Karakteristik Biodiesel KESIMPULAN SARAN

32 Dari gambar 4.6 dapat kita lihat perbedaan antara fasa etanol dengan minyak tanpa dan dengan penambahan DES. Sebelum penambahan DES, interfacial area dari etanol – minyak terlihat datar, namun ketika penambahan DES, interfacial area dari kedua larutan tersebut membentuk suatu meniscus yang dapat diakibatkan oleh adanya capillary bridge. Terbentuknya capillary bridge diantara dua campuran yang tidak saling melarut dapat menimbulkan gaya tarik menarik antara partikel yang tidak sejenis adhesi hal ini disebabkan karena penurunan tekanan pada jembatan cairan akibat pengaruh langsung dari tegangan permukaan pada daerah sekitar meniscus [49]. Minyak dan etanol merupakan campuran yang tidak saling melarut, namun setelah ditambahkan DES, DES akan bekerja pada interfacial area antara minyak dan etanol, membentuk capillary bridge sehingga akan menurunkan tegangan permukaan dan membentuk meniscus, kemudian membuat gaya tarik menarik antara minyak dan etanol, sehingga mempercepat transfer massa antara etanol dan minyak. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat dilihat pada penambahan DES, setelah pengadukan, pada interfacial area antara minyak ada etanol dapat dilihat adanya meniscus, sedangkan pada fasa etanol – minyak tanpa penambahan DES, tidak ditemukan adanya meniscus pada interfacial area.

4.4 Karakteristik Biodiesel

Karakteristik dari biodiesel yang dihasilkan, dan perbandingannya dengan standar ASTM D6751 dan SNI dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 4.3 Karakteristik biodiesel Parameter Unit Nilai Standar ASTM D6751 Standar SNI Ester Content Densitas pada 40 ̊C Viskositas kinematik pada 40 ̊C Flash Point Free Glycerine Total Glycerine Monoglyceride content Diglyceride content Triglyceride content mm kgm 3 mms 2 ̊C mm mm mm mm mm 99,35 888,6 3,86 180 0,00642 - - 3,5-5 120 0,02 0,24 0,80 0,20 0,20 96,5 850-900 2,3 - 6 100 0,02 0,24 - - - Standar berdasarkan US biodiesel standard ASTM D6751 Universitas Sumatera Utara 33 Standar umum yang dipakai untuk kualitas biodiesel dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang berbeda dari suatu daerah ke daerah lainnya, termasuk karakteristik dari bahan bakar diesel yang ada, tipe mesin diesel yang digunakan, peraturan emisi untuk mesin, perkembangan dan kondisi iklim dari negara atau daerah tempat produksi Fadhil, dkk., pada tahun 2015 melaporkan pada proses etanolisis dengan menggunakan bahan baku minyak ikan tanpa penggunaan DES dapat menghasilkan FOEE Fish Oil Ethyl Ester content sebesar 98,04 [4]. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh etil ester content yang sangat tinggi hingga 99,66 . Selain itu, dari hasil uji beberapa karakteristik biodiesel, dapat dilihat bahwa biodiesel yang disintesis telah memenuhi standar SNI dan ASTM D6751. Hal ini menunjukkan pemakaian DES berbasis choline chloride – etilen glikol sebagai co-solvent dalam proses etanolisis dapat memberikan suatu kelebihan, memberikan hasil yang memuaskan dan tidak mengurangi kualitas biodiesel yang disintesis. Universitas Sumatera Utara 34 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah: 1. Proses degumming yang dilakukan pada bahan baku CPO meningkatkan kadar FFA sebesar 0,13 karena sifat dari asam fosfat yang digunakan. 2. Proses degumming dapat mengurangi getah dan impuritis dimana getah dan impuritis dapat mengganggu katalis dan mempersulit pemisahan sehingga harus dilakukan proses degumming sebagai pretreatment awal pada CPO. 3. DES sebagai co-solvent dapat meningkatkan yield dengan mengurangi reaksi samping, serta memudahkan pemisahan, dan pencucian. 4. DES bekerja pada interfacial area antara minyak dan etanol, menyebabkan perpindahan massa yang lebih mudah dengan mengurangi tegangan permukaan dari reaktan 5. Hasil yield etil ester tertinggi adalah 81,72 diperoleh pada kondisi operasi 70°C dengan dosis katalis 0,75 bb, rasio molar etanol:CPO sebesar 9:1, dan konsentrasi DES 4 selama 60 menit. 6. Analisis fisik yang dilakukan pada biodiesel yaitu analisis densitas, viskositas kinematik, dan titik nyala memperoleh hasil berturut-turut yaitu 888,6 kgm 3 ; 3,86 cSt dan 180 o C. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa biodiesel yang dihasilkan telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia SNI yaitu 840-890 kgm 3 untuk densitas, 2,3-6,0 cSt untuk viskositas kinematik pada suhu 40 o C dan titik nyala lebih dari 100 o C.

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat di ambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah: 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya diteliti penggunaan ulang dari co- solvent DES untuk melihat sifat co-solvent dalam penggunaan kembali dan untuk mengurangi biaya yang diperlukan. Universitas Sumatera Utara 35 2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya konsentrasi DES sebagai co- solvent tidak terlalu tinggi, karena dapat menginhibisi reaksi. 3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dikaji penggunaan DES sebagai co-solvent terhadap kemurnian etil ester yang dihasilkan. 4. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dikaji pembuatan biodiesel dengan penggunaan DES sebagai co-solvent dengan reaksi tanpa katalis. 5. Sebaiknya waktu pemisahan antara fasa ester dan gliserol dilakukan dengan waktu yang lebih lama lagi satu hingga dua jam sehingga diperoleh yield yang maksimal. 6. Sebaiknya langsung dilakukan uji terhadap produk yang dihasilkan untuk menghindari terjadinya kesalahan analisis akibat penyimpanan produk yang terlalu lama. Universitas Sumatera Utara 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel

Tanaman sawit Elaeis guineensis jacquin merupakan tanaman yang berasal dari afrika selatan. Tanaman ini merupakan tanaman penghasil minyak yang paling efisien dari pada tanaman penghasil minyak lainnya, yaitu hingga 4.5 ton per hektar. Tanaman sawit dapat menghasilkan 2 jenis minyak, yaitu minyak yang berasal dari daging dan biji buah sawit. Minyak yang berasal dari daging buah sawit disebut dengan Crude Palm Oil CPO, sedangkan yang berasal dari biji buah sawit disebut dengan Crude Palm Kernel Oil CPKO. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak sawit hampir sama dengan kandungan asam tidak jenuhnya. Komponen utama yang terdapat pada minyak sawit adalah asam palmitat 44-45, asam oleat 39-40 dan asam linoleat 10-11 [17]. Berikut merupakan tabel kandungan asam lemak yang terdapat pada minyak sawit Tabel 2.1 Kandungan asam lemak pada buah sawit [17] Malaysian 1981 a Malaysian 1990 b Brazilian 1993 c Mean Range 215 samples Mean Range 215 samples Mean Range 73 samples Fatty Acids by wt 12:0 0,2 0,1-1,0 0,2 0,1-0,4 0,2 Tr-2,6 14:0 1,1 0,9-1,5 1,1 1,0-1,4 0,8 Tr-1,3 16:0 44,0 41,8-46,8 44,1 40,9-47,5 39,0 31,9-57,3 16:1 0,1 0,1-0,3 0,2 0-0,4 0,03 Tr-0,4 18:0 4,5 4,2-5,1 4,4 3,8-4,8 5,0 2,1-6,4 18:1 39,2 37,3-40,8 39,0 36,4-41,2 43,2 33,8-47,5 18:2 10,1 9,1-11,0 10,6 9,2-11,6 11,5 6,4-14,8 18:3 0,4 0-0,6 0,3 0-0,6 0,4 Tr-0,7 20:0 0,4 0-0,7 0,2 0-0,4 0,01 Tr-0,3 Universitas Sumatera Utara