Tabel 2 Jenis data dalam penelitian
No Data Informasi
Sumber Jenis data
1. Peta : • Peta jalan
• Peta batas administrasi kecamatan • Peta sungai
• Citra landsat • Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup PPLH IPB
• Biotrop Sekunder
2. Kondisi fisik Nuhuroa :
• Iklim : a. Curah hujan b. Temperatur
c. Kelembaban udara d. Penyinaran matahari
e. Tekanan udara f. Kecepatan angin
g. Variasi musim
• Hidro-oseanografi: gelombang, arus, pasang surut
• Stasiun Meteorologi Dumatubun Langgur
10 tahun terakhir : 1996-2006
• Survei dan pengukuran lapangan
• Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Malra
Sekunder Primer
Sekunder
3. Obyek dan atraksi alam
• Potensi SDA pesisir dan laut: a. Pulau-pulau kecil
b. Terumbu karang c. Lamun
d. Mangrove e. Pantai
• Survei lapangan dan pengamatan
Primer
4. SDM: - Jumlah penduduk
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pendapatan
• Masyarakat Primer
5. Sarana pendukung
: -
Infrastruktur -
Pendukung -
Aksesibilitas • Survei lapangan dan
pengamatan • Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kab. Malra, Bappeda Kab.
Malra Primer
Sekunder
6 Pengunjung : - Profil wisatawan - Motivasi kunjungan
• Hasil wawancara Primer
7. Stakeholder
: - Pemerintah eksekutif legislatif
- Masyarakat - Pihak swasta
- LSM • Wawancara dan
kuisioner Primer
1.3 Produk Yang Dihasilkan
Hasil akhir tahapan analisis potensi pengunjung berupa informasi tentang profil, pengalaman dan motivasi, serta pendapat wisatawan tentang obyek dan atraksi di
lokasi penelitian yang merupakan input dalam pengembangan ekowisata. 27
Tahap 2. Mengidentifikasi dan Menganalisis Preferensi Stakeholder 2.1
Data
Identifikasi stakeholder, dilakukan melalui prinsip analisis stakeholder yaitu : keterlibatan semua pihak, relevansi dan keseteraan jender.
2.2 Metode Analisis
Analisis stakeholder menggunakan matriks analisis stakeholder untuk mengetahui pelaku pembangunan yang berperan dalam pengembangan ekowisata
selanjutnya dilakukan analisis proses hirarki dalam pengelolaan dan pemanfataan sumberdaya alam dan lingkungan.
2.3 Produk Yang Dihasilkan
Hasil akhir analisis stakeholder berupa informasi tentang peran dan preferensi stakeholder
dalam pengembangan ekowisata serta kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam.
Tahap 3. Identifikasi dan Analisis Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pulau
3.1 Data
Data yang diperlukan dalam menganalisis potensi obyek dan atraksi serta kepekaan sumberdaya alam dan lingkungan yaitu potensi sumberdaya pesisir dan
tingkat kepekaan lingkungan sumberdaya pesisir. Data obyek dan atraksi alam merupakan potensi ekologis ekosistem pesisir. Selanjutnya dilakukan analisis
kesesuaian lahan untuk pengembangan ekowisata dan analisis daya dukung DDK untuk pemanfaatan sumberdaya yang lestari.
Data yang diperlukan untuk analisis indeks kepekaan lingkungan pesisir mencakup tingkat kepekaan tipologi pantai, tingkat kepekaan sumberdaya hayati dan
tingkat kepekaan habitat yang dimanfaatkan oleh manusia dan nilai pemanfaatannya.
3.2 Metode Analisis
a. Analisis Kesesuaian Wisata Aktifitas wisata yang akan dikembangkan disesuaikan dengan potensi
sumberdaya dan peruntukkannya. Setiap aktifitas wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan sesuai obyek yang akan dikembangkan. Metode yang
digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan untuk aktiftas wisata yaitu dengan sistem informasi geografi menggunakan sotfware ArcView 3.3. Rumus yang
digunakan untuk kesesuaian wisata pantai Yulianda, 2007 : IKW=
∑ [ Ni Nmaks] x 100 Keterangan :
IKW = indeks kesesuaian wisata Ni
= nilai parameter ke-i Nmaks = nilai maksimun dari suatu kategori wisata
Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang
diperoleh perjumlah nilai dari seluruh parameter. 1.
Wisata Pantai Kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mempertimbangkan 10 parameter
dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 sangat sesuai, dengan nilai 80-100; S2 cukup sesuai, dengan nilai 60- 80; S3 sesuai bersyarat, dengan nilai 35-
60 dan N tidak sesuai, dengan nilai 35. Parameter kesesuaian wisata kategori rekreasi yaitu kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan,
kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar. Untuk kesesuaian wisata pantai kategori wisata
mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 sangat sesuai, dengan nilai 80-100; S2 cukup sesuai, dengan nilai 60- 80;
S3 sesuai bersyarat, dengan nilai 35- 60 dan N tidak sesuai, dengan nilai 35. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove antara lain
ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut dan obyek biota.
2. Wisata Bahari
Wisata bahari dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu wisata selam, wisata snorkeling dan wisata lamun. Kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam
mempertimbangkan 6 parameter kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form
, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang dengan 29
empat klasifikasi yaitu : S1 sangat sesuai, dengan nilai 80-100; S2 cukup sesuai, dengan nilai 60- 80; S3 sesuai bersyarat, dengan nilai 35- 60 dan N tidak
sesuai, dengan nilai 35. Potensi karang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata selam terdiri dari karang keras, karang lunak, dan biota lain
yang berasosiasi dengan karang. Parameter karang yang digunakan untuk kesesuaian wisata selam adalah persen tutupan komunitas karang yang terdiri dari karang keras,
karang lunak dan biota lainnya yang masuk kategori “other faunas”. Sedangkan luas hamparan karang yang dapat dimanfaatkan untuk wisata selam dibatasi oleh
kedalaman 30 meter. Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling mempertimbangkan tujuh
parameter dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 sangat sesuai, dengan nilai 80-100; S2 cukup sesuai, dengan nilai 60- 80; S3 sesuai bersyarat, dengan
nilai 35- 60 dan N tidak sesuai, dengan nilai 35. Parameter kesesuaian wisata snorkeling yaitu kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form,
jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar karang. Sedangkan kesesuaian wisata bahari kategori wisata lamun
mempertimbangkan tujuh parameter tutupan lamun, kecerahan perairan, jenis ikan, jenis lamun, jenis substrat, kecepatan arus dan kedalaman lamun dengan empat
klasifikasi penilaian yaitu : S1 sangat sesuai, dengan nilai 80-100; S2 cukup sesuai, dengan nilai 60- 80; S3 sesuai bersyarat, dengan nilai 35- 60 dan N
tidak sesuai, dengan nilai 35. Hasil akhir analisis kesesuaian lahan berupa peta- peta tematik kesesuaian lahan untuk ekowisata berdasarkan kategori wisata.
b. Analisis Daya Dukung DDK
Analisis daya dukung ditujukan bagi pengembangan ekowisata dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara
lestari. Metode perhitungan daya dukung untuk pengembangan ekowisata alam yaitu dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan DDK. DDK adalah jumlah
maksimun pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan
manusia. Perhitungan DDK mengunakan rumus Yulianda, 2007: 30
DDK = K x LpLt x WtWp Keterangan :
DDK = daya dukung kawasan K
= Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp
= Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt
= Unit area untuk kategori tertentu Wt
= Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp
= Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis
kegiatan yang akan dikembangkan. Luas area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam
tetap terjaga. Waktu kegiatan pengunjung dihitung berdasarkan Wp yaitu lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Kegiatan
wisata dapat dirinci berdasarkan kegiatan yang dilakukan. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan Wt. Waktu kawasan
adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam jam 8-16. Hasil akhir tahapan analisis daya dukung DDK berupa daya dukung
kawasan untuk setiap ekosistem pesisir. c.
Indeks Kepekaan Lingkungan IKL Pemetaan indeks kepekaan lingkungan IKL merupakan alat perencanaan
dalam pendekatan pengelolaan lingkungan pesisir. Kepekaaan lingkungan disusun untuk dijadikan pedoman bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir, serta dalam
mengevaluasi bahaya potensial yang ditimbulkan dari dampak berbagai kegiatan di terrestrial
maupun yang terjadi di lingkungan pesisir. Penyusunan IKL terhadap ekosistem alami dilakukan dengan pendekatan spasial dan kuantitatif.
Pemetaan IKL mempertimbangkan kombinasi tiga komponen utama indeks kepekaan lingkungan, yaitu indeks nilai kerentanan vulnerability value index IR,
indeks nilai habitat habitats value index IH dan indeks sosial sosial values index IS Yulianda, 2006. Kombinasi ketiga indeks lingkungan merupakan persamaan
indeks kepekaan dengan rumus : 31
KIKLi = IR x IH x IS Keterangan :
KIKLi = Gabungan dari indeks kepekaan lingkungan setiap variabel i lingkungan, IR = Indeks nilai Kerentanan, terdiri dari indeks nilai pantai IP,
IH = Indeks nilai Habitat, terdiri dari indeks nilai ekosistem IE dan indeks jenis IJ,
IS = Indeks nilai Sosial, terdiri dari indeks nilai ekonomi NE dan nilai sosial pemanfaatan sumberdaya NS
n
-
n IRi =
∑VCj j=1
n
-
n IHi =
∑HCj j=1
n
-
n ISi =
∑SCj j=1
Keterangan : VC = komponen kerentanan bioassay dan nilai pantai
HC = komponen habitat nilai ekosistem dan indeks jenis SC = komponen sosial nilai ekonomi dan nilai pemanfaatan sosial
Komposit indeks kepekaan lingkungan KIKL mempunyai kisaran nilai 1-125 dengan klasifikasi kepekaan Tabel 3.
Tabel 3 Tingkat kepekaan berdasarkan KIKL
Nilai KIKL Tingkat Kepekaan 1 Tidak Peka
2 – 8 Kurang Peka 9 – 27 Sedang
28 – 64 Peka 65 – 125 Sangat Peka
Sumber: Yulianda 2006
Adapun komponen parameter lingkungan yang digunakan dalam perhitungan indeks kepekaan lingkungan terdiri dari 5 parameter yaitu: ekosistem sumberdaya pesisir,
laut, pemukiman, pertanian, dan pantai. c.1 Indeks Kerentanan
Komponen indeks kerentanan untuk indeks kepekaan lingkungan terdiri dari nilai pantai. Untuk ekosistem sumberdaya pesisir mangrove, lamun terumbu karang,
kriteria penilaian indeks habitat dari nilai pantai sudah ditetapkan 5 berdasarkan Sloan 1993. Analisis pemetaan tematik laut untuk indeks kepekaan lingkungan
terdiri dari analisis parameter oseanografi dan kualitas air. Nilai pantai diperoleh dari
kriteria oseanografi yaitu gelombang, arus, pasang surut dan kemiringan pantai.
c. 2 Indeks Habitat Komponen indeks habitat terdiri dari nilai ekosistem dan nilai jenis sumberdaya
alam pesisir. Kriteria penilaian indeks habitat ekosistem pesisir mangrove, lamun, terumbu karang terdiri dari tiga kategori parameter yaitu kepadatan, jenis, dan jarak
dari sumber aktifitas. Nilai habitat untuk peta tematik laut ditentukan oleh kualitas
air. Perhitungan IKL untuk kualitas air didasarkan pada prinsip-prinsip ekologi yang
menyatakan bahwa kualitas air yang baik mempunyai kesempatan yang baik untuk menghadapi gangguan atau tekanan lingkungan yang masuk di kawasan tersebut.
Tingkat kepekaan kualitas air terdiri dari 5 kategori kepekaan melalui pembandingan nilai-nilai parameter kualitas air dengan kriteria baku mutu air laut untuk wisata
bahari KepMen LH No.51, 2004. Parameter-parameter kualitas air tidak memiliki bobot yang sama, tetapi bobot
ditentukan dari pengaruh gangguan parameter terhadap kegiatan pariwisata. Nilai parameter yang melebihi standar baku mutu akan diberi skor 10 dan skor ini akan
dikalikan dengan bobot setiap parameter. Sehingga nilai indeks kualitas air berkisar antara 0-340. Indeks kepekaan lingkungan untuk kualitas air diklasifikasikan menjadi
5 kategori. 33
c.3 Indeks Sosial Komponen indeks sosial terdiri dari nilai ekonomi dan nilai pemanfaatan sosial.
Nilai manfaat sosial dari indeks sosial ekosistem pesisir dihitung berdasarkan bentuk pemanfaatan ekosistem pesisir. Nilai manfaat sosial ekosistem mangrove dihitung
berdasarkan bentuk pemanfaatan mangrove sebagai ekowisata. Persentase penduduk lokal yang kehidupannya tergantung pada keberadaan ekosistem mangrove dihitung
dan diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Sedangkan nilai manfaat ekosistem lamun dan terumbu karang dihitung berdasarkan bentuk pemanfaatan
ekosistem sebagai kawasan ekowisata. Nilai ekonomi mangrove, lamun dan terumbu karang dihitung berdasarkan
manfaat untuk kepentingan perikanan yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Sedangkan nilai manfaat sosial laut dihitung berdasarkan fungsinya
sebagai daerah penangkapan ikan. Persentase penduduk lokal yang memanfaatkan kawasan laut sebagai daerah penangkapan ikan diklasifikasikan dalam lima kategori
tingkat kepekaan. Nilai ekonomi kawasan laut dihitung berdasarkan nilai produksi perikanan lokal. Nilai produksi perikanan dihitung jumlah tangkapan ikan oleh
penduduk lokal di kawasan studi yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan.
Kepekaan lingkungan pantai ditentukan dengan tipe pantai dengan parameter tipe substrat. Tipe substrat pantai berpasir, berbatu dan berlumpur mempunyai
kepekaan yang berbeda pada tingkat kerentanan. Berdasarkan modifikasi Sloan 1993, pantai berbatu mempunyai tingkat kerentanan 1, pantai berpasir mempunyai
tingkat kerentanan 2, dan pantai berlumpur mempunyai tingkat kerentanan 5. Sedangkan indeks habitat IH ditentukan oleh lebar pantai atau jarak dari garis pantai
dan indeks nilai sosial IS berdasarkan pemanfaatan pantai oleh penduduk. Indeks kepekaan lingkungan untuk tematik pemukiman mempertimbangkan
besarnya dampak yang diberikan atau diterima oleh pemukiman berdasarkan jarak pemukiman dari laut. Indeks pantai dari indeks habitat bagi pemukiman telah
ditetapkan bernilai 1. Nilai sosial dihitung berdasarkan jarak terdekat antara pemukiman dengan laut yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan.
Sedangkan nilai ekonomi berdasarkan jumlah rumah di kelompok pemukiman yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan.
Indeks kepekaan lingkungan bagi pertanian dihitung berdasarkan letak lahan dari laut. Indeks habitat dan indeks kerentanan tidak terlalu signifikan sehingga hanya
diberi skor 1. Sedangkan nilai sosial dihitung berdasarkan jarak dari laut yang di asumsikan bahwa tingkat pencemaran sangat ditentukan dengan jarak tempat
mengalirnya limbah pencemaran. Nilai ekonomi lahan pertanian diukur berdasarkan jumlah petani di suatu pemukiman. Nilai ekonomi pertanian akan meningkat bila
jumlah rumah tangga yang tergantung terhadap lahan pertanian. Nilai ekonomi ini diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Nilai akhir dari indeks
kepekaan lingkungan merupakan peta hasil overlay dan komposit dari semua parameter-parameter lingkungan yang diperkirakan akan mendapat pengaruh dari
kegiatan yang mungkin akan terjadi di suatu kawasan.
3.3 Produk Yang Dihasilkan