Analisis Risiko Komoditi Hortikultura

14 6. Harga jual anggrek dendrobium relatif murah jika dibandingkan dengan jenis anggrek lain. Rantai budidaya tanaman anggrek dendrobium dibedakan berdasarkan media tanamnya, yaitu dengan pot dan dengan tanpa pot. Secara keseluruhannya sebenarnya hampir sama, perbedaanya hanya terletak pada tahapan persiapan media tanamnya. Untuk budidaya berdasarkan pot persiapan media tanamnya dimulai dari tahapan pembuatan atau penyediaan pot, pembuatan rak, penyusunan media tanam dan penanaman. Sedangkan budidaya anggrek dengan tanpa pot, tahapan persiapan media tanamnya dimulai dari kegiatan pembuatan bedengan, pembuatan media tanam dan penanaman. Selanjutnya baik dengan sistem pot atau dengan tanpa pot adalah tahapan pemupukan, penyiraman, pengendalian hama penyakit tanaman, dan diakhiri oleh tahapan pemanenan.

2.2 Analisis Risiko Komoditi Hortikultura

Usaha pertanian sering dihadapkan pada kondisi ketidakpastian dari faktor luar yang tidak dapat dikendalikan dengan baik oleh para pelaku usaha. Kondisi demikian menyebabkan usaha pertanian menjadi cukup berisiko. Hortikultura sebagai salah satu bidang atau bagian pertanian juga dihadapkan pada kondisi demikian. Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis tentang risiko pada komoditi hortikultura diantaranya: Arfah 2009, Ginting 2009, Safitri 2009, Tarigan 2009 dan Fariyanti 2008. Arfah 2009 menjelaskan risiko penjualan anggrek phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan risiko penjualan dalam pengembangan usahanya. Dijelaskan bahwa penyebab munculnya risiko penjualan adalah dikarenakan adanya klaim penjualan oleh para pembeli lokal dan pembeli dari luar negeri. Dalam menganalisis permasalahan risiko ini, Arfah 2009 menggunkan alat pengukuran analisis risiko berupa: expected return, variance, standard deviation dan coefficient variation. Disamping itu Arfah juga menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko. Hasilnya adalah risiko penjualan pada pasar luar negeri lebih tinggi dari pada pasar lokal. Hasil perhitungan coefficient variation menunjukkan nilai risiko penjualan berdasarkan realisasi penjualan pada pembeli luar negeri bernilai 15 0,114832332 dan nilai risiko penjualan pasar lokal adalah senilai 0,099549102. Namun jika menggunakan acuan nilai pendapatan bersih, maka risiko penjualan anggrek phalaenopsis memiliki nilai tertinggi pada pembeli lokal, yaitu senilai 0,249112134 dibandingkan pembeli luar negeri yang nilai risiko penjualannya 0,170427671. Ginting 2009 dalam skripsinya membahas permasalahan risiko produksi jamur tiram yang bersumber dari fluktuasi produksi tanaman jamur tiram. Jika dilihat lebih rinci, penyebab fluktuasi produksi ini dikarenakan serangan hama dan kondisi iklim yang juga tidak menentu. Penelitian ini juga menggunakan alat analisis risiko berupa expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Ginting 2009 menyebutkan dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko kerugian yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan. Untuk mengatasi tingginya risiko produksi ini Ginting memberikan solusi penanganan risiko produksi dengan tindakan preventif pencegahan. Penelitian Safitri 2009 mengenai risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri bersumber dari ketidakstabilan jumlah produksi daun potong. Perubahan cuaca yang tidak dapat diprediksi dan serangan hama yang sulit diduga merupakan sumber risiko produksi pada usaha produksi daun potong. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian Safitri 2009 merupakan gabungan dari analisis deskriptif dan analisis risiko. Analisis risiko menggunakan expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Dalam pembahasannya komoditi yang dikaji hanya dibatasi dalam dua komoditi saja, yaitu Asparagus bintang dan Philodendron marble. Analisis risiko yang digunakan oleh Safitri 2009 menggunakan model analisis tunggal spesialisasi dan analisis portofolio diversifikasi. Dengan menggunakan model tunggal spesialisasi, Philodendron marble memiliki risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan tanaman Asparagus bintang jika acuannya adalah produktifitas. Tetapi jika menggunakan acuan pendapatan bersih 16 maka tanaman yang memiliki risiko produksi tertinggi adalah komoditas Asparagus bintang. Namun hasil penghitungan model portofolio ternyata memberikan hasil yang jauh lebih baik dalam hal pengelolaan risiko, yaitu risiko produksi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan model tunggal spesialisasi. Tarigan 2009 menganalisis risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm yang berada di Bogor. Risiko diidentifikasi berdasarkan tingkat produksi sayuran organik yang berfluktuasi. Hasil penelitian menyebutkan bahwa risiko produksi disebabkan oleh kerentanan tanaman sayuran organik terhadap perubahan cuaca, dan serangan hama yang mengakibatkan turunnya jumlah produksi. Untuk melihat besaran risiko yang dihadapi Permata Hati Organic Farm digunakan pengukuran risiko yaitu dengan analisis risiko yang terdiri dari expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Model penghitungan risiko menggunakan model spesialisasi dan model portofolio. Model penghitungan risiko spesialisasi hanya dikhususkan terhadap komoditi brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting. Sedangkan untuk model penghitungan portofolio menggunakan kombinasi komoditi tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Hasil penelitian Tarigan 2009 menunjukkan bahwa pada model penghitungan spesialisasi berdasarkan produktifitas, tanaman bayam hijau memiliki nilai risiko produksi tertinggi dibandingkan komoditas lainnya. Dalam angka disebutkan nilai coefficient variation-nya sebesar 0,225. Artinya setiap satu satuan yang dihasilkan memiliki risiko produksi sebesar 0,225. Dan tanaman dengan risiko produksi terendah dimiliki oleh cabai keriting yang nilai coefficient variation-nya hanya 0,048. Setelah diteliti ternyata komoditas bayam hijau merupakan tanaman yang paling sering diserang hama khususnya pada musim penghujan. Tetapi jika menggunakan nilai pendapatan bersih sebagai dasar penghitungan risiko tunggalnya, maka tanaman yang paling tinggi risikonya adalah tanaman cabai keriting dan yang paling rendah risikonya adalah tanaman brokoli. Analisis risiko dengan model penghitungan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko. 17 Penanganan risiko yang dilakukan di Permata Hati Organic Farm menggunakan teknik diversifikasi pada lahan yang ada. Dengan adanya diversifikasi usaha, diharapkan dapat menutupi kegagalan pada usaha yang merugi. Selain itu model kemitraan dengan para petani sayuran dan dengan lembaga penyedia sarana produksi pertanian juga merupakan alternatif lain yang dimaksimalkan agar risiko produksi pada Permata Hati Organic Farm dapat diminimalisir. Dari sisi internal perusahaan dilakukan juga perombakan dan perbaikan fungsi masing-masing lembaga yang ada, agar tercipta kerjasama dan kesatuan kerja yang lebih baik. Penelitian Fariyanti 2008 mengenai risiko produksi dan harga kentang dan kubis dianalisis dengan menggunakan analisis risiko model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity 1,1 dengan menggunakan data cross section dengan 143 rumahtangga petani sayuran sebagai sampel. Analisis risiko digunakan data panel untuk tiga musim tanam. Berdasarkan analisis risiko diperoleh bahwa risiko produksi kentang yang diindikasikan oleh fluktuasi produksi disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input pupuk dan tenaga kerja. Sedangkan lahan, benih, dan obat- obatan menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Pada komoditas kubis, lahan dan obat-obatan menjadi faktor yang menimbulkan risiko. Sementara benih, pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Risiko produksi pada komoditas kentang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas kubis. Namun risiko harga malah terjadi sebaliknya yaitu, risiko harga tanaman kubis lebih tinggi daripada tanaman kentang. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku rumah tangga petani dengan adanya risiko produksi dan harga produk tergolong risk aversion dengan melakukan pengurangan penggunaan luas lahan garapan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Pengurangan tertinggi ditemukan pada input, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga akibat peningkatan risiko produksi dan harga produk serta upah. 18 Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan menjadi sebuah gambaran umum yang dapat digunakan sebagai acuan dan bahan pembanding dengan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan kelima bahan penelitian dapat ditarik sebuah hubungan yang menjadi kesamaan penelitian yaitu, didapatkan bahwa hampir semua risiko produksi diindikasikan oleh fluktuasi jumlah produksi komoditi pertanian. Keseluruhan penelitian yang menganalisis risiko produksi komoditas tanaman yaitu: Ginting 2009, Safitri 2009, Tarigan 2009 dan Fariyanti 2008 disebabkan oleh pengaruh cuaca yang tidak dapat diprediksi serta serangan hama dan penyakit yang tidak dapat dicegah dengan baik. Begitu juga halnya dengan risiko penjualan yang diteliti oleh Arfah 2009, risiko juga diindikasikan oleh fluktuasi nilai penjualan. Kesimpulan lainnya adalah bahwa risiko yang dihadapi dalam usaha hortikultura berada pada kisaran 15 persen hingga 35 persen. Dalam analisis risiko sebahagian besar menggunakan alat ukur expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Hanya penelitian Fariyanti 2008 yang menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity GARCH. Analisis risiko portofolio yang dilakukan pada perusahaan dengan metode diversifikasi ternyata dapat mengurangi besaran risiko pada komoditi tunggal. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada lokasi dimana penelitian dilakukan dan jenis komoditi yang menjadi objek penelitian. Kajian penelitian ini akan difokuskan terhadap risiko usaha penjualan komoditi anggrek dendrobium melalui usaha diversifikasi. Bahan penelitian yang sebelumnya juga dirasa sudah cukup untuk digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini. Bahan-bahan penelitian terdahulu yang menjadi bahan acuan dalam penelitian ini ditampilkan dalam Tabel 3. 19 Tabel 3. Studi Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Penelitian No Penulis Judul Penelitian Metode Analisis 1 Arfah 2009 Analisis Risiko Penjualan Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Analisis deskriptif dan analisis risiko 2 Ginting 2009 Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Analisis deskriptif dan analisis risiko 3 Safitri 2009 Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat Analisis deskriptif dan analisis risiko 4 Tarigan 2009 Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik Pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat Analisis deskriptif dan analisis risiko 5 Fariyanti 2008 Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung Analisis risiko model GARCH dan menghitung nilai varian 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis