Penanganan Umum pada Pasien Keracunan

antara saat pemejanan bahan berbahaya, saat timbulnya gejala- gejala toksik, dan saat penderita siap menjalankan terapi. Karena pengetahuan ini diperlukan untuuk memprakirakan dominasi tahapan nasib bahan berbahaya di dalam tubuh. Misal bahan berbahaya diprakirakan sudah terabsorpsi sempurna, maka tindakan penghambatan absorpsi sudah tidak diperlukan. Dalam hal ini, mungkin yang diperlukan penghambatan distribusi atau peningkatan eliminasinya. Masalahnya sekarang, bagaimana tata cara pelaksanaan masing- masing strategi tersebut? Donatus, 1997. Pada dasarnya, ketiga strategi dasar terapi antidot tersebut dapat dikerjakan dengan metode yang tak khas atau metode yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar zat beracun. Metode khas ialah metode yang hanya digunakan bila zat beracunnya telah tersidik jati dirinya serta zat antidotnya tersedia Donatus, 1997.

B. Penanganan Umum pada Pasien Keracunan

Dibagian unit gawat darurat, pemeriksaan fisik pada pasien keracunan diawali dengan ABC Airway, Breathing, Circulation. Pemeriksaan pada jalan nafas airway seharusnya tidak hanya pada faktor- faktor indicating gross airway compromise stridor, snoring, vomitus, dll tapi juga pemeriksaan spesifik pada gag reflek . Pemeriksaan pada pernafasan breathing tidak hanya meliputi kecepatan pernafasan tapi juga kualitas dari pernafasan, nafas yang pendek, mencerminkan perlu adanya tambahan ventilator secepat mungkin, nafas yang dalam mencerminkan adanya hipoksemia atau asidosis metabolit. Pemeriksaan sirkulasi circulation meliputi pemeriksaan denyut nadi dan tekanan darah dan untuk kasus keracunan yang serius perlu dilakukan monitoring secara terus menerus melalui elektrokardiograf Tintinalli, 1996. 1. Saluran nafas a. Pemeriksaan. Faktor yang paling umum menyebabkan kematian dari overdosis obat atau keracunan adalah hilangnya refleks perlindungan saluran nafas yang berlanjut menjadi obstruksi jalan nafas yang disebabkan karena lidah yang melembekmelunak, pengeluaran isi lambung melalui paru, atau terhentinya respirasi Olson, 2007. 1 Pasien yang masih sadar dan dapat berbicara sepertinya masih memiliki refleks jalan nafas yang baik tapi harus dimonitor dengan seksama karena keracunan yang parah dapat menyebabkan kehilangan kontrol jalan nafas dengan cepat Olson, 2007. 2 Pasien yang lemas dan “obtunded”, muntah atau reflek batuk dapat merupakan indikasi tidak langsung dari kemampuan pasien untuk melindungi saluran nafas. Jika ada sedikit keragu-raguan maka cara yang paling baik adalah menggunakan endotracheal intubation Olson, 2007. d. Terapi. Betulkan posisi saluran nafas dan gunakan endotracheal intubation jika diperlukan segera gunakan nalokson atau flumazenil pada pasien keracunan opioid atau bensodiazepin dan hindari penggunaan endotracheal intubation Olson, 2007. 2. Menurut Olson 2007 pernafasan sama dengan masalah pada saluran nafas, kesulitan bernafas juga merupakan penyebab utama kematian pada pasien overdosis obat atau keracunan pasien dapat memiliki satu atau lebih komplikasi, yaitu : kerusakan ventilator, hipoksia, atau bronkospasma a. Hipoksia 1 Pemeriksaan. Hipoksia dapat disebabkan oleh kondisi seperti berikut: kurangnya oksigen di udara; gangguan pada absorpsi oksigen oleh paru misalnya, karena pneumonia, atau udem pada paru; hipoksia seluler misalnya, karena keracunan karbon monoksida, methemoglobinemia, keracunan sianida, dan keracunan hidrogen sulfida Olson, 2007. 2 Komplikasi. Hipoksia dapat menyebabkan kerusakan otak dan aritmia pada jantung Olson, 2007. 3 Diagnosis lain : kesalaha n sampling; bakteri atau virus pneumonia; adanya luka memar pada paru; akut infark miokardial Olson, 2007. 4 Terapi : menghilangkan hipoksia, pemberian tambahan oksigen diperlukan disesuaikan dengan pO 2 arteri intubation dan ventilator mungkin diberikan; terapi pneumonia, sputum diperiksa, dan diperlukan terapi antibiotik jika benar; terapi udem paru, menghindari pemberian cairan yang berlebihan dan pemberian tambahan oksigen untuk menjaga pO 2 minimal 60-70 mmHg Olson, 2007. 3. Penggantian status mental a. Koma dan pingsan 1 Pemeriksaan. Penurunan tingkat kesadaran merupakan komplikasi umum yang paling serius dari overdosis obat atau keracunan: koma dan pingsan merupakan akibat adanya depresi pada sistem otak, yang disebabkan karena agen antikolinergik, obat-obat simpatolitik, depresan, atau toksin ya ng menyebabkan hipoksia seluler. Koma kadang-kadang merupakan suatu gejala setelah obat atau toksin menyebabkan hilang kesadaran, koma mungkin juga disebabkan oleh adanya luka pada otak dengan infark atau perdarahan di otak Olson, 2007. 2 Komplikasi koma sering ditandai dengan depresi respiratori yang merupakan penyebab utama kematian. Kondisi lain yang dapat menandai atau bersamaan dengan koma meliputi hipotensi, hipotermia, hipertermia dan rhabdomyolisis Olson, 2007. 3 Diagnosis lain : trauma di kepala atau perdarahan di intracranial; ketidaknormalan jumlah glukosa, natrium atau elektrolit lain didalam darah; hipoksia; hipotiroid; kerusakan hati atau ginjal; hipertermi atau hipotermi Olson, 2007. 4 Terapi : pertahankan jalur nafas dan penggunaan ventilator jika perlu pemberian oksigen tambahan; berikan dekstrosa, tiamin, dan nalokson; normalkan suhu tubuh; jika ada kemungkinan trauma pada sistem saraf pusat atau kecelakaan pada pembuluh darah otak, perlu adanya CT Scan; jika diduga meningitis atau ensepalitis, perlu adanya terapi antibiotik Olson, 2007. b. Kejang 1 Pemeriksaan. Kejang merupakan penyebab utama kematian pada overdosis obat atau keracunan. Umumnya kejang biasanya menjadi hilang kesadaran, sering juga bersamaan dengan lidah yang tergigit dan pengekuaran urin berlebihan Olson, 2007. 2 Komplikasi. Kejang dapat menyebabkan masalah pada saluran nafas, dapat juga menyebabkan asidosis, hipertermia, rhabdomyolysis, dan kerusakan otak Olson, 2007. 3 Diagnosis lain : adanya gangguan metabolisme yang serius misal hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia, atau hipoksia; trauma pada kepala; epilepsi idiopathik; penarikan alkohol atau obat hipnotik sedatif; hipertermia; infeksi pada susunan saraf pusat; febrile kejang pada anak-anak Olson, 2007. 4 Terapi : pertahankan saluran nafas tetap terbuka dan jika perlu, gunakan ventilator berikan oksigen tambahan; berikan nalokson jika kejang dapat menyebabkan hipoksia; perlu pemeriksaan apakah terjadi hipoglikemia dan berikan dekstrosa dan tiamin jika koma; gunakan satu atau lebih antikonvulsan misal : diazepam, lorazepam, midazdam, fenobarbital, propofol dan fenitoin; segera periksa temperatur melalui rectal atau belakang telinga dan turunkan temperatur secara cepat jika diatas 40 C; gunakan antidot spesifik jika tersedia piridoksin, untuk keracunan INH, pralidoksim atau atropin atau keduanya untuk keracunan insektisida organofosfat atau karbamat Olson, 2007.

C. Dasar Terapi Antidot