BAB 5 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh status oral higiene dan kebutuhan perawatan periodontal pada anak autis dan normal usia 6-18 tahun di beberapa SLB, Yayasan terapi,
dan Sekolah umum di Kota Medan dengan masing-masing jumlah anak sebanyak 51 orang. Pada penelitian ini dijumpai tingginya jumlah anak autis berjenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan, yaitu dengan rasio 7,5:1 Tabel 3. Hasil ini sesuai ini dengan beberapa penelitian lain yang menyatakan anak laki-laki lebih berisiko menderita autis
dengan rasio 4:1,
16
2,8:1,
19
3,5:1,
18
2,25:1
14
dan 3,6:1.
17
Hanya rasio pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian lain, hal ini mungkin disebabkan karena jumlah
sampel pada penelitian ini lebih sedikit daripada penelitian lain. Hasil penelitian menunjukkan skor rerata OHIS pada anak autis lebih tinggi
dibandingkan anak normal yaitu 3,21 ± 1,17; sedangkan pada kelompok anak normal yaitu 1,75 ± 0,97 Tabel 4. Penelitian yang dilakukan oleh Richa tahun 2012 di India, juga
didapati skor rerata OHIS yang lebih tinggi pada anak autis dibandingkan anak normal yaitu 2,07 ± 0,83, sedangkan pada kelompok anak normal yaitu 0,46 ± 0,58.
16
Perbedaan rerata skor OHIS pada kedua kelompok subjek penelitian mungkin terjadi akibat ketidakmampuan anak autis dalam menjaga kebersihan rongga mulutnya, seperti kurangnya
minat dan tidak efektifnya anak autis dalam menggosok gigi dan memakai benang gigi sehingga dibutuhkan panduan, penjagaan, dan observasi dari keluarga maupun pengasuh
ketika anak membersihkan giginya.
13,14,16,17,33,34
Pada penelitian ini ditemukan tingginya rerata skor OHIS anak autis dan normal pada kelompok usia 13-18 tahun 3,92 ± 1,03; 1,88 ± 0,92 dibandingkan kelompok usia 6-
12 tahun 2,82 ± 1,07; 1,68 ± 1,00 Tabel 5. Adanya peningkatan rerata skor OHIS yang disebabkan oleh kelompok usia, ditemukan pada beberapa penelitian lainnya yang
mengemukakan perbedaan kelompok usia mempengaruhi OHIS dengan asumsi peningkatan skor OHIS seiring bertambahnya usia.
52,53
Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh peningkatan indeks kalkulus dari akumulasi plak yang meningkat sering dengan
bertambahnya usia dan memperburuk OHIS.
47
Data ini ditunjukkan dari hasil indeks kalkulus anak autis maupun normal pada kelompok usia 13-18 tahun 1,57 ± 0,71; 0,54 ±
0,41 dibandingkan kelompok usia 6-12 tahun 0,58 ± 0,70; 0,14 ± 0,53 Tabel 5. Hasil penelitian menunjukkan OHIS yang terbanyak pada anak autis memiliki
kategori buruk, sebanyak 28 anak 54,9, sedangkan pada anak normal yang memiliki kategori buruk hanya 7 anak 13,7 Tabel 6. Hal ini juga dijumpai pada hasil penelitian
Jaber yang menunjukkan, 36 anak autis 59 memiliki OHIS yang buruk dan hanya 9 anak normal 14,8 yang memiliki OHIS buruk.
19
Adanya perbedaan kategori ini mungkin disebabkan karena anak autis membutuhkan orang lain dalam membersihkan
rongga mulut.
16,17
Disamping itu hanya 66,7 anak autis yang menyikat gigi dengan frekuensi yang benar, dan hanya 11,8 anak autis yang menyikat gigi dengan waktu yang
benar Tabel 9. Frekuensi menyikat gigi yang benar dua kali sehari pada anak normal dimiliki
keseluruhan anak 100, namun anak normal paling banyak memiliki kategori OHIS sedang, yaitu 30 anak 58,8 Tabel 6. Hal ini mungkin disebabkan karena masih banyak
anak normal yang menyikat gigi pada waktu yang salah 68,6. Selain itu, frekuensi makan di luar jam makan utama anak normal masih banyak yang salah yaitu sebanyak
19,6 anak Tabel 9. Hal inilah yang mungkin mempengaruhi masih banyak anak normal yang memiliki indeks debris pada kategori sedang dan buruk, yaitu sebanyak 49 dan
29,4. Hasil penelitian ini menunjukkan, sebagian besar anak normal memiliki status
periodontal yang sehat yaitu sebanyak 20 anak 39,2 sedangkan anak autis yang memiliki status periodontal yang sehat adalah sebanyak 8 anak 15,7 Tabel 7. Hal ini
juga dijumpai pada penelitian Luppanaporn-lap S dkk yang menunjukkan banyaknya status periodontal yang sehat pada anak normal 29,2 dibandingkan anak autis 9,4. Hal
tersebut mungkin disebabkan adanya konsumsi obat-obatan seperti antikonvulsan untuk pengobatan epilepsi yang dapat meningkatkan terjadinya perdarahan gingiva pada anak
autis,
36,37
disamping kebersihan rongga mulut yang kurang. Hanya disayangkan, status periodontal pada masing-masing anak autis dan normal masih banyak dijumpai kalkulus
yang mungkin disebabkan karena waktu penyikatan gigi yang salah pada kedua subjek
penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sehingga mungkin menyebabkan terjadinya penumpukan kalkulus, selain itu kunjungan rutin ke dokter gigi hanya dimiliki
oleh anak normal sebesar 5,9 Tabel 9. Pada penelitian ini status periodontal yang sehat lebih banyak dijumpai pada
kelompok usia 6-12 tahun baik pada anak autis 21,2 maupun anak normal 57,5, dibandingkan kelompok usia 13-18 tahun, yaitu sebanyak 5,6 pada masing-masing anak
autis dan normal Tabel 7. Adanya perbedaan status periodontal pada kelompok usia juga ditemukan pada hasil penelitian Machuca G dkk, yang menunjukkan 29,4 kelompok usia
12-13 tahun memiliki status periodontal yang sehat, sedangkan hanya 2 dari kelompok usia 14-17 tahun dengan status periodontal yang sehat. Hal ini mungkin disebabkan karena
bertambahnya usia, maka kalkulus dari akumulasi plak akan meningkat.
47
Disamping itu, dari hasil data menunjukkan pada anak autis sebanyak 44,4 anak memiliki poket 4-5 mm
dan hanya sebanyak 11,1 anak normal yang memiliki poket 4-5 mm, hal ini menunjukkan kondisi kalkulus pada anak autis lebih banyak yang parah dibandingkan anak normal
sehingga dalam perawatannya anak autis lebih banyak membutuhkan tenaga profesional Tabel 9. Selain itu, pada kelompok usia 6-12 tahun tidak dilakukan pemeriksaan
kedalaman poket, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan kedalaman poket pada kelompok usia 13-18 tahun.
Pada penelitian ini status periodontal gusi berdarah lebih tinggi sedikit pada anak autis 19,6 dibandingkan anak normal 17,6, hal ini mungkin disebabkan karena lebih
tingginya skor debris pada anak autis dibandingkan anak normal. Keadaan ini dapat mempengaruhi kondisi periodontal seperti terjadinya gingivitis. Penelitian ini sesuai
dengan penelitian di Bangkok yang mendapatkan persentase gusi berdarah pada anak autis 78,1 lebih tinggi dibandingkan anak normal 14,5.
18
Pada kebutuhan perawatan periodontal, hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar anak normal tidak membutuhkan perawatan periodontal, yaitu sebanyak 20 anak
39,2, sedangkan anak autis yang tidak membutuhkan perawatan periodontal adalah sebanyak 8 anak 15,7 Tabel 8. Sebanyak 33 anak autis 64,7 membutuhkan
perbaikan oral higiene dan skeling profesional, sedangkan pada anak normal yang membutuhkan perbaikan oral higiene dan skeling profesional adalah sebanyak 22 anak
43,1. Hal ini juga dijumpai pada penelitian Luppanaporn-lap S dkk yang menunjukkan 29,2 anak normal tidak membutuhkan perawatan periodontal, sedangkan persentase anak
autis yang tidak membutuhkan perawatan periodontal adalah 9,4.
18
Hal ini mungkin dapat disebabkan dari perbedaan kunjungan ke dokter gigi seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, dan kemungkinan perawatan yang telah dilakukan berupa tindakan skeling. Hasil penelitian menunjukkan 7,84 anak normal pernah melakukan kunjungan ke dokter
gigi untuk dilakukannya skeling, namun pada anak autis hanya 1,96 anak. Pada penelitian ini ditemukan tingginya kebutuhan perawatan periodontal pada
kelompok usia 13-18 tahun dibandingkan kelompok usia 6-12 tahun pada anak autis maupun anak normal Tabel 8. Pada kelompok usia 13-18 tahun, sebanyak 94,4 anak
autis dan 88,9 anak normal yang memerlukan perbaikan oral higiene dan skeling profesional, sedangkan pada kelompok usia 6-12 tahun sebanyak 48,5 anak autis dan
18,2 anak normal yang memerlukan perbaikan oral higiene dan skeling profesional. Adanya peningkatan kebutuhan perawatan periodontal yang disebabkan oleh bertambahnya
usia juga ditemukan pada hasil penelitian Machuca G dkk yang melakukan penelitian pada populasi berkebutuhan khusus di Spanyol.
54
Pada penelitian tersebut dibuktikan kebutuhan perawatan peridontal meningkat seiring bertambahnya usia.
CPITN tidak hanya digunakan untuk mendapatkan data kesehatan periodontal dari suatu komunitas, namun juga dapat digunakan sebagai program perencanaan kebutuhan
perawatan periodontal pada suatu populasi tertentu, yaitu anak autis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui anak autis perlu segera dilakukan perawatan skeling dan beberapa
diantaranya membutuhkan tenaga profesional seperti kuretase. Selain itu juga dibutuhkan penyuluhan dan bakti sosial yang tidak hanya ditujukan pada anak autis namun juga pada
orang tua dan pengawas anak autis sendiri, kegiatan ini dapat menambah informasi dan wawasan mengenai kebersihan rongga mulut dan perlunya kunjungan ke dokter gigi secara
berkala, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit periodontal yang merupakan salah satu masalah utama kesehatan gigi dan mulut disamping karies gigi.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN