata pencaharian dari sektor pertanian, khususnya perikanan di wilayah pesisir banyak dilakukan oleh Suku Bugis, Bajo, Selayar, dan Mandar yang berasal dari sulawesi adapun masyarakat asli dan sebagian dari Suku sasak berkerja di sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, budidaya perairan tawar. Masyarakat pendatang dari Jawa biasanya lebih banyak berprofesi sebagai pedagang atau bekerja di sektor pertambangan serta sektor jasa-jasa lainnya. Kondisi Perekonomian Berdasarkan data BPS Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2007 angka PDRB yang dihasilkan sektor-sektor perekonomian di KSB menunjukkan peningkatan. Berdasarkan angka PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2007, PDRB Kabupaten Sumbawa Barat adalah sebesar Rp 12.725 triliun. Dari total PDRB tersebut sekitar 12.163 triliun 95,59 persen dihasilkan oleh sektor pertambangan dan penggalian. Sektor terbesar berikutnya adalah pertanian yang memberikan andil sekitar 1,50 persen 190,99 milyar. Sektor lainnya memiliki sharing dibawah satu persen. Dominasi sektor pertambangan dan penggalian non migas cukup besar bagi pembentukan nilai tambah di Kabupaten Sumbawa Barat. Struktur Ekonomi Berdasarkan struktur ekonomi, adanya dominasi sektor pertambangan dan penggalian khususnya sub sektor penggalian non migas cukup besar bagi pembentukan nilai tambah di Kabupaten Sumbawa Barat, pertumbuhan sektor ini berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat secara keseluruhan. Berdasarkan harga konstan 2000, pada tahun 2007 PDRB Kabupaten Sumbawa Barat mengalami pertumbuhan sebesar 2,77. Jika tidak termasuk subsektor pertambangan non migas, perekonomian Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2007 mengalami pertumbuhan sekitar 6,74 persen. Sektor bangunan mengalami pertumbuhan yang paling tinggi diantara sektor lainnya 28,82 persen diikuti sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yang mengalami peningkatan 7,66 persen. Pertumbuhan sektor-sektor tersebut tidak terlepas dari usaha pemerintah dalam hal peningkatan sarana fisik. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan dan memperbesar akses masyarakat terhadap pemanfaatan hasil pembangunan juga meningkatkan pertumbuhan sektor lainnya seperti pengangkutan, perdagangan, jasa keuangan Pertumbuhan Ekonomi Untuk melihat tingkat pertumbuhan ekonomi regional Kabupaten Sumbawa Barat dapat diketahui dengan memperhatikan PDRB dari tahun ke tahun, baik menurut harga berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan data BPS tahun 2007-2008, pada tahun 2007 besaran PDRB menurut harga berlaku di Kabupaten Sumbawa Barat secara agregat sebesar Rp 12,725 trilyun yang menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan tahun 2006 yang mencapai sebesar Rp 10,026 trilyun, sehingga terjadi kenaikan sebesar 25,34. Pertumbuhan ekonomi sebesar 25,34 tersebut sebenarnya belum mencerminkan pertumbuhan yang riilsebenarnya karena masih terpengaruh adanya faktor kenaikan harga. Sedangkan pertumbuhan ekonomi yang lebih mendekati dengan keadaan yang sebenarnya dapat dilihat pada pertumbuhan atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi riil Kabupaten Sumbawa Barat yang didekati berdasarkan harga konstan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sumbawa Barat untuk tahun 2007 mencapai 2,77, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2006 yang pertumbuhannya minus sebesar -5,13. Kondisi ini disebabkan antara lain adanya kegairahan kembali di berbagai sektor ekonomi sebagai dampak situasi politik yang semakin kondusif dan juga inovasi pemerintah daerah membuat kebijakan pelayanan sehingga secara umum pertumbuhan semua sektor yang bergerak di perekonomian Kabupaten Sumbawa Barat mengalami pertumbuhan positif. Hal ini mengindikasikan bahwa iklim usaha dan investasi di Kabupaten Sumbawa Barat semakin dipercaya kalangan dunia usaha. Kerja keras pemerintah daerah bersama dengan segenap lapisan masyarakat telah membuahkan hasil. Berdasarkan harga konstan tahun 2000, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan, yaitu sebesar 28,82, kemudian disusul oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 7,66 dan serta sektor industri yakni mencapai sebesar 4,81. Sektor yang mengalami pertumbuhan terkecil adalah sektor pertanian, yaitu minus -0,25. Dengan demikian, sektor bangunan merupakan penyumbang terbesar terhadap pembentukkan nilai PDRB Kabupaten Sumbawa Barat dan dengan pertumbuhannya yang cukup tinggi menyebabkan sektor ini berperan cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007-2008 di Kabupaten Sumbawa Barat. Rendahnya pertumbuhan sektor pertanian perlu menjadi perhatian penting dari pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat karena ketahanan pangan merupakan jaminan keberlangsungan hidup masyarakat. Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat perlu memperhatikan alokasi lahan untuk kepentingan pertanian yang juga mencakup sektor perkebunan, peternakan, perikanan. Sekaligus melakukan upaya peningkatan teknologi dan nilai tambah produk pertanian serta membuka akses pasar terhadap komoditas pertanian yang ada. PDRB Perkapita PDRB Perkapita merupakan salah satu indikator untuk melihat pendapatan per kapita suatu wilayah. Meskipun belum dapat mencerminkan tingkat pemerataan, pendapatan perkapita dapat dijadikan salah satu tolok ukur guna melihat keberhasilan pembangunan perekonomian, khususnya tingkat kemakmuran penduduk pada suatu wilayah secara makro, sehingga tidak hanya keberhasilan pembangunan dari aspek pertumbuhan perekonomian suatu wilayah saja, akan tetapi lebih jauh dapat dilihat juga tingkat besarnya PDRBpendapatan perkapita, khususnya pendapatan perkapita menurut harga berlaku. Kenaikan harga barang dan jasa serta naiknya output berbagai barang dan jasa dari beberapa sektor ekonomi telah meningkatkan pendapatan perkapita. PendapatanPDRB perkapita atas dasar harga berlaku di Kabupaten Sumbawa Barat selama ini selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 PDRB perkapita Kabupaten Sumbawa Barat mencapai sebesar Rp 101.110.942,07 lebih besar dari tahun 2008 yang sebesar Rp 134.698.182,62 atau naik sebesar 21,96. Potensi Perikanan Laut Kecamatan Taliwang merupakan sentra pengembangan tanaman pangan dan perikanan budidaya air tawar sekaligus budidaya pesisir seperti rumput laut di Kabupaten Sumbawa Barat. Dilihat dari keragaman asal masyarakatnya, kawasan ini sangat heterogen karena merupakan daerah migrasi warga dari luar Sumbawa Barat, baik dari dalam maupun luar Pulau Sumbawa. Penduduk asli juga cukup banyak yang bermukim di kecamatan ini. Penduduk pendatang di Kecamatan Taliwang terdiri dari Suku Sasak Pulau Lombok, Orang Mbojo Kabupaten Bima-Dompu, Suku Jawa serta Suku dari Sulawesi Bugis, Selayar, Bajo, Mandar yang sudah lama menetap dan mencari penghidupan dari wilayah pesisir Kabupaten Sumbawa Barat terutama di sektor perikanan tangkap dan budidaya. Perikanan Tangkap Kabupaten Sumbawa Barat KSB memiliki panjang pantai 167,8 km dengan batas kewenangan hingga 4 mil ke arah laut lepas. Sepanjang pantai tersebut dimanfaatkan masyarakat KSB sebagai lokasi penangkapan dan budidaya ikan. Enam dari delapan kecamatan di KSB memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan laut. Jumlah nelayan KSB adalah 846 orang 2010. Potensi perikanan KSB Tahun 2010 menurut renstra DKPP-KSB berdasar jenis ikan yaitu potensi ikan pelagis 10.906, demersal 2.772 dengan total realisasi 3.019. Produksi beberapa jenis ikan dominan di KSB yaitu: Tembang 327,2 ton, Lemuru 389,1 ton, Teri 195,4 ton, Tongkol 193,1 ton, Selar 134,5 ton, Layang 256,3 ton. Kenaikan produksi perikanan KSB tahun 2005-2009 sekitar 4-5 per tahun. Kondisi tersebut terutama disebabkan armada dan alat tangkap yang digunakan masih tradisional. Karena keterbatasan armada, alat tangkap, teknologi, informasi dan modal nelayan lebih banyak beroperasi di perairan Selat Alas yang relatif tenang dan dekat. Potensi perikanan tangkap di wilayah selatan Sumbawa Barat belum diketahui secara pasti. Namun diduga wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia ini menyimpan potensi perikanan jauh lebih besar dibandingkan perairan Selat Alas. Daerah kecamatan Poto Tano awalnya memiliki sentra tambak udang yaitu di wilayah Tambak Sari tetapi karena adanya konflik kepemilikan lahan, unit tambak ini tidak berjalan optimal. Perikanan Budidaya Laut Perairan Selat Alas yang relatif tenang dan memiliki beberapa teluk berpotensi sebagai sentra budidaya mutiara dan rumput laut. Kondisi tersebut ditunjang kualitas air di pesisir KSB relatif masih baik secara fisik, kimia dan biologi. Berdasarkan Renstra DKPP KSB 2010, potensi budidaya rumput laut seluas 1550 ha dengan areal yang dimanfaatkan seluas 150 ha. Lokasi budidaya rumput laut terutama di Desa Kertasari, Desa Kiantar, Desa Kuang Busir, Desa Sepakek dan Desa Pototano. Tahun 2009 Desa Kertasari ditetapkan sebagai daerah pengembangan kluster rumput laut oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dan tahun 2010 KSB ditetapkan sebagai kawasan minapolitan rumput laut. Dalam rangka meningkatkan produksi rumput laut, ditemukan potensi lahan budidaya baru di sepanjang pantai Kecamatan Sekongkang seluas kurang lebih 5000 ha. Pada tahun 2010 telah dilakukan uji coba penanaman di lokasi tersebut dan hasilnya cukup baik. Di daerah ini juga terdapat perkampungan nelayan Suku Bajo, tetapi karena orientasi masyarakatnya lebih mengarah pada penangkapan komoditas ikan khususnya ikan karang, mereka meninggalkan usaha budidaya rumput laut di daerah sekitar pesisir Poto Tano. Lahan budidaya yang mereka miliki sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat dari Labuhan Mapin yang berasal dari wilayah sebelahnya yaitu Kabupaten Sumbawa. Untuk potensi budidaya mutiara seluas 1400 ha dengan areal yang sudah dimanfaatkan sebanyak 600 ha. Usaha budidaya mutiara berlokasi di Tanjung Bero Taliwang, Pulau Namo dan Pulau Panjang. Budidaya air payau tambak di KSB berlokasi di Desa Kertasari Kecamatan Taliwang seluas 32 ha, Jereweh 56 ha, sedangkan di UPT Tambak Sari 500 ha tidak berproduksi sejak tahun 2002. Sedangkan usaha budidaya air tawar banyak dijumpai di wilayah Kecamatan Taliwang dan Kecamatan Brang Rea dan mulai berkembang di Kecamatan Brang Ene, Seteluk, Jereweh dan Sekongkang. Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil Pulau-pulau kecil yang ada di KSB berjumlah 14 pulau dengan beragam potensi seperti disajikan pada tabel. Potensi-potensi yang dimiliki pulau-pulau tersebut diantaranya sebagai lokasi budidaya mutiara, rumput laut, daerah konservasi dan wisata bahari. Pulau-pulau kecil adalah pulau-pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya. Pulau-pulau kecil di Kabupaten Sumbawa Barat berjumlah 14 pulau dengan luas mencapai 828,3 ha. Pulau-pulau kecil tersebut tidak mempunyai penghuni tetap, tetapi sebagian dari pulau-pulau tersebut 6 pulau atau 42,86 telah dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat untuk berbagai macam kegiatan seperti: tempat budidaya mutiara, budidaya rumput laut, penangkapan ikan, tempat-tempat pengambilan sarang burung walet dan pengambilan hasil hutan kayu dan non kayu. Dalam tabel disajikan peluang-peluang usaha yang dapat dikembangkan di pulau-pulau kecil yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat. Tabel 16. Nama pulau-pulau kecil yang ada di KSB dan potensinya No Nama Pulau Kecil Potensi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 P. Kalong P. Namo P. Puyung P. Sarang P. Paserang P. Belang P. Bongi P. Kenawa P. Dua P. Ular P. Sesait P. Genang P. Sarang P. Gili Terata Budidaya Mutiara Budidaya Mutiara Budidaya Mutiara Rumput Laut Wisata Bahari Suaka Perikanan Belum dimanfaatkan Wisata Bahari Belum dimanfaatkan Belum dimanfaatkan Belum dimanfaatkan Belum dimanfaatkan Belum dimanfaatkan Belum dimanfaatkan Sebagian pulau-pulau tersebut telah lama dimanfaatkan sebagai lokasi budidaya mutiara, rumput laut dan daerah suaka perikanan. Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan KSB sejak 2006 mulai mengembangkan Pulau Kenawa sebagai daerah wisata bahari yang cukup menjanjikan. Beberapa kegiatan wisata yang dapat dilakukan di pulau ini adalah memancing, snorkling, menyelam atau sekadar menikmati keindahan pantai Pulau Kenawa. Selain Pulau Kenawa beberapa lokasi di KSB juga potensial sebagai daerah wisata bahari, antara lain Pantai Maluk dengan keindahan pantai putihnya, lokasi surfing di Pantai Sekongkang, Maluk dan Jelenga. Saat ini Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan KSB sedang mengusulkan pembentukan daerah konservasi Taman Pesisir Penyu Pantai Tatar Sepang di Kecamatan Sekongkang dan kawasan konservasi Taman Pulau Kecil Gugugan Gili Balu’ di Kecamatan Pototano. Kondisi Lokasi Berpotensi Menjadi Sentra Budidaya Rumput Laut Terkait pengembangan budidaya perikanan untuk sentra minapolitan, di Kabupaten Sumbawa Barat ada lima wilayah yang menjadi fokus kajian, yaitu Poto Tano, Taliwang, Jereweh, Maluk, dan Sekongkang. Wilayah pesisir Kabupaten Sumbawa Barat terbentang dari utara perbatasan dengan Kabupaten Sumbawa sampai selatan bagian barat pulau Sumbawa dengan garis pantai sepanjang 167,80 km. Wilayah pesisir tersebut terbagi ke dalam 5 lima kecamatan dan 22 dua puluh dua desa pesisir. Dalam wilayah desa pesisir tersebut hanya terdapat 12 dua belas desa yang penduduknya bermukim dan bersentuhan langsung dengan pesisirlaut sebagai nelayan. Adapun desa tersebut adalah Desa Poto Tano, Senayan, Kiantar yang masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Poto Tano, Desa Lab.Kertasari, Batu Putih, Kelurahan Telaga Bertong, Lab.Lalar masuk Kecamatan Taliwang, Desa Beru Kecamatan Jereweh, Desa Benete, Pasir Putih masuk Kecamatan Maluk. Desa Ai’ Kangkung, Tongo Sejorong masuk Kecamatan Sekongkang Dilihat dari kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir, hasil pendataan penduduk tahun 2007 menunjukkan jumlah penduduk desa-desa pesisir Kabupaten Sumbawa Barat sebanyak 35.732 jiwa atau 367 RTP Rumah Tangga Perikanan dengan jumlah nelayan sebanyak 1006 orang. Penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Pada desa-desa yang sudah dikatakan maju seperti masyarakat pesisir yang berdekatan dengan kota Taliwang terdapat masyarakat yang sudah melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi. Namun pada umumnya masyarakat pesisir kondisi ekonominya masih lemah dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang kumuh serta sarana dan prasarana pendukung lainnya masih terbatas. Dalam wilayah Kabupaten Sumbawa Barat di daerah pesisir terdapat 3 tiga desa sebagai desa nelayan yang penduduknya umumnya sebagai nelayan dan pembudidaya rumput laut. Desa tersebut adalah Desa Labuhan Poto Tano, Desa Labuhan Kertasari, Desa Labuhan Lalar. A. Desa Poto Tano Desa Poto Tano adalah salah satu desa dari 5 lima desa yang ada dalam wilayah Kecamatan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat. Desa ini berada di wilayah pesisir dengan penduduk pada umumnya hidup sebagai nelayan. Penduduk Desa Poto Tano sebanyak 3.145 jiwa 750 KK dengan tingkat pendidikan tamat Sekolah Dasar SD sampai jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP. Desa Poto Tano merupakan gerbang masuk ke Pulau Sumbawa, karena dalam wilayah Desa Poto Tano terdapat pelabuhan penyeberangan umum berjarak ± 1,00 km dari pusat Kota Poto Tano. Sebagaimana ciri desa wilayah pesisir, maka Desa Poto Tano pertumbuhannya sangat lamban dengan kondisi perumahan penduduk dan lingkungannya termasuk kumuh karena belum tertata dengan baik. Desa ini memiliki potensi yang cukup besar bila dilihat dari tata letak, adanya pelabuhan penyeberangan dan tempat persinggahanbongkar muat para nelayan terutama yang dari luar Kabupaten Sumbawa Barat. Selain itu wilayah Poto Tano memiliki potensi Perikanan dan Kelautan seperti lahan pertambakan dan budidaya laut dengan keberadaan beberapa pulau kecil, serta di daerah ini telah ditetapkan sebagai kawasan Agroindustri. Dalam kawasan Agroindustri meliputi kawasan Balai Latihan Kerja BLK, Kawasan Pasar Agroindustri, Kawasan perdagangan, Kawasan Perindustrian, Kawasan Pergudangan, Kawasan Perumahan, Kawasan Rumah Potong Hewan, Kawasan Pangkalan Pendaratan IkanTPI dan Kawasan Wisata.

B. Desa Labuhan Lalar

Desa Labuhan Lalar merupakan desa pusat nelayan yang pertama ada di Kabupaten Sumbawa Barat yang berada di wilayah Kecamatan Taliwang dengan jarak ± 7 km dari Ibukota Kecamatan. Desa Labuhan Lalar memiliki luas wilayah 24,60 km2 dengan penduduk sebanyak 3.805 jiwa yang umumnya hidup sebagai nelayan. Dalam wilayah Labuhan Lalar terdapat muara sungai yang alirannya dari Kecamatan Jereweh, sehingga musibah bencana alam banjir bandang yang melanda Kecamatan Jereweh pada tanggal 9 dan 10 Februari 2009 berdampak pada masyarakat desa Labuhan Lalar yang menimbulkan 36 sampan nelayan hanyut dan 15 rumah rusak. Wilayah desa Labuhan Lalar memiliki potensi yang hampir sama dengan semua desa yang berada di wilayah pesisir seperti Desa Poto Tano. Potensi wilayah desa Labuhan Lalar antara lain pertambakan rakyat, potensi perikanan- kelautan serta Pulau-Pulau Kecil.

C. Desa Labuhan Kertasari

Desa Labuhan Kertasari merupakan desa pesisir kedua dalam wilayah Kecamatan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat dengan luas wilayah 46,30 km2. Penduduk desa Labuhan Kertasari sebanyak 1.881 jiwa 641 KK yang bermata pencaharian sebagai petani, nelayan dan pembudidaya rumput laut, sehingga desa Kertasari merupakan desa sentra rumput laut di Kabupaten Sumbawa Barat. Menurut tata ruang wilayah pesisir bahwa desa Labuhan Kertasari merupakan wilayah strategis budidaya rumput laut dengan potensi wilayah perairan yang sangat cocok untuk budidaya rumput laut, budidaya perikanan kelautan serta pertambakan. Namun tingkat pertumbuhan penduduk dan desa sangat lamban sehingga masih berada dalam kondisi perumahan dan lingkungan yang pengelolaannya perlu ditingkatkan. Dari gambaran ketiga desa pesisir di atas dapat secara umum mencerminkan kondisi dan keadaan desa, perumahan dan lingkungan umumnya desa pesisir di Kabupaten Sumbawa Barat. Desa-desa di wilayah pesisir Kabupaten Sumbawa Barat memiliki potensi yang cukup besar yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi daerah apabila dikelola dengan baik dan berkelanjutan. Untuk itu, pengelola dan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Keragaan Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumbawa Barat Potensi budidaya rumput laut di Kabupaten Sumbawa Barat adalah 1.550 Ha dengan pemanfaatan sebesar 62,5 Ha. Produksi rumput laut di Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2004 tercatat sebesar 945 Ton Tabel 17. Data dari Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan KSB menunjukkan nilai produksi rumput laut berdasarkan jenis. Euchema cottonii memiliki nilai produksi 756 ton, dengan asumsi harga per kilogram 7000 rupiah maka nilai produksi dapat mencapai 5 miliar rupiah. Adapun produksi untuk jenis E. spinosum adalah 189 ton per tahun. Produksi budidaya rumput laut di Kabupaten Sumbawa Barat bersifat fluktuatif hal ini di pengaruhi oleh musim yang mempengaruhi kondisi fisika kimia perairan. Tercatat produksi budidaya rumput laut tertinggi pada bulan April, Mei dan Juni dan mulai menurun pada bulan Juli. Produksi kembali mulai menanjak naik pada bulan Januari. Daerah Kabupaten Sumbawa Barat adalah beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, temperatur maksimal 33,2 C dan minimum 20,5 C. Sedangkan curah hujan rata- rata dalam setahun 1.190 mm dengan rata-rata jumlah hari hujan 84 haritahun. Tabel 17. Potensi dan Pemanfaatan Rumput Laut di Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009 No Kecamatan Potensi Ha Pemanfaatan Ha Produksi Tonth 1 2 3 4 5 Taliwang Maluk Poto Tano Jereweh Sekongkang 835 100 365 210 40 100 - 20 30 - 600 - 245 100 - Jumlah 1.550 150 945 Sumber : Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan KSB 2009 Tabel 18. Nilai Produksi Budidaya Rumput Laut Berdasarkan Jenis Tahun 2009 No Jenis Rumput Laut Produksi Ton Nilai Produksi dalam ribu rupiah 1 2 E. cottoni E. Spinossum 756 189 5.292.000 1.323.000 Jumlah 945 6.615.000 Sumber : Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan KSB 2009 Tabel 19. Produksi Budidaya Rumput Laut Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2009 No Produksi Bulan Produksi ton 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 76 75 88 103 102 104 56 69 63 71 76 72 Jumlah 945 Sumber : Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan KSB 2009 Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, demikian pula pendapatan masyarakat di sektor