Gambar 6 Tanaman keladi dan pohon pala Waktu penanaman antara individu tanaman tidak selalu bersamaan, hal ini
dikarenakan beragamnya jenis yang ditanam dalam kebun sehingga terbentuknya tajuk dengan ketinggian yang berbeda. Petani dapat menanam tanaman pada
kebun kapan saja disaat petani mendapat bibit dan ingin melakukan penanaman, sehingga tidak ada waktu tertentu untuk melakukan penanaman. Umumnya petani
menanam dimusim penghujan, hal ini dikarenakan terjadinya hujan pada hari dilaksanakan penanaman sangat berperan pada keberhasilan tumbuhnya tanaman.
5.2.5. Pemeliharaan
Pemeliharaan kebun tidak terlalu dilakukan oleh petani. Waktu pemeliharaan kebunpun berbeda-beda tergantung tingkat kerajinan petani dalam
memelihara kebunnya. Tabel 24 Distribusi responden berdasarkan kegiatan pemeliharaan
No Frekuensi
pemeliharaan Jumlah Responden
Total Suku Baham
Suku Mata Suku lainnya
N N
N N
1 Setiap hari
3 15
5 35,7
1 33,3
9 24,3
2 1 kali seminggu
5 25
2 14,3
2 66,7
9 24,3
3 2 kali seminggu
3 15
4 28,6
- 7
18,9 4
2-3 kali seminggu 2
10 1
7,1 -
3 8,1
5 2-3 kali sebulan
7 35
2 14,3
- 9
24,3 Jumlah
20 100
14 100,0
3 100,0 37
100,0
Dari data pada Tabel 24 dapat dilihat sebesar 24,3 responden dari ketiga suku yang melakukan pemeliharaan kebun setiap hari, satu kali dalam seminggu,
dan 2-3 kali dalam sebulan. Pemeliharaan hanya dilakukan oleh keluarga petani
dan tidak menggunakan tenaga luar. Pemeliharaan dilakukan dengan membersihkan rumput dan tali-tali yang ada serta membakarnya. Petani tidak
melakukan pemeliharaan dengan menggunakan obat-obatan seperti menyemprot pestisida dan tidak menggunakan pupuk pada tanamannya. Tanaman hanya
dibiarkan tumbuh secara alami dengan menyerap unsur-unsur mineral atau hara yang ada pada tanah. Petani tidak perlu merawat tanaman karena merasa tanah
yang terdapat pada kebun mereka adalah tanah yang subur, hal ini dapat dilihat dari frekuensi petani dalam memelihara kebunnya.
5.2.6. Pemanenan
Pemanenan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pemanenan dari hasil tanaman jangka pendek dan tanaman jangka panjang. Adanya berbagai macam
tanaman yang mengisi kebun dengan tingkat produktivitas, usia tanaman, serta waktu penanaman yang berbeda menyebabkan kegiatan pemanenan tidak teratur.
Ketika selesai dipanen, sebagian hasil kebun dijual dan dikonsumsi untuk kebutuhan subsisten. Banyaknya hasil panen yang ingin dijual tergantung pada
kebutuhan rumah tangga, karena hasil dari penjualan digunakan untuk membeli kebutuhan rumah tangga yang tidak terpenuhi dari hasil kebun.
Pemanenan yang dilakukan terhadap tanaman-tanamn yang ada di dalam kebun berbeda-beda tergantung pada usia produksi. Untuk tanaman kehutanan
kayu-kayuan yang terdapat pada kebun secara alami dari hutan alam yang telah ada seperti matoa Pometia Sp., bugem-gem, wagus, heg, dan pohon lainnya
yang ada di dalam kebun jarang dimanfaatkan untuk nilai komersil, hal ini karena petani lebih menggunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk kayu matoa
biasanya digunakan untuk papan rumah atau kayu bakar, heg biasanya digunakan untuk hulu parang dan lantai rumah papan, wagus daunnya digunakan untuk
obat penyakit dalam, dan bugem-bugem digunakan sebagai kayu bakar. Untuk tanaman seperti buah-buahan yang bersifat lokal seperti pala, durian, mangga,
rambutan, langsat, nangka, cempedak, jambu, dan masih banyak lagi biasanya usia produksinya dari menanam cukup lama. Sedangkan untuk tanaman pertanian
umumnya memiliki usia produktif yang pendek dan intensitas produksinya sangat besar dalam satu tahun sehingga dapat dipanen dengan cepat, walaupun waktu
panen tiap tanaman pertanian berbeda-beda juga.
Tanaman pertanian dan tanaman kehutanan sengaja ditanam bersamaan, dan ketika tanaman buah-buahan tumbuh besar atau dewasa, maka petani akan
menghentikan penanaman tanaman pertanian dan lebih memprioritaskan pada tanaman buah-buahan. Tanaman pertanian sendiri akan dipindahkan ke kebun
yang baru, hal ini menyebabkan petani akan membuka kebun baru pada hutan alam oleh karena itu petani akan memiliki lebih dari satu kebun.
Pemungutan hasil kebun dilakukan oleh petani dan anggota keluarga untuk dijual atau dikonsumsi sendiri, terkadang apabila hasil kebun melimpah petani
akan meminta bantuan sesama petani masyarakat dalam satu desa untuk bergotong royong dalam melakukan pemungutan hasil kebun. Biaya yang
dikeluarkan petani hanya untuk biaya makan dan rokok. Dalam melakukan pemanenan terdapat pengaturan panen yang dikenal sebagai sasi. Budaya sasi
merupakan larangan atau pantangan mengambil dan memanfaatkan hasil kebun pada luasan tertentu dalam jangka waktu tertentu tergantung dari pemilik kebun.
Larangan pemanfaatan isi kebun biasanya pada saat mendekati panen dilakukan sasi, hingga saat akan dilakukan pemanenan sekitar 3-4 bulan untuk tanaman
pertanian dan 7-8 bulan untuk tanaman buah-buahan. Kurun waktu berlakunya sasi tergantung pemilik kebun, sasi biasanya dilakukan oleh orang yang dipercaya
atau diyakini memiliki ilmu atau mengetahui doa-doa yang berhubungan dengan sasi dan tidak sembarang orang dapat melakukannya
. Tahapan pelaksanaan sasi yaitu upacara penutupan dan upacara pembukaan.
Tutup sasi merupakan tahapan dilakukannya kegiatan pelarangan terhadap adanya akses masyarakat atau petani lain untuk mengambil atau memungut hasil kebun
sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Buka sasi hanya dapat dilakukan oleh orang yang melakukan tutup sasi dan dilaksanakan pada saat
panen akan dilakukan, sehingga hasil kebun dapat dimanfaatkan. Sasi ditandai dengan tanda larangan berupa simbol larangan yang di letakkan pada jalan menuju
kebun atau di dalam kebun yang di sasi. Simbol larangan dapat berupa bambu yang diatasnya diletakkan rumput atau botol yang diikat dengan kain berwarna
merah. Pada saat berjalannya waktu sasi, jika terjadi pelanggaran seperti terdapat
pihak-pihak yang diam-diam mengambil hasil kebun akan mendapatkan sanksi.
Sanksi disini berupa penyakit seperti sakit keras atau terserang bisul raja dan hanya dapat disembuhkan oleh orang yang melakukan tutup sasi. Budaya sasi
tersebut merupakan bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada Gambar 7.
Gambar 7 pembuatan sasi pada kebun agroforestri tradisional
5.2.7 Pemasaran