Gambar 2. 4-DMAP 4-dimethylaminophenol
4-DMAP harus digunakan dengan tiosulfat untuk mengubah ikatan sianida dengan methemoglobin menjadi tiosianat. 4-DMAP dapat menyebabkan
nekrosis pada area yang diinjeksi setelah pemberian secara IM dan dapat menyebabkan nyeri, demam, dan meningkatkan enzim-enzim otot. Terapi
menggunakan 4-DMAP dapat menyebabkan hemolisis meskipun pada dosis terapi, tetapi lebih sering terjadi pada pengobatan yang overdosis. Pengobatan
dengan 4-DMAP dikontraindikasikan pada pasien yang kekurangan G6DP Meredith, 1993.
Senyawa lain yang juga merupakan pembentuk methemoglobin adalah p- aminoheptanoilfenon PAHP, p-aminopropiofenon PAPP, dan p-
aminooktanoilfenon PAOP. PAHP merupakan fenon yang paling aman. Senyawa-senyawa tersebut mengurangi jumlah sianida dalam sel darah merah.
Efek PAPP secara khusus dapat meningkat dengan adanya tiosulfat Meredith, 1993.
2. Detoksifikasi sulfur
Gambar 3. Pengubahan sianmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodanase dan tiosulfat
Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan
natrium tiosulfat. Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur
endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal Meredith, 1993.
3. Kombinasi langsung
Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan
kombinasi dengan hidrokobalamin Meredith, 1993. a. Hidroksikobalamin vitamin B
12a
. Merupakan prekursor dari sianokobalamin vitamin B
12
. Penggunaan hidroksikobalamin sebagai pencegahan pada pemberian natrium nitroprusid jangka panjang sama efektifnya
untuk pengobatan pada keracunan sianida akut selama lebih dari 40 tahun. Senyawa ini bereaksi langsung dengan sianida dan tidak bereaksi dengan
hemoglobin untuk membentuk methemoglobin Meredith, 1993. Hidroksikobalamin bekerja baik pada celah intravaskular maupun di
dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini berlawanan dengan methemoglobin yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular. Pemberian natrium
tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk mendetoksifikasi keracunan sianida Meredith, 1993.
Sianokobalamin adalah kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis minimal sebesar 2,5 gram pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal
sianida. Hidroksikobalamin tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa pasien dapat mengalami urtikaria, tapi sangat jarang. Hidroksikobalamin tidak
menurunkan tekanan darah atau menurunkan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen. Takikardi dan hipertensi dapat terjadi pada dosis terapi yang
tinggi. Munculnya warna merah muda pada membran mukosa, kulit, dan urin terjadi pada kebanyakan pasien segera setelah pemberian hidroksokobalamin.
Warna ini akan hilang setelah 24-48 jam setelah obat diekskresikan melalui urin Meredith, 1993.
Gambar 4. dimethyl-5,6-benzimadazolyl hydroxocobamide
b. Dikobalt-EDTA. Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk mengikat sianida. Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida
dibandingkan dengan kombinasi nitrat-tiosulfat. Senyawa ini mengkelat sianida menjadi kobaltisianida. Efek samping dari dikobalt-EDTA adalah reaksi
anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria, angiodema pada wajah, leher, dan saluran nafas, dispnea, dan hipotensi. Dikobalt-EDTA juga dapat
menyebabkan hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak ada sianida saat pemberian dikobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat menyebabkan kematian
dan toksisitas berat dari kobalt terlihat setelah pasien sembuh dari keracunan sianida Meredith, 1993.
Gambar 5. Dicobalt-EDTA
G. Natrium Thiosulfat