Abutment Jembatan Analisis Struktur Pondasi dan Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung

12 bertingkat. Pada pondasi tiang dan abutment konsep perencanaan didasarkan pada desain kolom. Penulangan kolom terdiri atas penulangan utammemanjang dan penulangan melintang sengkang dan spiral. 1 Penulangan utamamemanjang Hampir semua kolom mengalami momen lentur dan gaya aksial. Karena itu, agar terjamin adanya daktilitas pada kolom, diisyaratkan minimum ada penulangan sebanyak 1 pada kolom. Penulangan yang lazim adalah sebanyak 1,5 sampai 3 dari luas penampang kolom. Khususnya untuk kolom pada bangunan bertingkat banyak, luas penulangan sebanyak 4 masih layak digunakan. Sekalipun beberapa peraturan memberikan batas maksimum sebesar 8, disarankan untuk tidak menggunakan tulangan lebih dari 4 agar tulangan tersebut tidak berdesakan dalam penampang beton, terutama pada pertemuan balok-kolom. Untuk kolom bersengkang harus ada paling sedikit empat batang tulangan memanjang. Sedangkan untuk kolom berspiral paling sedikit 6 tulangan memanjang untuk mencegah adanya aksi simpai hoop action. Lihat peraturan ACI untuk pembahasan lebih lanjut. Nawy 2010:351 2 Penulangan melintang sengkang dan spiral Tulangan melintang diperlukan untuk mencegah terlepasnya selimut beton atau tekuk lokal tulangan memanjang. Tulangan lateral dapat berupa sengkang yang didistribusikan merata seluruh tinggi kolom dengan jarak antara tertentu. Tulangan memanjang yang jaraknya dengan tulangan lain lebih dari 6 inchi harus dipegang oleh tulangan lateral. Bentuk lain tulangan melintang adalah spiral atau tulangan lateral helikal. Tulangan ini khususnya digunakan untuk meningkatkan daktilitas kolom sehingga merupakan bentuk tulangan lateral yang sering digunakan pada daerah dengan resiko gempa tinggi. Biasanya bagian beton di luar inti dapat dengan mudah terlepas apabila mengalami gaya lateral seperti gaya gempa. Kolom-kolom demikian harus mampu menahan beban-beban tambahan meskipun bagian terluarnya tadi telah terlepas, agar tidak terjadi keambrukan collapse keseluruhan bangunannya.

2.10 Tinggi Ruang Bebas

Menurut BMS Bridge Design Code Vol 1 tahun 1992, Perkiraan volume banjir, kedalaman dan kecepatan didasarkan pada cara-cara yang sesuai dengan kondisi setempat. Muka air tinggi yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan hidrolika haruslah muka air yang sesuai dengan aliran banjir rencana. Apabila lokasi jembatan mengalami kondisi banjir tidak normal, muka air tinggi rencana juga harus memenuhi persyaratan berikut: a Untuk perhitungan gerusan, muka air merupakan paling rendah sesuai dengan banjir rencana. b Untuk perhitungan arus balik, muka air merupakan paling tinggi sesuai dengan banjir rencana. Jika kondisi rencana kritis terjadi pada muka air banjir yang menyebabkan bangunan atas terendam, perkiraan jangka waktu pengulangan banjir demikian harus dibuat, dan jika sesuai, kondisi ini dipertimbangkan dalam perencanaan. Jumlah sampah dan ukuran batang kayu perlu diperkirakan. Bangunan-bangunan 13 harus diperiksa terhadap gaya-gaya hidrodinamis tanpa sampah, gaya gaya akibat lapisan sampah, dan gaya-gaya akibat benturan batang kayu, apabila terdapat batang kayu atau pohon besar. Menurut BMS Bridge Design Code Vol 1 tahun 1992, ruang bebas vertikal antara titik paling rendah bangunan atas dan muka air tinggi rencana pada keadaan batas ultimate paling sedikit 1,0 meter. Jangka waktu pengulangan daya layan dan banjir rencana ultimate ditentukan oleh yang berwenang dalam hal ini perencana. Ruang bebas vertikal muka air banjir terhadap struktur bawah jembatan dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 6 Ruang bebas vertikal minimum muka air banjir Sementara itu ruang bebas vertikal minimum yang disediakan untuk jembatan diatas jalan kereta api adalah 6,5 m atau yang ditentukan oleh yang berwenang atas jalan kereta api. Ruang bebas vertika diukur dari ujung atas rel yang paling tinggi. Ruang bebas vertikal minimum untuk jalan eksisting yang ada sebesar 5,1 m.

2.11 Hidrologi Banjir

Siklus Hidrologi sangat penting bagi kehidupan, semua proses dan siklus air yang terjadi di bumi ini tidak lepas dari proses hidrologi yang terjadi. Perencanaan jembatan membutuhkan analisa hidrologi karena jembatan yang akan melintasi suatu aliran sungai tidak lepas pengaruhnya dari banjir yang terjadi pada sungai tersebut. ketinggian muka air ketika banjir sangat mempengaruhi tinggi jembatan yang akan dibangun. Pengaruh aliran sungai sangat besar terhadap struktur bawah jembatan, oleh karena itu perlu dilakukan analisis debit banjir dengan periode ulang tertentu untuk menentukan tinggi dari jembatan tersebut Metode perhitungan debit rencana yang akan digunakan tergantung dari ketersediaan data. Data yang dimaksud antara lain data hujan, karakteristik daerah aliran, dan data debit. Ditinjau dari ketersediaan data hujan, karakteristik daerah aliran sungai dan debit, menurut Kamiana, 2011 terdapat 6 kelompok metode perhitungan debit rencana, yaitu: 1. Metode analisis probabilitas frekuensi debit banjir. Metode ini dipergunakan apabila data debit tersedia cukup panjang 20 tahun, sehingga analisisnya dapat dilakukan dengan ditribusi probabilitas, baik secara analitis maupun grafis. Sebagai contoh distribusi probabilitas yang dimaksud adalah: