45 digunakan untuk pertanian seperti padang rumput, hutan, jalan dan lain
sebagainya.
2. Hubungan Bilateral Thailand-Indonesia
1. Sejarah Hubungan Bilateral Thailand Indonesia
Kerjasama Indonesia-Thailand telah berlangsung sejak tahun 1992 sebagai mekanisme bilateral untuk meningkatkan kemitraan antara kedua negara yang
secara diplomatik terjalin sejak 1950. Hubungan Indonesia dengan Thailand telah berlangsung dengan erat di berbagai bidang, antara lain direfleksikan oleh
frekuensi dan intensitas saling kunjung pejabat tinggi kedua negara, serta peningkatan hubungan di bidang ekonomi, perdagangan, investasi dan
pariwisata
74
. Kepentingan Thailand terhadap Indonesia dalam kerangka kerjasama, dan
payung dari kerjasama bilateral antara kedua negara adalah forum komisi bersama yang dibentuk setelah ditandatanganinya Persetujuan Kerjasama Ekonomi dan
Teknik Republik Indonesia-Thailand di tahun 1992.
75
Dalam pertemuan ke-6 Komisi Bersama RI-Thailand yang berlangsung pada 16-18 Januari 2008 di Petchaburi Thailand telah dibahas beberapa
permasalahan bilateral yang akan terus dikembangkan oleh kedua negara antara lain meliputi masalah: ekonomi, perdagangan, transportasi, pendidikan dan
kebudayaan, investasi, perikanan, pariwisata, energi, kerjasama teknik, dan kerjasama IMT-GT.
76
74
Tersedia di www.kemlu.go.id, diakses pada 21 Januari 2015.
46 Pada pertemuan Komisi Bersama RI-Thailand sebelumnya ke-5 di
Yogyakarta pada 2003, disepakati mengubah nama The Joint Commission on Economic and Technical Cooperation between the Republic of Indonesia and the
Kingdom of Thailand menjadi The Joint Commission between the Republic of Indonesia and the Kingdom of Thailand.
77
Lepas dari masalah politik yang terus terjadi di negaranya, masalah beras menjadi isu yang paling fenomenal. Subsidi, yang menawarkan petani hingga 50
persen di atas harga pasar untuk beras telah membantu mantan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra memenangkan suara dari orang-orang di pedesaan
yang dibutuhkan untuk memenangi pemilu pada 2011. Tetapi subsidi itu juga mengirim tremor melalui pasar dunia sebelum
terungkap, yang membuat harga jual 18 juta ton beras Thailand lebih tinggi dari seharusnya dan Yingluck terkena kasus korupsi.
Namun demikian Thailand tetap bertahan sebagai negara pengekspor beras terbesar di dunia, dengan volume ekspor yang terus meningkat 8 hingga 9,5 juta
ton setelah tahun 2011.
78
Wakil Menteri Perdagangan Yanyong Phuangrach menyatakan, pemerintah Thailand akan mengutamakan ekspor beras yang
berkualitas dan bernilai tinggi, dengan menomorsatukan kualitas daripada kuantitas.
Saya yakin kami bisa kembali merebut gelar juara dunia tahun ini, berikut merupakan pernyataan Presiden
Kehormatan Asosiasi Eksportir Beras Thailand Chookiat Ophaswongse di Bangkok” Sabtu, 4 Oktober 2011.
79
77
www.kemlu.go.id. Diakses 5, April 2015
78
www.e-journal.uajy.ac.id dikases 5, April 2015
79
www.indonesian.cri.cn.com. Diakses, 12 Februari 2014.
47
2. Sikap Thailand dalam Eksport Beras ke Indonesia
Impor beras Thailand pada tahun 2009-2011 bukan hanya mengundang kritik dari masyarakat Indonesia, namun juga dari masyarakat Thailand. sendiri.
Pemerintah Yingluck Shinawatra berhasil mengakselerasi kenaikan harga beras di pasar Thailand hingga 22 dan menurunkan daya saing ekspornya termasuk
Vietnam, dan Indonesia dianggap kurang mempertimbangkan masalah nasib petani lokal yang sama sekali tidak mendapatkan satu keadilan dalam masalah
memajukan produktivitas pertaniannya.
80
Faktor yang mempengarui impor beras yang utama adalah karena Indonesia merupakan negara importir beras, dan Indonesia selama ini selelu
mencari negara eksportir alternatif yang menawarkan harga beras yang lebih murah. Selain Thailand maka Vietnam dan juga India masih memungkinkan
untuk menjadi sumber impor Indonesia. Dengan demikian, di tengah kerja keras pemerintah mencari alternatif solusi. Gejolak harga beras di Thailand diharapkan
berdampak meminimalisir harga beras di dalam negeri setelah dilakukan impor. Sistem perdagangan pangan dunia yang semakin terbuka atau pasar bebas
menyebabkan harga produk pangan di dalam negeri ikut terpengaruh oleh situasi dan kondisi harga internasional. Kondisi pasar bebas tersebut dan berbagai
masalah ketersediaan dan distribusi, menyebabkan harga komoditas pangan, terutama pangan strategis seperti beras, kedelai, daging sapi, cabai dan bawang
merah menjadi berfluktuasi.
80
www.indonesian.cri.cn.com. Diakses, 12 Februari 2014.
48 Indonesia adalah negara yang mampu mempertahankan laju pertumbuhan
ekonomi di tingkat 6 saat negara-negara Eropa danatau Asia lainnya menderita krisis ekonomi global di tahun 2008. Perekonomian Indonesia saat ini 20 kali
lebih besar dari tahun 1994. Indonesia memiliki laju perputaran keuangan tercepat dibandingkan negara-negara anggota ASEAN. Pertumbuhan Indonesia adalah
yang terbaik kedua di forum G20. Citra perekonomian Indonesia cukup baik di mata internasional. Namun,
yang patut menjadi kekhawatiran adalah laju pertumbuhan tersebut didominasi oleh konsumsi rumah tangga dibandingkan produksi, terutama apabila dikaitkan
dengan produksi pangan beras dalam negeri.
81
Selain itu, Policy Partnership on Food Security PPFS atau Kemitraan Kebijakan Ketahanan Pangan, yang diresmikan 2012 di Kazan Rusia merupakan
kemitraan antara sektor swasta dan pemerintah dengan tugas membahas kebijakan ketahanan pangan di kawasan APEC. APEC PPFS mendukung perdagangan
internasional pangan yang dapat meningkatkan pendapatan dengan pembagian manfaat yang lebih berkeadilan bagi para pelaku usaha kecil.
82
Kemudian juga pengaruh Washington Consensus. Selama Indonesia masih
berkiblat pada Konsensus Washington, selama itu juga Indonesia tidak bisa mandiri secara pangan. Konsensus Washington membuat Rakyat Indonesia tak
leluasa bergerak dalam menentukan nasib produktivitas pertaniannya. Maka, tak heran jika ketahanan pangan Indonesia lemah.
81
Farisa Noviyanti 2008, “Analisis strategi Ketahanan Pangan Indonesia”, Makalah
Tugas Manajemen Starategi, Program Dipl. IV; Jakarta, STAN. 5.
82
Farisa Noviyanti 2008, “Analisis strategi Ketahanan Pangan Indonesia”, Jakarta.6.
49 Tidak heran jika rakyat yang miskin di Indonesia malah semakin miskin
dan akan ada banyak yang kehilangan pekerjaan. Akibat Konsensus Washington, liberalisasi pasar akan menguasai cara pasar Indonesia. Akibat Konsensus
Washington, privatisasi beberapa perusahaan negara diberlakukan sebagai jalan untuk mengatasi krisis negara. Ironis.
Menurut situs web resmi Serikat Petani Indonesia, kedaulatan pangan merupakan prasyarat dari ketahanan pangan food security.
83
Mustahil tercipta ketahanan pangan kalau suatu bangsa dan rakyatnya tidak memiliki kedaulatan
atas proses produksi dan konsumsi pangannya. 3.
Kebijakan Impor sebagai Instrument Pengamanan dan Ketentuan World Trade Organization
Pemerintah RI memanfaatkan kebijakan impor sebagai instrumen strategis untuk menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Penerbitan
kebijakan impor dipakai sebagai instrumen menertibkan arus barang masuk memagari kepentingan nasional dari pengaruh masuknya barang-barang negara
lain. Pemerintah mendapat mandat dalam membuat kebijakan impor untuk
menjaga kepentingan nasional dengan tujuan untuk menjaga dan mengamankan dari aspek K3LM Kesehatan Keselamatan, Keamanan, Lingkungan Hidup dan
Moral Bangsa, melindungi dan meningkatkan pendapatan petani, mendorong penggunaan dalam negeri, dan meningkatkan ekspor non migas.
84
83
Farisa Noviyanti 2008, “Analisis strategi Ketahanan Pangan Indonesia”, Jakarta.7.
84
Tersedia di www.beacukai.batam.com. Diakses pada tanggal 3 Februari 2015.
50 Namun demikian, dalam pelaksanaannya banyak pejabat Pemerintah
mengalami kesulitan menghadapi kritik dan kecaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sejumlah peraturan impor masih dianggap bermasalah
baik oleh negara mitra dagang maupun dari pemangku kepentingan dalam negeri. Negara mitra dagang menganggap bahwa kebijakan impor Indonesia sebagai
proteksi terselubung dan mendistorsi pasar. Dalam sidang ILA
– WTO, tanggal 30 April 2009, sejumlah negara mitra dagang utama yakni Amerika Serikat, Uni Eropa dan Canada mempermasalahkan
Permendag No.56M-DAGPER122008 tentang ketentuan impor untuk produk- produk tertentu. Ketiganya meminta klarifikasi atas kebijakan No.562008
tersebut karena mereka mengganggap bahwa kebijakan itu tidak bertujuan untuk import licensing procedures
.
85
Amerika Serikat juga masih mempermasalahkan peraturan impor tekstil sebagaimana termuat di dalam SK No. 732MPPKep102002 dan bersama
Kanada meminta klarifikasi tertulis dengan tumpang tindihnya peraturan tersebut dengan Permendag No. 562008. Indonesia diminta untuk menyesuaikan dengan
ketentuan WTO karena peraturan tersebut karena mendistorsi pasar dan tidak konsisten dengan ILA WTO demi memproteksi industri tekstil domestik.
86
Kebijakan impor beras juga dipertanyakan oleh Thailand yakni Surat KeputusanSK Departemen Perdagangan No. 1718M-DAGXII2005 mengenai
tata niaga impor beras untuk melindungi petani pada saat musim panen. SK larangan impor beras pada musim panen demi melindungi petani ini tidak
85
Tersedia di www.beacukai.batam.com. diakses pada tanggal 3 Februari 2015.
86
Tersedia di www.ditjenkpi.depdag.go.id. diakses pada tanggal 2 Februari 2015.
51 merujuk ketentuan WTO yang berlaku. Dalam sidang tersebut Thailand
menyatakan belum menerima jawaban tertulis atas pertanyaan yang mereka sampaikan melalui WTO.
87
Intensitas tuntutan transparansi kebijakan impor Indonesia sebagaimana tercermin dalam Sidang Committee on Import Licensing Procedures WTO
tersebut memperlihatkan bahwa Pemerintah RI menghadapi kesulitan dalam menanggapinya terutama jika dikaitkan dengan komitmen persetujuan
perdagangan dunia WTO.
88
Semestinya kesulitan itu tidak perlu ada mengingat adanya mandat dan tujuan yang jelas dalam pembuatan kebijakan impor.
Munculnya berbagai masalah tersebut kemungkinan diduga berasal dari adanya kendala mentransformasikan garis-garis besar ketentuan Import Licensing
WTO ke dalam bentuk peraturan pelaksananya. Masalah tersebut juga diperberat oleh kompleksitas ketentuan AIL - WTO, belum meratanya pengetahuan
mengenai ILA - WTO, sering terjadinya pergantian struktur dan pejabat pemerintah; serta adanya kendala teknis untuk pembuatan dan penyebarluasan
peraturan.
89
1.
Penggolongan Jenis Kebijakan Tata Niaga Impor
Kebijakan tata niaga impor dapat dikatakan sebagai kebijakan dengan beban terberat di era WTO. Kebijakan ini disebut klasik karena ketentuan tata
niaga impor berdasarkan ILA adalah pengaturan kebijakan perdagangan barang.
90
.
87
Tersedia di www.ditjenkpi.depdag.go.id. Diakses pada tanggal 2 Februari 2015.
88
Tersedia di www.ditjenkpi.depdag.go.id. Diakses pada tanggal 2 Februari 2015.
89
Tersedia di www.ditjenkpi.depdag.go.id. Diakses pada tanggal 2 Februari 2015.
90
www.ditjenkpi.depdag.go.id. Diakses pada tanggal 2 Februari 2015
52 2.
Komitmen RI tentang Akses Pasar Barang di WTO
Dalam sejarahnya, sebelum WTO Indonesia hanya mengikat tarif bound hanya 9,4 persen dari keseluruhan tarif. Namun sejak berlakunya WTO 1 Januari
1995, Indonesia mengikatkan dalam komitmen perdagangan barangnya dengan memperluas menjadi 94,6 persen dari keseluruhan tarif produk barang. Dengan
komitmen tersebut terdapat 8877 jenis produk diikat pada level tertinggi sebesar 40 persen dan tidak boleh lebih tinggi lagi.
Tarif tertinggi terikat rata rata dalam komitmen Indonesia adalah di bawah 40 persen kecuali untuk komoditi pertanian. Tarif terikat rata-rata sebesar 40
persen pada saat itu dianggap cukup memadai untuk melindungi industri domestik.
91
Daftar komitmen RI mengenai akses perdagangan barang terdapat di dalam buku yang disebut Schedudle of Market Access Commitmen on Goods
– XXI
atau dikenal dengan Schedule XXI.
92
Indonesia tidak mengkonsesikan seluruh produk industrinya dalam komitmen kesepakatan WTO. Masih terdapat sebanyak 505 jenis tarif yang
sebagian besar termasuk dalajm kendaraan bermotor dan baja. Sektor lainnya yang dikecualikan dari ketentuan import WTO adalah pesawat terbang, senjata
dan amunisi, barang kesenian dan barang antik, serta rambut palsu dan bunga
91
Stephen L. Magiera, “Reading in Indonesia Trade Policy 1991 – 2002”, dalam artikel
mengenai The Uruguay Round: Indonesia‟s Market Access Offer for Industrial Commodities,
USAID – Trade Implementation Policy Projects, Jakarta 2003, 27 – 1 – 3.
92
Tersedia di www.ditjenkpi.depdag.go.id. Diakses pada tanggal 2 Februari 2015
53 artifisial. Indonesia juga berkomitmen untuk menghapus 171 surcharges selama
10 sepuluh tahun yang berakhir hingga tahun 2004.
93
Di bidang non-tariff import barriers NTBs Indonesia berkomitmen untuk
menghapus 98 jenis non-tariff import barriers selama 10 tahun dan berakhir tahun 2004. Komitmen RI ke WTO untuk menghapus NTBs ini menyangkut produk
besi dan baja.
Meskipun demikian, RI mengecualikan dalam komitmennya untuk tidak
menghapus 90 item jenis NTBs yang sebagian besarnya adalah kendaraan
bermotor dan sektor baja. Indonesia juga mengecualikan sejumlah regulasi impor
seperti persyaratan untuk mendapatkan persetujuan pemerintah sebelum melakukan impor dan impor barang modal tidak dalam keadaan baru.
94
3.
Perijinan Impor Otomatis
Agreement on Import Licensing Procedures membedakan jenis perijinan
impor berdasarkan peruntukan pihak yang berhak mendapatkan ijin dan jangka waktu pemrosesan pengurusan perijinan. Kedua jenis kebijakan prosedur perijinan
di dalam ILA, yaitu peraturan yang bersifat Automatic; dan yang Non-automatic Licensing.
Menurut Artikel 2 ILA, Automatic Import Licensing menjabarkan bahwa
setiap permohonan terhadap kebijakan impor harus diperlakukan sama karena apabila tidak akan menjadi sebuah batasanrestrictive by-laws. Tujuan dari AIL
93
Magiera, Stephen L.. Readings in Indonesian Trade Policy 1991-2002. Collection of Papers. 2003. 54
94
Magiera, Stephen L.. Readings in Indonesian Trade Policy 1991-2002. Collection of Papers. 2003. 54.
54 otomatis ini secara umum dapat dikatakan sebagai pendukung keperluan sistem
statistik.
95
Definisi perijinan impor otomatis adalah perijinan yang dapat diberikan secara untuk pengimporan secara umum dan perijinan otomatis ini keperluan
statistik dan pengumpulan informasi aktual. Pasal 2.1 Persetujuan Prosedur Perijinan Impor WTO menyebutkan:
96
“...automatic import licensing licensing maintained to collect statistical and other factual information on import is defined as
import licensing where the approval of the application is granted in
all cases..” Terdapat prakondisi untuk menggolongkan suatu perijinan impor sebagai
otomatis yakni jika terpenuhi persyaratan bahwa prosedur perijinan otomatis tersebut tidak diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak yang
menghambat impor. Perijinan tersebut juga tidak boleh mendiskriminasi pemohon ijin. Setiap orang dalam hal ini berhak untuk mendapatkan ijin impor dan
mengajukan permohonan untuk mendapatkan ijin asal memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
97
Pemberian Persetujuan Impor otomatis menurut Pasal 2.2.a harus memenuhi ketentuan bahwa persetujuan tersebut dapat diberikan kapan saja pada
hari kerja sebelum pelaksanaan pemeriksaan kepabeanan dan jangka waktu penerbitan proses pemberian ijin harus sudah diselesaikan dalam waktu sepuluh
hari kerja.
95
Tersedia di www.ditjenkpi.depdag.go.id, diakses pada 3 Februari 2015.
96
Magiera, Stephen L.. Readings in Indonesian Trade Policy 1991-2002. Collection of Papers. 2003, 5
97
Tersedia di www.ditjenkpi.depdag.go.id, diakses pada 3 Februari 2015.
55 Adapun Pasal 2.2.b menyebutkan bahwa perijinan impor otomatis
diperlukan hanya jika prosedur lainnya tidak ada dan harus segera dihapuskan kalau ketentuan untuk pengaturan administratif baru sudah tersedia 10 atau
98
“..automatic import licensing may be necessary whenever other appropriate procedures are not available. It is to be removed as
soon as the circumstances which have given rise to its
introduction no longer prevail..” 4.
Pemberian ijin impor Non-automatic Import Licensing
Pasal 3.1 Persetujuan Prosedur Perijinan Impor menyebutkan pengertian perijinan impor non-otomatis sebagai pemberian perijinan impor yang tidak
termasuk di dalam definiisi perijinan impor otomatis. Sasaran penggunaan persetujuan non-otomatis ini adalah untuk mengatur dan mengadministrasikan
tata niaga dalam bentuk pembatasan kuantitatif yang sesuai ketentuan hukum WTO.
99
Ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemberian ijin impor non-otomatis adalah bahwa tidak boleh menimbulkan dampak yang menghambat dan
mendistorsi perdagangan. Pasal 3.2 menyebutkan bahwa perizinan non-otomatis tidak boleh berakibat membatasi atau menggangu impor yang menambah
pembatasan yang sudah ada. Prosedur-prosedur perizinan non-otomatis harus, dari segi ruang lingkup
dan masa berlakunya, sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan dengan prosedur
98
Tersedia di www.ditjenkpi.kemendag.go.id. Diakses 3, Februari 2015.
99
Tersedia di www.ditjenkpi.kemendag.go.id. Diakses 3, Februari 2015.
56 tersebut, dan harus tidak lebih membebankan secara administratif daripada yang
sungguh-sungguh perlu untuk mengatur tindakan yang bersangkutan.
100
Ketentuan lainnya yang berlaku adalah bahwa tiap kebijakan impor non- otomatis harus dipublikasikan dan memuat informasi mengenai tujuan,
pengecualian, jumlah kuota, tanggal pembukaan dan penutupan dan pengaturan tentang pengalokasian pemberian kuota kepada negara. Publikasi itu harus
diumumkan setidaknya 21 hari sebelum tanggal berlaku efektif. Pasal 3.5.e menyebutkan bahwa tidak boleh ada diskriminasi pemberian ijin.
Setiap penolakan harus disertai dengan penjelasan dari pejabat berwenang dan pemohon berhak mengajukan banding. Proses pengajuan permohonan harus
selesai dalam 30 hari. Namun demikian, untuk persetujuan permohonan secara simultan dapat diberikan dalam jangka waktu tidak lebih dari 60 hari.
101
Peraturan impor non-otomatis ini menjadi pilihan bagi negara untuk menjaga mengawasi arus asal barang impor, dan juga dipilih untuk
mengendalikan arus impor barang misalnya: quota. Biasanya ijin impor non- otomatis ini diberlakukan antara lain terhadap impor tumbuhan dan hewan, barang
berbahaya, bahan peledak, barang yang diawasi seperti minuman beralkohol, bahan kimia serta limbah berbahaya.
102
Non-automatic Import Licensing NAL dibuat untuk mengendalikan arus
barang masuk. Umumnya tindakan yang dilakukan sebagai pelaksanaan dari NAL
ini berbentuk kuota atau Quantitive Restriction QR.
103
100
Tersedia di www.ditjenkpi.kemendag.go.id. Diakses 3 Februari 2015.
101
Tersedia di www.ditjenkpi.kemendag.go.id. Diakses 3 Februari 2015.
102
Tersedia di www.ditjenkpi.kemendag.go.id. Diakses 3 Februari 2015.
103
Tersedia di www.ditjenkpi.kemendag.go.id. Diakses 3 Februari 2015.
57 Tindakan pembatasan impor melalui alokasi kuantitatif ini dilakukan
Pemerintah antara lain untuk melindungi “balance of payment”, melindungi produsen dalam negeri yang menghasilkan produk sejenis dengan barang yang
diimpor, dan atau untuk mengendalikan impor bahan penolong yang bersifat multifungsi dan terdapat potensi untuk disalahgunakan bagi tindakan yang
membahayakan.
104
Meskipun QR ini harus diterapkan secara bijaksana dan fair, serta harus most favored nations
atau tanpa ada pengecualian. Penerapan tindakan QR harus digunakan secara hati-hati berdasarkan alasan-alasan tertentu yang logis terutama
bila yang digunakan adalah alasan untuk menjaga kepentingan “Public Morals”. Alasan agama tidak dapat digunakan. Pembatasan kuantitatif sering digunakan
sebagai filter untuk produk yang tarif bea masuknya sudah 0.
105
104
Tersedia di www.ditjenkpi.kemendag.go.id. Diakses 3 Februari 2015.
105
Tersedia di www.ditjenkpi.kemendag.go.id. Diakses 3 Februari 2015.
58
BAB IV ANALISA KEBIJAKAN IMPOR BERAS INDONESIA
DARI THAILAND PADA 2009-2011
Merujuk pada penjelasan Bab III tentang dinamika kebijakan luar negeri Indonesia spesifik impor beras, Bab III tentang respon Thailand, serta penjelasan
Holsti tentang Kebijakan Luar Negeri, penulis menemukan setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan Indonesia mengimport beras ke negeri Gajah
Putih itu.
A. Faktor Internal
1. Menurunnya Produksi Beras
Sebagaimana dijelaskan pada Bab III tentang alasan Indonesia melakukan impor beras ke Thailand adalah karena menurunnya produksi beras. Berbagai
alasan penyebab terjadinya penurunan itu antara lain: kekeringan, gagal panen, dan tingginya harga beras dalam negeri. Oleh karena itu, Bulog sebagai lembaga
otonom yang dibentuk pemerintah, tidak sanggup membeli beras dari petani. Dengan kesibjakan itu, pemerintah dapat menutupi cadangan beras pemerintah
supaya aman dalam beberapa bulan kedepan.
2. Meningkatnya Faktor Konsumsi Beras Masyarakat.
Indonesia adalah konsumen beras terbesar. Untuk menahan laju inflasi beras dianggap komoditi terpenting sebagai indikator pergerakan inflasi, karena
beras merupakan makanan pokok sehari-hari rakyat Indonesia. Oleh karena itu
59 diperlukan impor untuk menambah suplai beras agar dapat mengontrol harga
dasar beras dan gabah pada umumnya. Sesuai hukum ekonomi supply berbanding terbalik dengan harga. Namun hal itu tentu saja mengakibatkan efek yang tidak
baik bagi para petani Indonesia. Karena harga beras dalam negeri tidak akan bisa menyamai harga beras impor. Akibatnya, banyak petani yang terlantar akibat
berkorban bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
3. Perubahan Konsentrasi Ekonomi dari Basis Agrikultur ke Industry
Menurut Arifi, sebagaimana dkutip oleh Haryono, tidak berkembangnya sektor pertanian berakar pada terlalu berpihaknya pemerintah pada sector industry
sejak pertengahan 1980-an. Menyusul periode pertumbuhan tinggi sector pertanian satu decade sebelumnya, pemerntah seolah menganggap permbangunan
pertanian dapat bergulir dengan sendirinya
106
. Asumsi ini membuat pemerintah mengacuhkan pertanian dalam strategi pembangunannya. Hal ini tidak terlepas
dari pengaruh paradigm pembangunan saat itu yang menekankan industrialisasi.
B. Faktor Eksternal
1. Perubahan iklim
Menurut Aris, sektor pertanian terutamasubsektor tanaman pangan merupakan sektor yang paling rentan terkena dampak negatif. Kerentanan
terhadap perubahan iklim tersebut terkait tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik, dan manajemen. Hal ini disebabkan karena tanaman pangan umumnya merupakan
106
http:www.damandiri.or.idfiledwiharyonoipbbab2.pdf
60 tanaman semusim yang sensitif terhadap cekaman, teutama cekaman kelebihan
dan kekurangan air
107
. Brown dan Rosenberg dalam Mestre-Effect on Agriculture menjelaskan
bahwa perubahan iklim mempengaruhi sektor pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung diantaranya melalui efeknya terhadap suhu dan perubahan
curah hujan dalam biologi dan fisik lingkungan
108
Perubahan pola curah hujan dapat menyebabkan fluktuasi ketersediaan air, yang dapat berpengaruh terhadap produksi tanaman, selain juga terhadap peluang
peningkatan hama dan penyakit. Ketersediaan air merupakan salah satu konsekuensi paling dramatis perubahan iklim untuk sektor pertanian.
Handoko, sebagaimana dikutip oleh Aries menjelaskan bahwa, dalam lima tahun terakhir, petani di Jawa dan Sumatera telah mengeluhkan kejadian cuaca
yang tidak normal yaitu permulaan musim hujan bergeser 10-20 hari lebih lambat dan musim kemarau sekitar 10-60 hari lebih cepat
109
.
107
Aris, Pramudya, et al, dalam Fenomena dan Perubahan Iklim Indonesia serta Pemanfaatan Informasi Iklim untuk Kalender Tanam. [database online] Dapat diakses di
http:pintar.pdkjateng.go.iduploadsuserstarjanimateriSD_Letak_Geografis_dan_Astronomis_I ndonesia_serta_Pengaruhnya_2014-10-
15Letak_Geografis_dan_Astronomis_Indonesia_serta_Pengaruhnya.pdf Hal 73. Diakses pada 10 June 2015
108
Mestre-Sanchís, F., M.L. Feijóo-Bello. 2009. Analysis Climate change and its marginalizing effect on agriculture. Ecological Economics 68:896-904.
109
Aris, Pramudya, et al, dalam Fenomena dan Perubahan Iklim Indonesia serta Pemanfaatan Informasi Iklim untuk Kalender Tanam. [database online] Dapat diakses di
http:pintar.pdkjateng.go.iduploadsuserstarjanimateriSD_Letak_Geografis_dan_Astronomis_I ndonesia_serta_Pengaruhnya_2014-10-
15Letak_Geografis_dan_Astronomis_Indonesia_serta_Pengaruhnya.pdf Hal 73 diakses pada 10 June 2015
61
2. Baiknya sistem Agrikultur di Thailand
Seperti dijelaskan di Bab III, bahwa dalam hal agrikultur, tidak kurang dari 49 dari total pekerja di Thailand berada di lingkungan Agrikultur, turun
dari 70 pada 1980
110
. Terbilang cukup besar dibandingkan Indonesia yang hanya 41 di tahun 2012
111
. Dari sekian banyaknya jenis pertanian di Thailand, Beras menjadi salah
satu hasil yang paling penting. Tidak heran jika sejarah mencatat, Thailand menjadi pemain utama dalam ekspor beras di dunia
112
, sejajar dengan India dan Vietnam. Negara dengan ibu kota Bangkok ini memiliki persentase tertinggi
dalam hal lading pertanian dibandingkan dengan negara di kawasan Mekong, yakni 27.25, dan 55 dari persentase tersebut diperuntukkan untuk produksi
beras
113
. Bahkan Central Intelligence Agency CIA merilis pada 2012, diantara
negera-negara di kawasan ASEAN, Thailand memiliki tanah subur sebanyak 32.41, kondisi ini jauh lebih banyak dibandingkan negara tetangga seperti
Vietnam sebesar 20.64, Indonesia 12.97, Philippines 18.6, dan Malaysia yang hanya 2.94
114
.
110
Henri Leturque dan Steven Wiggins dalam Thailand‟s Progress in Agriculture : Transition
and Sustained
Productivity Growth.
June 2011.
Dapat diakses
di http:www.odi.orgpublications5108-thailand-agriculture-growth-development-progress
111
http:www.odi.orgpublications5108-thailand-agriculture-growth-development- progress Diakses pada 10 June 2015
112
International Grains Council, “Grain Market GRM444”, London, 14 Mei 2014. Dapat diakses di www.igc.intendownloadsgmrsummarygmrsumme.pdf
113
http:web.archive.orgweb20080327095326http:www.irri.orgsciencecnyinfothailand.asp Diakses pada 10 June 2015
114
https:www.cia.govlibrarypublicationsthe-world-factbookfields2097.html Diakses pada 10 June 2015