31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian uji antidotum kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam pada kasus keracunan akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss termasuk jenis
penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Dalam penelitian uji antidot kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam pada kasus keracunan akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss
mempunyai variabel utama dan pengacau.
1. Variabel utama
Variabel utama dalam penelitian adalah dosis natrium tiosulfat pada mencit.
Variabel utama dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Variabel bebas : dosis natrium tiosulfat, sejumlah mg natrium tiosulfat tiap kg
berat badan mencit. b. Variabel tergantung : waktu kembalinya kondisi mencit ke keadaan semula dari
gejala efek toksik yang timbul dalam detik. Kriteria uji antidot yang dapat ditunjukkan dengan jumlah hewan uji yang
kembali ke kondisi normal setelah pemejanan racun dan antidotnya, gejala-gejala toksik, dan mekanisme kematian.
2. Variabel pengacau
a. Terkendali :
1 Umur : 60-90 hari 2- 3 bulan
2 Berat badan : 20- 30 gram
3 Jenis kelamin : Jantan
4 Galur : Swiss
5 Jalur pemberian : Oral sianida, i.p natrium thiosulfat, i.p
diazepam 6 Frekuensi pemberian
: Satu kali
b. Tak terkendali : jumlah asupan makanan dan minuman yang diberikan untuk
hewan uji. 3. Definisi Operasional
a. Kondisi semula mencit adalah keadaan mencit yang sehat sebelum pemejanan sianida.
b. Gejala efek toksik yang timbul adalah munculnya kejang, hilang kesadaran, jantung berdebar, gagal nafas, dan mati setelah pemejanan sianida.
C. Bahan Penelitian
Bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Racun yang dipejankan adalah larutan potassium sianida KCNS E.Merck,
Darmstadt, Germany. Bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan antidot yang digunakan adalah natrium tiosulfat E.Merck, Darmstadt,
Germany dan diazepam Indofarma. Bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. 3. Bahan pelarut adalah aquades dan aquabides yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 4. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang
diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan penelitian UPHP, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
D. Alat dan Instrumen Penelitian
Peralatan dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Neraca atau timbangan elektrik Mettler Toledo Tipe AB 204, Switzerland
2. Alat-alat gelas 3. Jarum tuberkulin preparat oral yang digunakan untuk pemberian larutan
sianida secara per-oral 4. Spuit intraperitonial
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCNS
Larutan KCNS 0,104
b
v dibuat dengan cara me larutkan 0,104 gram KCNS ditambah aquades hingga 100 ml. Dosis KCNS dipilih berdasarkan dosis
letal oral KCNS yang sudah dikonversikan ke dosis letal oral mencit yaitu sebesar 26 mgkg BB.
2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium thiosulfat
Larutan natrium thiosulfat 0.643
b
v dosis 160.720 mgkg BB dibuat dengan cara melarutkan 642.72 mg natrium thiosulfat ditambah aquades hingga
1000 ml. Dosis natrium thiosulfat dipilih berdasarkan hasil orientasi yang sudah pernah dilakukan yaitu sebesar 1125 mgkg BB. Dosis 1125 mgkg BB
diturunkan dengan faktor perkalian 7 kalinya, maka diperoleh dosis 160.72 mgkg BB, 22.96 mgkgBB.,3.279 mgkgBB dan 0,468 mgkgBB
3. Pembuatan larutan dan penetapan dosis diazepam
Larutan diazepam 0,001
b
v dib uat dengan cara me larutkan 5 mgml diazepam ditambah aquabides hingga 50 ml. Dosis diazepam dipilih berdasarkan
jurnal yang diperoleh penulis dengan judul KCC2-deficient mice show reduce sensivity diazepam, but normal alkohol-induced motor impairment, gaboxadol-
induced sedation, and neurosteroid induced-hypnosis yaitu sebesar 2 mgKg BB.
4. Pengelompokkan hewan uji
Hewan uji sebanyak 42 ekor dikelompokkan secara acak menjadi 7 kelompok, kelompok I diberi bahan pelarut yang digunakan yaitu aquades,
kelompok II diberi larutan natrium tiosulfat dosis 22.96 mgkg BB sebagai kontrol antidotum dan kelompok III diberi larutan sianida, Kelompok IV diberi perlakuan
sianida dosis 26 mgkg BB dan secara cepat diberikan antidotum natrium tiosulfat dosis 0.468 mgkg BB dan diazepam 2mgkg BB, kelompok V diberi perlakuan
sianida dosis 26 mgkg BB dan secara cepat diberikan antidotum natrium tiosulfat dosis 3.279 mgkg BB dan diazepam 2 mgkg BB, kelompok VI diberi perlakuan
sianida dosis 26 mgkg BB dan secara cepat diberikan antidotum natrium tiosulfat
dosis 22.96 mgkg BB dan diazepam 2 mgkg BB, kelompok VII diberi perlakuan sianida dosis 26 mgkg BB dan secara cepat diberikan antidotum natrium tiosulfat
dosis 160.72 mgkg BB dan diazepam 2mgkg BB. Pada kelompok VII
merupakan kelompok yang dib eri dosis tertinggi antidotum natrium tiosulfat sehingga
diharapkan seluruh hewan uji dalam kelompok VII hidup.
5. Penanganan hewan uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian diletakkan dalam wadah yang telah diberi sekam serta makanan dan minuman. Untuk hewan uji yang
sudah mendapatkan perlakuan dan masih hidup diletakkan di wadah yang berbeda dari hewan uji yang belum mendapatkan perlakuan.
6. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dari waktu pemberian antidotum natrium tiosulfat dan diazepam waktu dimulai hingga 3 jam pengamatan. Jika hewan uji hingga 3
jam pengamatan tidak mengalami kematian maka pengamatan dilanjutkan hingga 1 x 24 jam dari waktu pemberian antidotum. Kriteria klinik pengamatan meliputi :
a. pengamatan fisik terhadap gejala-gejala toksik. Pengamatan dilakukan mulai dari timbulnya gejala efek toksik yang berupa jantung berdebar,
hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati setelah pemejanan KCN. b. Kematian hewan uji pada masing- masing kelompok.
F. Analisis Hasil
1. Uji penyebaran data menggunakan metode Shapiro-Wilk untuk melihat kenormalannya.
2. Uji adanya perbedaan data tiap kelompok menggunakan metode Kruskal Wallis.
3. Uji adanya perbedaan yang bermakna atau perbedaan yang tidak bermakna tiap kelompok menggunakan metoda Mann Whitney.
4. Pada uji statistik, H
null
berbunyi : mean waktu dalam detik timbulnya gejala akibat keracunan sianida akut mulai dari jantung berdebar, hilang kesadaran,
gagal nafas, kejang, dan mati antar kelompok perlakuan tidak berbeda. 5. Secara kualitatif diamati dosis yang memiliki persentase kehidupan sebesar
100 untuk menentukan dosis efektifnya. 6. Pengamatan persentase kehidupan tiap kelompok perlakuan secara kualitatif
untuk melihat hubungan antara dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit dengan efek penawaran racun dan sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan
natrium nitrit pada keracunan sianida pada mencit.
37
BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kisaran Dosis Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Diazepam sebagai
Antidotum Sianida
Penelitian ini salah satunya bertujuan untuk mencari kisaran dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam yang mempunyai potensi sebagai
antidotum sianida. Dosis intraperitoneal natrium tiosulfat yang dipilih sebagai antidotum sianida diberikan sesaat setelah pemberian diazepam secara
intraperitoneal 2 mgKgBB berurutan sebesar : 0.468 mgKgBB, 3.279 mgKgBB, 22.960 mgKgBB dan 160.720 mgKgBB kelompok perlakuan. Dan pemberian
diazepam sebesar 2 mgkgBB diberikan sesaat setelah pemberian sianida secara oral.
Dari hasil pengamatan yang tertera pada tabel I. Untuk jantung berdebar, dilihat dari nilai
X
± SE kontrol sianida berbeda tidak bermakna dibandingkan dengan kontrol aquades dan kontrol tiosulfat 22m96 mgkgBB + diazepam 2
mgkgBB. Kontrol aquades digunakan sebagai kontrol negatif yang berfungsi sebagai pembanding bahwa aquades hanya sebagai pelarut sianida dan tidak
mempengaruhi efek toksik arau menimbulkan efek toksik. Untuk gejala toksik yang lainnya seperti hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati dari hasil
pengamatan menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna sianida dengan kelompok kontrol negatif secara statistik.