Kritik Terhadap Kebijakan Impor Beras

39 membeli gabah dari petani. Apalagi kegiatan impor tidak berdampak pada kehidupan petani dan hanya menghabiskan devisa negara. Lebih baik membeli dari petani, walaupun harganya lebih mahal dibanding beras impor. Dampaknya positif dan petani bisa meningkatkan kehidupan perekonomiannya, 60 . Hendrawan lebih lanjut menjelaskan, kebijakan impor beras yang dikatakan pemerintah untuk mendukung kegiatan operasi pasar dan menurunkan harga beras tidak menyelesaikan masalah pangan yang selama 6 tahun terakhir tidak kunjung terselesaikan. Pemerintah terlihat sangat tidak serius meningkatkan produksi beras dan kesejahteraan petani. Kebijakan impor menjadi pilihan utama. Padahal, masalah peningkatan produksi beras seharusnya menjadi perhatian utama. Atau, minimal memberikan kewenangan dan keleluasaan kepada Bulog untuk membeli gabahberas petani. Pemerintah telah membohongi masyarakat melalui keterangan- keterangannya yang menyatakan Indonesia sudah swasembada beras. Mana mungkin kalau negara yang swasembada mengambil barang beras yang sama dari negara lain alias impor. Seharusnya kalau swasembada tercapai, pemerintah malah mengekspor dan bukan sebaliknya, 61 Sementara itu, hal senada disampaikan oleh anggota Komisi IV DPR Rofi Munawar mengatakan, impor beras sekitar 600.000 ton dengan asumsi harga 540 dolar AS per ton akan menghabiskan uang negara sebesar Rp 2,9 triliun. Tidak hanya menghabiskan keuangan negara, kebijakan impor beras ini juga dinilai akan memengaruhi upaya peningkatan produksi beras di kalangan petani. 60 Hendrawan Supratikno dalam menyampaikan kepada Suara Karya di Jakarta, 20 Mei 2012 61 Hendrawan Supratikno dalam menyampaikan kepada Suara Karya di Jakarta, 20 Mei 2012 40 Jadi ini bukan hanya sekadar masalah berapa dana yang dikeluarkan. Yang paling mendasar adalah pertanyaan seberapa efektif kebijakan ini dan risiko yang dimunculkan terhadap produksi beras nasional, 62 Rofi Munawar sendiri tidak menyetujui kebijakan impor beras karena tidak akan menyelesaikan masalah yang ada, baik terkait pasokan maupun gejolak harga beras. Selain itu juga meminta pemerintah untuk mengabulkan permintaan penghapusan bea masuk impor beras. Kebijakan ini dinilai bisa disalahgunakan dan nanti berdampak negatif terhadap petani di dalam negeri. Pembebasan bea masuk impor beras membuktikan bahwa kebijakan pengendalian harga, khususnya beras, telah gagal. Terutama dengan memanfaatkan potensi nasional sebagai negara agraris, 63 Kebijakan impor beras, sebaiknya yang harus dilakukan pemerintah mencakup; Pertama. memaksimalkan produktivitas lahan sehingga volume produksi dapat memenuhi target melalui teknologi. Juga termasuk memperbaiki irigasi, jalan tani, dan infrastruktur pertanian yang semakin rusak di sebagian besar wilayah. Kedua. melakukan audit lahan pertanian karena laju konversi lahan pertanian untuk pemukiman dan industri lebih tinggi dibanding upaya memerintah mencetak sawah-sawah baru. Bagaimana dapat menambah volume produksi bila asumsi luas lahan produktif saja tidak jelas besarannya. Ketiga, Harga Pembelian Pemerintah HPP yang masih rendah, Rp 5060,- membuat petani tidak akan mau menjual berasnya ke Bulog sebab petani akan rugi. Meski ada Inpres No. 10 Tahun 2011 yang memberikan kewenangan Bulog 62 www.perpustakaan.bappenas.go.id diakses, 5 April 2015 63 www.perpustakaan.bappenas.go.id, dikases, 5 April 2015 41 melakukan subsidi harga, namun tetap saja serapan Bulog masih rendah, di samping Bulog tidak mempunyai organ penyerapan sampai ke tingkat bawah. Ini menjadi dilema tersendiri. 64 Keempat, pemerintah harus mampu mengendalikan harga beras. Jangan kalah dengan pengusaha atau mafia beras yang mempunyai stok beras yang ditimbun. Caranya dengan menyerap beras petani sebanyak-banyaknya sehingga harga beras tidak dikendalikan mafia beras atau pengusaha beras. Kalau sekarang beras yang beredar di pasar dan ditimbun mafia beras atau pengusaha beras persetasinya lebih besar dibanding yang disimpan Bulog. 65 64 www.perpustakaan.bappenas.go.id, dikases, 5 April 2015 65 www.perpustakaan.bappenas.go.id, dikases, 5 April 2015 42

BAB III SISTEM AGRARIA THAILAND DAN KERJASAMA BILATERAL

DENGAN INDONESIA PERIODE 2009-2011 A. Kondisi Geografis dan Pertanian Thailand 1. Kondisi Geografis Thailand Thailand merupakan salah satu negara di Indochina yang berbatasan dengan Myanmar di bagian utara, Laos dan Cambodia di bagian timur, dan di bagian selatan berbatasan dengan Malaysia. Dalam hal pemerintahan, negara yang masuk salah satu anggota Association of Southeast Asian Nations ASEAN ini menggunakan system Monarki dengan dikepalai oleh seorang raja bernama Bhumibol Adulyajed, sementara dalam hal pemerintahan diketuai oleh Junta Militer yang berkuasa sejak 2014. 66 Thailand mengalami peningkatan ekonomi yang cukup cepat dalam rentan waktu dari 1985 hingga 1996 sekaligus menjadi salah satu negara industri terbaru dengan fokus utamanya adalah bidang eksport 67 . Disamping itu, manufaktur, pertanian, serta turisme menjadi salah tiga pendukung penting dalam perekonomian negara itu. Besarnya populasi serta ditopang dengan meningkatnya 66 http:www.bangkoknews.netindex.phpsid224959611 Diakses pada 10 Juni 2015 67 http:www.worldbank.orgencountrythailandoverview diakses pada 10 Juni 2015 43 perekonomian bangsa, menjadikannya sebagai salah satu kekuatan di kawasan dan bahkan dunia. 68 Seperti berkaca kepada negara maju lainnya, pemerintah Thailand kemudian melakukan restrukturisasi sistem perekonomiannya, dari yang mengacu kepada pertanian, kemudian mulai merambah pada industrialisasi. Hal ini wajar mengingat sektor industry dalam sejarahnya, memiliki peranan besar dalam mengangkat status sebuah negara dari Berkembang menjadi Maju, seperti revolusi industry yang terjadi di eropa beberapa dekade silam.

3. Sistem Agraria Thailand

Dalam hal agriculture, tidak kurang dari 49 dari total pekerja di Thailand berada di lingkungan Agrikultur, turun dari 70 pada 1980 69 . Dterbilang cukup besar dibandingkan Indonesia yang hanya 41 di tahun 2012. 70 Dari sekian banyaknya jenis pertanian di Thailand, Beras menjadi salah satu hasil yang paling penting. Tidak heran jika sejarah mencatat, Thailand menjadi pemain utama dalam ekspor beras di dunia 71 , sejajar dengan India dan Vietnam. Negara dengan ibu kota Bangkok ini memiliki persentase tertinggi dalam hal lading pertanian dibandingkan dengan negara di kawasan Mekong, 68 Jonathan H. Ping, dalam Middle Power Statecraft : Indonesia, Malaysia, and the Pacific. Ashgate, 2005. Hal 104 69 Henri Leturque dan Steven Wiggins dalam Thailand‟s Progress in Agriculture : Transition and Sustained Productivity Growth. June 2011. Dapat diakses di http:www.odi.orgpublications5108-thailand-agriculture-growth-development-progress 70 http:www.odi.orgpublications5108-thailand-agriculture-growth-development- progress Diakses pada 10 June 2015 71 International Grains Council, “Grain Market GRM444”, London, 14 Mei 2014. Dapat diakses di www.igc.intendownloadsgmrsummarygmrsumme.pdf 44 yakni 27.25, dan 55 dari persentase tersebut diperuntukkan untuk produksi beras. 72 Central Intelligence Agency CIA merilis pada 2012, diantara negera- negara di kawasan ASEAN, Thailand memiliki tanah subur sebanyak 32.41, kondisi ini jauh lebih banyak dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam sebesar 20.64, Indonesia 12.97, Philippines 18.6, dan Malaysia yang hanya 2.94 73 . Table III.B.1. Indonesia arable land: 12.97 permanent crops: 12.14 other: 74.88 2012 est. Malaysia arable land: 2.94 permanent crops: 19.78 other: 77.28 2012 est. Philippines arable land: 18.6 permanent crops: 17.94 other: 63.46 2012 est. Thailand arable land: 32.41 permanent crops: 8.81 other: 58.78 2012 est. Vietnam arable land: 20.64 permanent crops: 12.26 other: 67.1 2012 est. Tabel tersebut menunjukkan persentase total lahan melalui tiga kategori: arable land atau tanah subur yang dipergunakan untuk bercocok tanam Gandum, Jagung, dan Padi; permanent crops merupakan lahan pertanian yang dipergunakan untuk Jeruk, kopi dan Karet; sementara other merupakan lahan yang tidak 72 http:web.archive.orgweb20080327095326http:www.irri.orgsciencecnyinfothailand.asp Diakses pada 10 June 2015 73 https:www.cia.govlibrarypublicationsthe-world-factbookfields2097.html Diakses pada 10 June 2015 45 digunakan untuk pertanian seperti padang rumput, hutan, jalan dan lain sebagainya.

2. Hubungan Bilateral Thailand-Indonesia

1. Sejarah Hubungan Bilateral Thailand Indonesia

Kerjasama Indonesia-Thailand telah berlangsung sejak tahun 1992 sebagai mekanisme bilateral untuk meningkatkan kemitraan antara kedua negara yang secara diplomatik terjalin sejak 1950. Hubungan Indonesia dengan Thailand telah berlangsung dengan erat di berbagai bidang, antara lain direfleksikan oleh frekuensi dan intensitas saling kunjung pejabat tinggi kedua negara, serta peningkatan hubungan di bidang ekonomi, perdagangan, investasi dan pariwisata 74 . Kepentingan Thailand terhadap Indonesia dalam kerangka kerjasama, dan payung dari kerjasama bilateral antara kedua negara adalah forum komisi bersama yang dibentuk setelah ditandatanganinya Persetujuan Kerjasama Ekonomi dan Teknik Republik Indonesia-Thailand di tahun 1992. 75 Dalam pertemuan ke-6 Komisi Bersama RI-Thailand yang berlangsung pada 16-18 Januari 2008 di Petchaburi Thailand telah dibahas beberapa permasalahan bilateral yang akan terus dikembangkan oleh kedua negara antara lain meliputi masalah: ekonomi, perdagangan, transportasi, pendidikan dan kebudayaan, investasi, perikanan, pariwisata, energi, kerjasama teknik, dan kerjasama IMT-GT. 76 74 Tersedia di www.kemlu.go.id, diakses pada 21 Januari 2015.