Alur Produksi Wacana dalam Editorial Media Indonesia

Ada beberapa komponen media yang akan diteliti lebih dalam pada penelitian ini. Untuk media cetak tidak diteliti, dikarenakan editorial ini tidak diterbitkan dalam versi cetak terkait produksinya pada hari libur, maka penelitian ini akan meneliti lebih dalam kepada media elektronik. Objek penelitian yang akan diteliti pada media elektronik adalah: 1. Editorial “Perbudakan Modern” dalam bentuk teks yang dipublikasikan dilaman website www.metrotvnews.com . 2. Editorial “Perbudakan Modern” yang divisualkan dalam bentuk video. Editorial dalam bentuk video ini tayang di Metro TV pada tanggal 9 Mei 2013. 3. Objek wacana berupa diskusi antara komunikator dan komunikan dalam program Bedah Editorial MI, dalam hal ini objeknya adalah percakapan antara pembawa acara Gilang Ayunda dan narasumber Elman Saragih sebagai Dewan Redaksi Media Grup. Peneliti memperoleh data copy tayang dari institusi Metro TV. 4. Wacana yang berkembang di Ruang Publik Public Sphere yaitu sesi telpon interaktif yang dipimpin oleh host program Bedah Editorial MI. Keempat elemen ini adalah objek yang akan diteliti lebih lanjut pada Bab selanjutnya. Penelitian ini menggunakan kerangka analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk dan dikaitkan dengan teori hegemoni Antonio Gramsci.

C. Wacana Perbudakan Modern dalam Teks Editorial Media Indonesia Perbudakan Modern

3 APA yang ada dibenak kita ketika mendengar kata perbudakan? Hampir semua orang akan membayangkan sebuah peristiwa kerja paksa yang banyak dilakukan ratusan tahun yang lalu. Tapi, yang terjadi di Tangerang, Banten, ialah peristiwa hari-hari ini, bukan kejadian masa lampau. Bukan hanya itu, peristiwa tersebut terjadi di beranda rumah kita sendiri, bukan di tempat nun jauh di sana. Pada Jumat 35 lalu, aparat kepolisian berhasil membongkar praktik perbudakan di sebuah industri pengolahan limbah menjadi perangkat aluminium yang berlokasi di Kampung Bayur Opak RT 03 RW 06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, Banten. Sebanyak 34 buruh dibebaskan. Para buruh itu ditemukan dalam kondisi tidak terurus dan tertekan. Mereka dipaksa bekerja sekitar 16 jam dalam sehari dan tidak diperbolehkan menjalin kontak dengan dunia luar. Para buruh juga tidak menerima fasilitas hidup yang layak, tidak diizinkan beribadah salat, bahkan dilarang istirahat. Sebagian besar dari mereka juga mengaku tidak menerima gaji. Sampai saat ini polisi telah menetapkan lima tersangka. Para tersangka dikenai Pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Polisi juga sudah memeriksa tiga anggota aparat negara, yakni seorang tentara dan dua polisi yang sering berhubungan dengan sang pemilik pabrik 3 Metrotvnews.com Editorial Media Indonesia Perbudakan Modern panci itu. Polisi tengah menelusuri apakah ketiga aparat tersebut menjadi beking dalam kasus perbudakan modern itu. Bukan hanya itu, polisi juga tengah mendalami kemungkinan adanya aksi perdagangan manusia human traficking. Hal itu diperkuat oleh fakta soal keberadaan perekrut tenaga kerja non institusional yang berkeliling kampong menjaring calon-calon buruh. Jelas bahwa peristiwa di SepatanTimur, Tangerang, itu kian menampar wajah Republik ini. Ia seolah menjadi penegas bahwa urusan manusia dan kemanusiaan kerap terabaikan. Jangankan komitmen melindungi tenaga kerja Indonesia TKI di luar negeri, peristiwa di rumah sendiri saja terabaikan. Rakyat di negeri ini seperti hidup dalam situasi darurat. Mereka seolah tidak punya induk lagi untuk menjamin kelangsungan hidup, baik bagi diri maupun anak cucu mereka. Hak konstitusional para buruh yang diperbudak itu untuk memperoleh hidup layak dan memperoleh jaminan perlindungan dari negara pun bertepuk sebelah tangan. Beruntung praktik perbudakan modern tersebut terbongkar. Tapi, langkah pengusutan tidak boleh berhenti hanya kepada majikan. Aparat yang diduga membekengi perbudakan modern itu juga harus dihukum setimpal. Mereka yang lalai sehingga menyebabkan peritiwa itu terjadi pun harus diberi sanksi tegas. Jelas peristiwa ini tidak boleh dipandang remeh. Kita tidak punya banyak waktu untuk terus membiarkan langkah-langkah pengingkaran terhadap harkat manusia dan kemanusiaan terus berlangsung. Ketika negara lain sudah berbicara kompetisi sumber daya manusia, kita malah mundur kepraktik masa silam praperadaban dengan peristiwa konyol perbudakan.