Interpretasi citra bertujuan untuk menghasilkan peta penutupanpenggunaan lahan tahun 2012 menggunakan citra Landsat 7 ETM+ tahun 2012. Kemudian
dilakukan pemutakhiran peta penutupanpenggunaan lahan tahun 2005-2012 melalui reinterpretasi citra Landsat 7 ETM+ tahun 2005-2012 dengan
menggunakan batas administrasi yang baru. Interpretasi citra dilakukan secara visual dengan kombinasi band yang digunakan adalah 5-4-3 RGB, dengan
menggunakan pendekatan unsur interpretasi: rona berkaitan dengan derajat keabuan suatu obyek, warna, tekstur frekuensi perubahan rona, pola susunan
keruangan obyek, ukuran, bentuk berkaitan langsung terhadap bentuk umum, konfigurasi atau kerangka dari obyek tunggal, bayangan dan situs lokasi suatu
obyek terhadap obyek-obyek yang lain. Selanjutnya dilakukan identifikasi, sebagai upaya mencirikan objek yang kemudian dikumpulkan keterangannya
lebih lanjut. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur interpretasi. Tahap selanjutnya yaitu klasifikasi melalui proses deleniasi untuk membatasi dan
membagi kelas penutupanpenggunaan lahan. Tahapan ini dilakukan dengan mengacu pada Petunjuk Teknis Penafsiran Citra Resolusi Sedang untuk
Menghasilkan Data Penutupan Lahan Tahun 2009 yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Kementerian Kehutanan sesuai pada Lampiran 1.
b. Pengolahan Data Titik Panas MODIS
Data titik panas berupa data tabular hasil pantauan satelit MODIS dikonversi ke dalam bentuk vektor sehingga dapat ditampilkan dan dianalisis
secara spasial. Selanjutnya dilakukan transformasi koordinat dari geografis menjadi koordinat UTM zone 49S dengan referensi ellipsoid WGS 84.
Peta sebaran titik panas pada tiap komponen fisik wilayah penelitian tersebut kemudian diolah menjadi peta kerapatan titik panas, yang digunakan
sebagai parameter pada pendekatan metode CMA untuk membangun model spasial tingkat kerentanan. Model tersebut dibangun berdasarkan hubungan antara
kerapatan titik panas dan masing-masing peubahnya diantaranya, kedalaman gambut, jarak terhadap pusat desa, jarak terhadap jalan, jarak terhadap sungai, dan
penutupanpenggunaan lahan.
3.3.3 Pemodelan Kerentanan Kebakaran Hutan dan Lahan
Pemodelan kerentanan kebakaran dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif CMA melalui beberapa tahap. Tahap awal dimulai dengan
menentukan peubah
yang berpengaruh
kedalaman gambut,
penutupanpenggunaan lahan, jarak dari jalan, jarak dari sungai dan jarak dari desakampung dan tahap selanjutnya menganalisis hubungan antara peubah yang
berpengaruh dengan kerapatan titik panas.
a. PersiapanPengolahan Data Peubah Model Kerentanan Faktorpeubah yang digunakan dalam penyusunan model, dibagi ke dalam
beberapa kelas sebagai berikut ; Kedalaman gambut X1 dibedakan kedalam kelas non gambut tanah
mineral, sangat dangkal 50 cm, dangkaltipis 50-100 cm, sedang 100-200 cm, dalamtebal 200-400 cm, sangat dalamsangat tebal 400-
800 cm dan sangat dalam sekalisangat tebal sekali 800 cm. Penutupanpenggunaan lahan X2. Berdasarkan hasil interpretasi citra
Landsat diperoleh 20 kelas penutupanpenggunaan lahan yang terbagi atas
air, belukar, belukar rawa, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa
primer, hutan rawa sekunder, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, perkebunan, pertambangan, permukiman, rawa, sawah,
tambak dan transmigrasi
Jarak terhadap pusat desakampung X3 dilakukan buffer dengan interval 1000m 1km
Jarak terhadap jaringan jalan X4 dilakukan buffer dengan interval 1000m 1km
Jarak terhadap jaringan sungai X5 dan juga dilakukan buffer dengan interval 1000m 1km.
b. Penentuan Skor Aktual actual score Penentuan nilai didasarkan pada luasan setiap sub faktor, jumlah hotspot
yang ada observed pada setiap sub faktor dan jumlah hotspot yang diharapkan atau yang seharusnya ada expected. Nilai masing-masing sub faktor dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 1 dan 2
�� =
� ��
�
100
� ��
.........................................................................................1 � =
� 100
..................................................................................................2 Dimana :
Xi adalah skor kelas sub faktor pada setiap sub faktor Oi adalah jumlah hotspot yang ada pada setiap sub faktor obseved hotspot
Ei adalah jumlah hotspot yang diharapkan pada setiap sub faktor T adalah jumlah total hotspot
F adalah persentase luas dalam setiap sub faktor
c. Penentuan Skor Dugaan estimated score Skor dugaan digunakan untuk merapikan pola nilai skor aktual yang tidak
teratur. Skor dugaan didapatkan dengan meregresikan antara masing-masing sub faktor dengan skor aktual dengan pola regresi.
d. Perhitungan Nilai Skor Skala rescalling score
Standarisasi skor antara semua variabel yang digunakan dalam penyusunan model kerawanan kebakaran hutan dan lahan dilakukan dengan menghitung
kembali skor sehingga didapatkan skor skala dengan nilai antara 10 sampai 100 dengan menggunakan persamaan 2 Jaya et al. 2007.
� �� =
� �� . � − � �� . �
� �� . �� − � �� . � ∗ � �� . max− � �� . � + � �� . � … 2
Dimana : Score
R.out
adalah nilai skor hasil rescalling Score
E.input
adalah nilai skor dugaan estimated score input Score
E.min
adalah nilai minimal skor dugaan Score
E.max
adalah nilai maksimal skor dugaan Score
R.max
adalah nilai skor tertinggi hasil rescalling Score
R.min
adalah nilai skor terendah hasil rescalling