Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

19 1 Daya dukung vertikal tiang dihitung dari 3 uji tanah. Berikut metode yang digunakan: Uji Sondir Qall = + 11 Uji SPT Tanah non-kohesif Qp = 40 N SPT LbD Ap 12 Qs = 2 N SPT p Li 13 Tanah Kohesif Qp = 9 Cu Ap 14 Qs = α Cu p Li 15 Uji Laboratorium Metode Meyerhoff Qp = Ap c x Nc + n x q x Nq 16 Metode Terzaghi Qp=Ap1,3 x c x Nc + q x Nq + y x B x Ny x ay 17 Metode Thomlinson Qp=Ap c x Nc + q x Nq 18 Metode Lamda Qs= lamda x q + 2c As 19 Kemudian daya dukung ijin 1 tiang dihitung dengan rumus berikut. Qall = + 20 2 Daya dukung tanah ijin yang paling kritis dipilih dari uji sondir, uji SPT dan uji Laboratorium. 3 Jumlah pondasi tiang dalam 1 grup dan efisiensi grup ditentukan dan dihitung dengan rumus berikut: Eg = 1 – θ 21 4 Kombinasi pembebanan dihitung berdasarkan peraturan RSNI T02 2005.. 5 Distribusi beban aksial dihitung pada masing-masing tiang dalam 1 grup. Berikut rumus yang digunakan. Pmaks = ∑ + ∑ 22 6 Cek distribusi beban tekan dan tarik 1 tiang terhadap nilai daya dukung ijin 1 tiang. 7 Nilai β dihitung untuk menentukan jenisnya termasuk shortrigid pile atau longinfinite pile. Rumus yang digunakan sebagai berikut: β = √ 23 20 pondasi tiang termasuk shortrigid pile jika βL1,5 dan longinfinite pile jika βL 1,5. Nilai Kh dan Ep dihitung dengan rumus sebagai berikut. Nilai Kh diambil dari tabel berikut. Tabel 3. Hubungan nilai Kh dengan konsistensi tanah Consistensi Stiff Very stiff Hard Undrained Cohesion 100-200 kNm 2 200-400 kNm 2 400 kNm 2 Range of Kh 18-36 MNm 2 36-72 MNm 2 72 MNm 2 Recommended Kh 27 MNm 2 54 MNm 2 180 MNm 2 Nilai Ep dihitung dengan rumus berikut: Ep = 4700 √ 24 8 Nilai f dihitung dengan rumus berikut: 25 9 Daya dukung lateral pondasi tiang dihitung dengan rumus berikut: 26 10 Daya dukung horizontal pondasi tiang grup dihitung dengan rumus berikut: Daya dukung horizontal 1 tiang = Hmaks jumlah tiang 1 grup 27 11 Cek daya dukung horizontal pondasi tiang grup terhadap gaya horizontal pondasi grup. 12 Defleksi tiang dihitung dengan rumus berikut: y o = 28 13 Penurunan pondasi tiang tunggal dihitung dengan rumus berikut: 29 14 Faktor penurunan dihitung dengan rumus sebagai berikut: I = I o R k R b R 30 Nilai I o, R b , R h , dan R m dilihat pada lampiran 8. Nilai kekakuan tiang K diplotkan untuk mendapatkan nilai R k dan R b . Nilai K dihitung dengan rumus berikut: K = 31 Nilai poisson ratio tanah diplotkan untuk mendapatkan nilai R . Nilai untuk tanah diambil 0,5. 15 Penurunan pondasi tiang kelompok dihitung dengan rumus berikut: Sg = Rs x S 32 Nilai Rs dapat dilihat pada lampiran 9. Rs dapat dihitung dengan rumus berikut: Rs = R 16 – R 9 √ + R 16 33 Namun, karena jumlah grup pondasi yang digunakan berjumlah 16 maka langsung dilihat pada tabel nilai Rs untuk 16 pondasi grup. c. Menghitung tulangan pondasi dan abutment yang diperlukan. 1 Dalam perhitungan tiang bor group, tiang bor dianggap sebagai sebuah kolom. efek kelangsingan dapat diabaikan apabila ratio kelangsingan memenuhi : 21         b b M M r lu k 2 1 12 34 . 34 2 Elastisitas beton dihitung dengan rumus berikut: Ec = 4700 fc 35 3 Inersia pondasi tiang dihitung dengan rumus berikut: Ip = ¼  R 4 36 4 Rasio beban mati aksial dan total beban aksial dihitung dengan rumus berikut: β d = 37 5 Kekakuan bahan pondasi dihitung dengan rumus berikut: EI =   d Ig Ec   1 . . 4 , 38 6 Beban tekuk Euler dihitung dengan rumus berikut: P c =   2 2 .lu k EI  39 7 Faktor modifikasi untuk pembesaran momen dihitung dengan rumus berikut: Cm = 0,6 + 0,4 4 , 2 1  b b M M 40 8 Faktor pembesaran momen dihitung dengan rumus berikut: δ ns = 1 1   Pc Pu Cm  41 9 Momen dengan eksentrisitas minimum dihitung dengan rumus berikut: M 2min = Pu 0,6 + 0,03 h 42 10 Momen ujung terfaktor yang terbesar dihitung dengan rumus berikut: Mc = δ ns . M 2 43 11 Eksentrisitas aktual dihitung dengan rumus berikut: e = Pu Mc 44 12 Ukuran tulangan lentur ditentukan dan diplotkan di grafik pada diagram interaksi tulangan lentur. Nilai diplotkan berikut pada sumbu x dan y. Sumbu x = Sumbu y = 13 Nilai r dan β untuk mutu beton yang digunakan dilihat padagrafik. Kemudian rasio tulangan lentur yang digunakan dihitung dengan rumus berikut: ρs = β . r 45 14 Luas penampang pondasi Ag, luas tulangan perlu As dan luas tulangan yang digunakan As 1 dihitung dengan rumus berikut: Ag = ¼  D 2 46 As = ρs . Ag 47 As t = ¼  d 2 48 22 15 Jumlah tulangan yang digunakan n dihitung dengan rumus berikut: n = AsAs 1 49 16 Cek terhadap kekuatan penampang dengan rumus berikut: Pu ≤ θ Pn 50 + fy Ast 51 Mu ≤ θ Mn 52 Mn = e aktual x Pn 53 17 Tulangan geser dihitung dengan menentukan terlebih dulu mutu tulangan 240 MPa atau 400 Mpa. Rasio penulangan spiral minimum dihitung dengan rumus berikut: ρ s min = 0,45              fy fc Ac Ag 1 ` 54 18 Jarak maksimum spiral dihitung dengan rumus berikut: S maks = min 2 . 4 s s Dc db Dc a   55 19 Luas inti pondasi tiang dihitung dengan rumus berikut: Ac = ¼  Dc 2 56 20 Luas tulangan spiral yang digunakan dihitung dengan rumus berikut: a s = ¼  Ds 2 57 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinggi Muka Air Banjir

Data Curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan 3 stasiun cuaca tahun 2001 – 2010. Data Curah Hujan 3 Stasiun Cuaca yang digunakan antara lain Stasiun Cuaca di Bogor, Depok dan Bekasi. Stasiun Cuaca Bogor terletak di 106° 47 36.66 BT; 6° 36 06.53 LS , Stasiun Cuaca Depok terletak di 106° 49 12.30 BT; 6° 23 45.00 LS dan Stasiun Cuaca Bekasi terletak di 107° 02 25.03 BT; 6° 20 16.01 LS. Kemudian Data Curah Hujan ketiga stasiun tersebut dianalisis dengan metode Isohyet untuk mendapatkan data curah hujan rata-rata yang tersebar di DAS Cikeas. Metode Isohyet dihitung dengan persamaan 1. Curah hujan rataan dihitung tiap tahun berdasarkan peta isohyet DAS Cikeas setiap tahun. Peta sebaran curah hujan di DAS Cikeas pada tahun 2001 dapat dilihat pada lampiran 2. Sebaran curah hujan rataan per tahun dihitung dengan persamaan 1 dan luasan sebaran curah hujan ditunjukkan dengan luasan dan warna yang berbeda tiap daerah. Berikut adalah data curah hujan pada tahun 2001-2010 dari 3 stasiun cuaca dan hasil analisis metode isohyet. Tabel 4 Hasil analisis curah hujan area dengan metode isohyet tahun 2001-2010 Tahun Curah Hujan Per Stasiun Cuaca mm Hasil Perhitungan Isohyet mm Bogor Cibitung Depok 2001 108 98 118 110 2002 127 138 148 135 2003 123 83 223 149 2004 142 127 249 173 2005 127 123 106 120 2006 136 82 244 163 2007 156 78 132 139 2008 105 120 118 111 2009 115 80 134 116 2010 145 105 110 129 Berdasarkan data curah hujan DAS Cikeas pada tahun 2001-2010 diatas dapat dihitung nilai hujan rencana pada DAS tersebut menggunakan distribusi probabilitas. Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dapat dihitung dengan membandingkan parameter data diantaranya Koefisien Kepencengan Cs dan Koefisien Kurtosis Ck. Parameter –parameter tersebut dihitung dengan persamaan 2 sampai 5.. Selanjutnya parameter tersebut akan menentukan jenis distribusi probabilitas yang akan digunakan. Hasil perhitungan nilai kedua parameter tersebut dibandingkan dengan tabel 4. Distribusi probabilitas yang sering digunakan adalah Gumbel, Normal, Log Normal dan Log Pearson Type 3. Hasil analisis berbagai distribusi probabilitas dapat dilihat pada tabel berikut. 24 Tabel 5 Hasil Perbandingan Parameter Distribusi Probabilitas No Distribusi Persyaratan Hasil Perhitungan 1 Gumbel Cs 1,14 Cs 0,62198 Ck 5,4 Ck 3,30158 2 Normal Cs Cs 0,62198 Ck 3 Ck 3,30158 3 Log Normal Cs 0,09693 Cs 0,41739 Ck 3,01671 Ck 3,02877 4 Log Pearson III Selain nilai diatas Selain nilai diatas Berdasarkan hasil perbandingan diatas Distribusi Probabilitas Normal dan Log Normal mendekati persyaratan karena nilai Koefisien Cs dan Ck yang dihasilkan memiliki selisih yang mendekati nilai persyaratan untuk koefisien Cs dan Ck. Selanjutnya distribusi probabilitas tersebut dapat diuji dengan metode Chi Kuadrat atau Smirnov Kolmogorov untuk menentukan kembali distribusi probabilitas yang lebih cocok untuk digunakan. Metode yang akan digunakan adalah Metode Chi-Kuadrat. Berikut Hasil perhitungan akhir Metode Chi-kuadrat. Tabel 6 Hasil Metode Chi-kuadrat Distribusi Probabilitas X 2 terhitung X 2 cr Keterangan Normal 1 5,991 Diterima Log Normal 1 5,991 Diterima Gumbel 5,991 Diterima Log Pearson III 3 5,991 Diterima Berdasarkan metode Chi-Kuadrat keempat uji probabilitas dapat diterima karena nilai X 2 ≤ X 2 cr sehingga setelah dibandingkan dengan perbandingan nilai parameter Cs dan Ck dapat disimpulkan uji probabilitas yang digunakan adalah Log Normal. Hal ini dikarenakan selisih nilai parameter lebih kecil dibandingkan distribusi Normal. Curah Hujan Rencana R 24 periode ulang 50 tahun sebesar 184 mm, waktu konsentrasi dan Intensitas Hujan Rencana Periode 50 tahun dihitung dengan persamaan 6 dan 7 dan didapat I 50 sebesar 18,894 mmjam. Luas Tutupan lahan dan koefisien limpasan DAS Cikeas adalah sebagai berikut. Tabel 7 Luas Tutupan Lahan dan Nilai Koefisien C pada DAS Cikeas Nama Tutupan Lahan Luas km 2 Nillai C A C Air Tawar 1,38497 1 1,3850 BelukarSemak 2,28703 0,65 1,4866 Gedung 0,21079 0,9 0,1897 Hutan 0,09566 0,3 0,0287 KebunPerkebunan 20,86403 0,6 12,5184 Pemukiman 21,61534 0,8 17,2923 RumputTanah kosong 10,3221 0,7 7,2255 Sawah Irigasi 1,9201 0,4 0,7680 Sawah Tadah Hujan 0,06609 0,5 0,0330 TegalanLadang 41,1415 0,6 24,6849 ∑ 65,6121 25 Debit Banjir Rencana periode ulang 50 tahun Sungai Cikeas dari persamaan 8 yaitu sebagai berikut. Q 50 = 0,278 I 50 ∑ A C = 0,278 x 18,894 x 65,6121 = 344,643 m 3 s Sedangkan kecepatan aliran sungai dihitung menggunakan persamaan 9 metode Mononobe sebagai berikut. = = 5,863 ms Bentuk profil sungai yang digunakan adalah trapesium karena pendekatan bentuk profil sungai yang paling mendekati profil sungai adalah bentuk trapesium. Lebar dasar sungai sebesar 22,64 m dan lebar muka sungai tertinggi adalah 26,41 m. sehingga didapat ketinggian muka air banjir sebagai berikut. Q = A V A = QV = = 58,778 m 2 Sehingga, A = = 117,56 = 49,05 H H = 2,4 m H ijin = 2,4 m + 1 m = 3,4 m Berdasarkan Bridge Management System tahun 1992, tinggi ruang bebas vertikal jembatan dengan muka air banjir adalah 1 meter sehingga ketinggian jembatan terhadap dasar sungai adalah sebesar 3,4 meter. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19PRTM2011 tinggi ruang bebas vertikal untuk jembatan diatas jalan sebesar 5,1 m sehingga total tinggi jembatan yang disarankan adalah sebesar 8,5 m dari dasar sungai. Berikut gambar rencana ketinggian jembatan terhadap muka air banjir dan jalan exsisting. Gambar 9 Tinggi rencana jembatan terhadap muka air banjir dan jalan exsisting 26 Tinggi rencana jembatan dari data yang diperoleh adalah sebesar 18,6 meter. Tinggi rencana jembatan sudah memenuhi syarat Bridge Management System dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19PRTM2011 sehingga ketinggian jembatan sudah aman.

4.2 Analisis Desain Tulangan Pondasi dan Abutment

4.2.1 Analisis Daya Dukung Tanah

Data uji penyelidikan tanah berupa Uji Sondir Cone Penetration Test, Uji SPT Standard Penetration Test dan Uji Laboratorium. Data uji sondir yang ada adalah sondir 7 dan 7a, sedangkan data uji SPT dan laboratorium yang digunakan adalah DB-25 hingga DB-28. Bagian jembatan yang ditinjau adalah abutment 02. Abutment 02 ini terletak disekitar lokasi uji sondir 7a dan SPT DB-25 sehingga data yang digunakan untuk menghitung daya dukung tanah ijin adalah kedua lokasi tersebut. Daya dukung tanah uji sondir dihitung dengan persamaan 11, sementara itu untuk uji SPT dihitung dengan persamaan 12-15 dan terakhir untuk uji Laboratorium dihitung dengan persamaan 16-20. Hasil Boring Log dan perhitungan daya dukung tanah pada masing-masing uji dapat dilihat pada lampiran 3 hingga 7. Berikut lokasi uji SPT dan Sondir: Gambar 10 Lokasi uji SPT dan Sondir Data yang digunakan untuk menganalisis daya dukung tanah dibawah abutment 02 antara lain data hasil uji sondir 7a, uji SPT DB-28 dan uji Laboratorium DB-28. Hal ini disebabkan letak abutment yang akan dibangun terletak disekitar titik uji 7a dan DB-28 Berikut adalah hasil ketiga uji penyelidikan tanah pada titik DB-28 untuk uji SPT dan Laboratorium dan S-7a untuk Uji Sondir.