E. Asas Umum Toksikologi dari Sianida
Pada umumnya, para pakar sependapat bahwa tindakan pertama yang sebaiknya dilakukan atas penderita keracunan akut zat kimia ialah terapi suportif,
yakni memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan sirkulasi. Tindakan selanjutnya yang umum dilakukan meliputi upaya membatasi penyebaran racun
dan meningkatkan pengakhiran aksi racun Donatus, 2001. Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk
tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam
jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban
meninggal Utama, 2006.
1. Kondisi pemejanan
a. Jenis pemejanan : akut dan kronis b. Jalur pemejanan : inhalasi, mata, dan saluran pencernaan
c. Lama, kekerapan : akut atau berulang d. Takaran atau dosis :
1 Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.minm
3
, dan untuk siano gen klorida sekitar 11,000 mg.minm
3
. Meredith, 1993.
2 Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah 150-200 ppm dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan
hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm 5 mgm
3
untuk garam sianida. HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit Olson, 2007.
3 Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui
kulit Olson, 2007. 4 Keracunan sianida akut biasanya jarang terjadi dengan infusi nitroprusida
pada kecepatan infuse yang normal atau setelah ingesti dari amigdalin Olson, 2007.
e. Saat pemejanan : makanan, rokok, lingkungan industri, bunuh diri, kesengajaan Meredith, 1993.
2. Mekanisme efek toksik
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan
lain sebagainya. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya
dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada
penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a
3
dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi tergabung incorporated. Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi
dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia Meredith, 1993.
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada; berikatan dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob.
Sianida yang tidak berikatan akan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan
diekskresikan melalui urin Olson, 2007. Hiperlaktemia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika
rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus
hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida NAD menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan
menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a
3
dalam rantai transport elektron dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH,
menunjukkan reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat Meredith, 1993.
3. Wujud efek toksik