Klasifikasi Agroforestri berdasarkan Masa Perkembangannya

pengaturan dan pemulihan sumberdaya hutan. Agroforestri terbagi menjadi dua macam yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah perpaduan-perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur, menggambarkan apa yang kini dikenal dengan skema agroforestri klasik. Contoh paling sering ditemui adalah sistem tumpang sari antara jati dan palawija. Sedangkan sistem agroforestri kompleks merupakan sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman, dan rumput. Penampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam primer dan sekunder. Menurut Andayani 2005 agroforestri dapat diartikan juga sebagai sebuah bentuk nama kolektif collective name dari sistem nilai masyarakat berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari. Oleh karena itu agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk sebagai berikut : 1. Agrisilvikultur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan yang matang untuk memproduksi hasil-hasil pertanian dan hasil hutan. 2. Sylvopastural, sistem pengelolaan hutan yang dikelola untuk menghasilkan kayu dan juga memelihara ternak. 3. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem pengelolaan lahan untuk memproduksi hasil pertanian dan hasil kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan ternak. 4. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola tidak saja untuk menghasilkan kayu tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia maupun dijadikan makanan ternak.

2.2 Klasifikasi Agroforestri berdasarkan Masa Perkembangannya

Agroforestri ditinjau dari masa perkembangannya, terdapat dua kelompok besar agroforestri yang terdiri dari: 1. Agroforestri tradisionalklasik traditionalclassical agroforestry Dalam lingkungan masyarakat lokal dijumpai berbagai bentuk praktek pengkombinasian tanaman berkayu pohon, perdu, palem-paleman, bambu- bambuan dengan tanaman pertanian danatau peternakan. Praktek tersebut dijumpai dalam satu unit manajemen lahan hingga pada suatu bentang alam landscape dari agroekosistem pedesaan. Menurut Thaman 1989 diacu dalam Sardjono et al. 2003, mendefinisikan agroforestri tradisional atau agroforestri klasik sebagai setiap sistem pertanian, dimana pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakantanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial-ekonomi dan ekologi dari keseluruhan sistem agroecosystem. 2. Agroforestri modern modern atau introduced agroforestri Agroforestri modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Berbeda dengan agroforestri tradisionalklasik, ratusan pohon bermanfaat di luar komponen utama atau juga satwa liar yang menjadi bagian terpadu dari sistem tradisional kemungkinan tidak terdapat lagi dalam agroforestri modern Thaman 1989 diacu dalam Sarjono et al. 2003. Tabel 1 Perbedaan penting agroforestri tradisional dan agroforestri modern Aspek Tinjauan Agroforestri Tradisional Agroforestri Modern Kombinasi Jenis Tersusun atas banyak jenis polyculture, dan hampir keseluruhannya dipandang penting; banyak dari jenis-jenis lokal dan berasal dari permudaan alami. Hanya terdiri dari 2-3 kombinasi jenis, dimana salah satunya merupakan komoditi yang diunggulkan; seringkali diperkenalkan jenis unggul dari luar exotic species. Struktur Tegakan Kompleks, karena pola tanamnya tidak teratur, baik secara horizontal ataupun vertikal. Sederhana, karena biasanya menggunakan pola jalur atau baris yang berselang-seling dengan jarak tanam yang jelas. Orientasi Penggunaan Lahan Subsisten hingga semi komersial meskipun tidak senantiasa dilaksanakan dan dalam skala kecil. Komersial dan umumnya diusahakan dengan skala besar oleh karenanya padat model capital intensive. Keterkaitan Sosial Budaya Memiliki keterkaitan sangat erat dengan sosial-budaya lokal karena telah dipraktekkan secara turun temurun oleh masyarakatpemilik lahan. Secara umum tidak memiliki keterkaitan dengan sosial budaya setempat, karena diintroduksi oleh pihak luar proyek atau pemerintah. Sumber : Sarjono et al. 2003

2.3 Pola Tanam