Salinitas Analisis Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Rumput Laut Di Kabupaten Sumbawa Barat

drastis. Di Pantai Jelenga Stasiun 6 kadar salinitas berkisar 33-34 ppt. Nilai salinitas pada stasiun pengamatan berikut ditampilkan pada gambar berikut. Gambar 10. Grafik nilai salinitas pada lokasi pengamatan Eucheuma cottonii adalah rumput laut yang bersifat stenohaline. Spesies ini tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas yang tinggi. Salinitas yang baik berkisar antara 28 - 35 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. Parameter salinitas menurut kriteria kesesuaian Aslan 1988 memiliki bobot 12 dari 11 parameter yang digunakan. Kisaran salinitas 28 atau 37 ppt termasuk kategori tidak sesuai, 34-37 ppt untuk sesuai, dan kisaran 28-34 ppt untuk kategori sangat sesuai. Bakosurtanal 2005 memberikan bobot untuk salinitas 10 dari total 6 parameter yang digunakan. Rincian kriteria tersebut yaitu 28-36 ppt untuk kategori sangat sesuai, 20-28 ppt untuk sesuai, 20-24 ppt untuk sesuai bersyarat dan 20 ppt untuk kategori tidak sesuai. Mubarak, et al. 1990 dan Tiensongrusmee 1990 dalam Radiarta, et al. 2007 tidak menggunakan parameter salinitas dalam kriteria yang dibangun. Bobot parameter salinitas oleh Radiarta et al. 2005 ditentukan sebesar 10 dari total 11 parameter yang digunakan dengan rincian 28-31 ppt untuk kategori sangat sesuai, 32-34 ppt untuk kategori sesuai dan 28 dan 34 ppt untuk kategori tidak sesuai. Adapun Mubarak, et al. 1990 dalam Utojo, et al. 2007 memberikan bobot 9 untuk parameter salinitas. Dimana, kisaran salinitas 31-35 ppt untuk kategori sangat sesuai, 28-30 ppt untuk sesuai, 25-27 ppt untuk sesuai bersyarat dan 25 dan 35 ppt untuk kategori tidak sesuai. Efek dari nutrisi dan salinitas terhadap Kappaphycus belum diketahui secara pasti meskipun hal itu dapat diasumsikan bahwa kombinasi dari keduanya memiliki tingkat kepentingan yang kritis untuk pertumbuhan tanaman alga laut. Kappaphycus terlihat tumbuh dengan baik dalam kondisi full salinity pada perairan laut seawater. Sejumlah lokasi budidaya rumput laut yang sukses memperlihat kisaran salinitas 30-35 ppt. Dawes 1979 dalam Neish 2003 menemukan jenis E. isiforme memiliki kisaran respirometric maksimum pada 30-40 ppt. Keduanya baik E. uncinatum dan E. denticulatum maksimal mendekati salinitas 30 ppt dan pengaruh daratan signifikan bagi alga laut secara positif dan negatif. 32 33 34 35 36 1 2 3 4 5 6 Stasiun Salinitas Ppt Kondisi air laut dipengaruhi oleh daratan. Perbedaan salinitas dan konten mikronutrien dari pristine open-ocean water mempengaruhi kelimpahan populasi populasi eucheuma seaplant di alam bebas.

F. Kecerahan

Kecerahan perairan di Kecamatan Poto Tano Stasiun 1 mencapai 8,47±3,63 m, Stasiun 2 diperoleh berkisar antara 10,44-10,80 m, dan pada Stasiun 3 nilai kecerahan sebesar 8,60±3,26 m pada titik tertentu seperti di pesisir Tua Nanga ditemukan kecerahan dapat mencapai 100 hal ini menunjukkan penetrasi cahaya matahari dapat menembus hingga ke dasar perairan dengan baik. Di Desa Kertasari Stasiun 4 Kecamatan Taliwang kecerahan juga dapat mencapai 100 penetrasi cahaya matahari dapat menembus hingga ke dasar perairan. Rata-rata kecerahan di Stasiun 4 ini mencapai 3,90±1,91 m. Nilai kecerahan yang mencapai 100 menunjukkan kualitas yang baik untuk budidaya rumput laut. Berbeda dengan kecerahan di Perairan Labu Lalar Stasiun 5 Kecamatan Taliwang dengan nilai rata-rata 7,46±0,55 m pada beberapa titik kecerahan ada yang rendah yaitu setelah dikonversi sebesar 79. Nilai kecerahan Labu Lalar tergolong rendah dibanding lokasi lain karena banyaknya masukan lumpur dari sungai sehingga kadar Total Suspended Solid TSS tinggi yang berkontribusi meningkatkan nilai kekeruhan. Di perairan pesisir Desa Jelenga Stasiun 6 Kecamatan Jereweh nilai kecerahan rata-rata mencapai 2-3,5 m persentase kecerahan mencapai 100. Nilai kecerahan dipengaruhi kedalaman, dimana, semakin dalam suatu perairan semakin sulit diperoleh nilai kecerahan 100. Nilai Kecerahan pada masing-masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 11. Nilai kecerahan pada masing-masing stasiun pengamatan Cahaya matahari merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis terjadi pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan. Kecerahan perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari. Kecerahan perairan yang ideal lebih dari 1 m. Air yang keruh mengandung lumpur dapat menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air sehingga proses fotosintesis terganggu. Disamping itu kotoran dapat menutupi permukaan thallus,dan menyebabkan thallus tersebut 10,4-10,8 2,0-3,5 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 1 2 3 4 5 6 Stasiun Kecerahan m membusuk dan patah. Secara keseluruhan kondisi ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan rumput laut. Aslan 1988 memberikan bobot 12 untuk parameter kecerahan dari total 11 parameter yang digunakan. Nilai kecerahan 3 m dikategorikan dalam kelas tidak sesuai, 3-5 m untuk sesuai dan kategori sangat sesuai untuk kedalaman 5 m. Dalam Bakosurtanal 2005, kecerahan mendapatkan bobot 25 dan dibagi dalam empat level kesesuaian yaitu 75 untuk kategori sangat sesuai, 50-75 untuk sesuai, 25-50 untuk sesuai bersyarat dan kategori tidak sesuai dengan kecerahan 25. Mubarak, et al. 1990 dan Tiensongrusmee 1990 dalam Radiarta, et al. 2007 memberikan bobot 40 untuk parameter kecerahan dari total empat parameter yang digunakan. Nilai kecerahan 1 m dikategori dalam kelas sangat sesuai, 43 m untuk sesuai, 2 m untuk sesuai bersyarat dan kategori tidak sesuai untuk kedalaman 4 meter. Radiarta et al. 2005 kecerahan diberi bobot 10 dari total 11 parameter yang digunakan dimana kecerahan 3 m untuk kategori sangat sesuai, 1-3 m untuk sesuai, dan kategori tidak sesuai untuk kecerahan 1 m. Adapun Mubarak, et al. 1990 dalam Utojo, et al. 2007 memberikan bobot 10 untuk kecerahan dari total 12 parameter yang digunakan. Tingkat kecerahan 80-100 masuk kelas sangat sesuai, 70-79 untuk sesuai, 60-69 untuk sesuai bersyarat dan kecerahan 60 untuk kelas tidak sesuai. Pada stasiun penelitian yang dikaji di Kabupaten Sumbawa Barat kelas kesesuaian umumnya berada dalam kelas sesuai hingga sangat sesuai. Eksposur sejumlah panjang gelombang dari Photosynthetically Active Radiation PAR atau gelombang cahaya tampak merupakan kebutuhan esensial bagi eucheuma seaplants dan sejumlah tanaman lainnya. Mairh 1986 dalam Neish 2003 menemukan K. striatum memiliki pertumbuhan rata-rata yang maksimum pada 12:12 L:D cycle pada 6,000 lx. Tetapi, pertumbuhan rata-rata menurun pada sekitar 10,000 lx. Dawes 1979 dalam Neish 2003 melaporkan pertumbuha rata-rata meningkat pada 18,000 mW cm-2 dari cahaya tampak untuk jenis E. denticulatum, E. isiforme and E. uncinatum. Kappphycus memiliki ritme fotosintesis harian untuk fotosintesis dan respirasi, Glenn Doty 1981 dalam Neish 2003. Keluarga Eucheuma bersifat opportunis dalam merespon cahaya untuk aktivitas fotosintesis, Hasil yang sama juga diperoleh pada with Kappaphycus . Aktivitas fotosintesis menunjukkan sifat diurnal pattern dengan puncak pada pagi hari.

G. Kekeruhan

Tingkat kekeruhan di Kecamatan Poto Tano tergolong rendah. Kisaran nilai kekeruhan yaitu 0,16-0,45 NTU. Pada Stasiun 1 diperoleh nilai rata-rata kekeruhan 0,203±0,075 NTU dan masing masing 0,30-0,45 NTU dan 0,230±0,061 NTU pada Stasiun 2 dan Stasiun 3. Nilai kekeruhan yang paling tinggi diperoleh pada titik pengambilan sampel pesisir Tambak Sari Sub Stasiun 2 sebesar 0,45 NTU. Diduga, keberadaan tambak walaupun sudah tidak aktif meningkatkan nilai kekeruhan perairan. Di Desa Kertasari Stasiun 4 Kecamatan Taliwang nilai kekeruhan rata-rata diperoleh 0,270±0,165 NTU. Sementara itu, di Desa Labu Lalar Stasiun 5 nilai kekeruhan rata-rata diperoleh 0,193±0,021 NTU. Di Pantai Jelenga Stasiun 6 Kecamatan Jereweh nilai kekeruhan berkisar