24
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Pembelajaran Berbicara
a. Pengertian Berbicara
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Menurut Suharyanti 1996: 5, berbicara merupakan
pemanfaatan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia untuk memberi tanda- tanda yang dapat didengar audible dan yang dapat dilihat visible agar maksud
dan tujuan dari gagasan-gagasannya dapat tersampaikan. Ini berarti bahwa berbicara merupakan pengucapan bunyi-bunyi yang dipandang dari faktor fisik
untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannya. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. 1991: 17 bahwa
keterampilan berbicara merupakan keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Kedua pendapat tersebut memandang bahwa seseorang pendengar dapat menerima informasi melalui
rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian juncture yang dapat dilihat dan didengar secara fisik.
Hampir sama dengan kedua pendapat di atas, Nurhadi 1995: 342 memandang berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa yang
berfungsi untuk menyampaikan informasi secara lisan. Berbicara berarti mengemukakan ide atau pesan lisan secara aktif. Lebih lanjut lagi, Surono 2006:
396 menambahkan bahwa berbicara adalah komunikasi verbal secara lisan dan langsung antara penutur dan mitra tutur yang bisa dilaksanakan dengan
menggunakan media komunikasi audio atau audiovisual. Jadi, berbicara merupakan keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Salah satu tujuan berbicara adalah untuk melakukan proses komunikasi. Ochs dan Winker Henry Guntur Tarigan, 1985: 16, menyatakan bahwa tujuan
berbicara secara umum ada tiga, yaitu: a memberitahukan, melaporkan; b
25
menjamu, menghibur; dan c membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan. Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itu pun mungkin saja terjadi suatu
pembicaraan, misalnya gabungan dari melaporkan dan menjamu, begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan.
Sependapat dengan paparan di atas Gorys Keraf 2001: 320-321 menyatakan bahwa tujuan berbicara, antara lain: 1 mendorong, maksudnya
pembicara berusaha memberi semangat, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian; 2 meyakinkan, maksudnya pembicara ingin meyakinkan sikap,
mental, intelektual kepada para pendengarnya; 3 bertindak, berbuat, menggerakkan, maksudnya adalah pembicara menghendaki adanya tindakan atau
reaksi fisik dari pendengar; dan 4 menyenangkan atau menghibur. Pendapat Gorys Keraf ini diperkuat oleh Utami Widiati 1999: 32 yang menyatakan
bahwa berbicara pada umumnya memerlukan subconscious process tidak sadar atau spontan., karena tidak ada waktu untuk berpikir dengan sadar apa yang harus
diucapkannya. Oleh karena itu, dalam percakapan spontan para pebelajar menunjukkan kesulitan dalam mengekspresikan gagasan mereka, baik dalam hal
ketepatan pelafalan, ketepatan intonasi dan stres, keakuratan gramatika, ketepatan kosakata, maupun kelancarannya.
Kegiatan bercerita diperlukan untuk menyampaikan idegagasan yang diungkapkan oleh pembicara kepada orang lain dalam bentuk wacana lisan
mutlak. Tanpa adanya keterampilan untuk berkomunikasi secara lisan, banyak informasi yang tidak dapat dimengerti oleh pendengar. Seorang pembicara dapat
mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang lain dalam keterampilan berbahasa sebagai suatu bentuk berkomunikasi. Dapat disimpulkan bahwa
kegiatan bercerita adalah aktivitas memberitahukan, menghibur, mengajak, menyenangkan dan untuk bertindak dengan menggunakan media lisan.
b. Efektivitas Keterampilan Berbicara