Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Kuantitas Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Kualitas

merupakan paparan tuturan-tuturan dalam WG yang mengalami pembelokan prinsip kerja sama.

3.2.1 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas menuntut setiap partisipan tutur memberikan sumbangan yang memadai dan sebanyak yang dibutuhkan. Namun, dalam WG, seorang penutur justru memberikan sumbangan yang kurang memadai dari apa yang dibutuhkan. Perhatikan wacana di bawah ini. 32 O1 : Hei, punya korek ga? O2 : Ga punya O1 : Kalo nama punya kan? Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm 51 33 O1 : Kamu tau kan, makanan itu ada tanda kadaluarsanya. O2 : Iya, terus? O1 : Sama kaya cinta aku ke kamu ada tanda kadaluarsanya juga. O2 : Loh, kok bisa? Emang di mana? O1 : Ya bisalah, tanda kadaluarsanya ada di batu nisanku karena aku akan mencintaimu sampai mati.... Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm 48 Orang pertama pada wacana 30 memiliki maksud hendak mengajak berkenalan dengan O2. Cara yang dilakukan O1 ternyata menggunakan sumbangan komunikasi yang kurang memadai. Untuk mengajak berkenalan saja O1 justru bertanya apakah O2 memiliki korek atau tidak. Dialog kedua dari O1 juga bersifat berlebihan. Secara wajar, O2 pasti memiliki nama. Untuk apa O1 harus bertanya apakah O2 memiliki nama atau tidak. Namun, bila O1 hanya menggunakan wacana komunikasi yang bonafid dengan maksud yang sama, yaitu berkenalan, nilai rasa gombal tidak akan terasa dalam wacana 30. Dengan demikian dapat disimpulkan O1 dalam wacana 30 membelokkan maksim kuantitas. Sebagai pembanding perhatikan wacana a berikut. 30a O1 : Namamu siapa? O2 : Dita Tidak jauh berbeda dengan wacana 30, O1 dalam 31 juga memberikan sumbangan tuturan yang bersifat berlebihan. Untuk mengungkapkan janji mencintai O2 seumur hidup, O1 justru berputar-putar dengan mengungkapkan tanggal kadaluarsa cintanya berada di batu nisannya nanti.

3.2.2 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Kualitas

Ciri-ciri sebuah wacana yang sesuai dengan maksim kuantitas antara lain mengatakan sesuatu yang sebenarnya dan logis. Hal tersebut tidak sepenuhnya berlaku untuk WG. Dilihat dari pengertian awalnya saja, WG merupakan wacana yang bersifat bohong atau omong kosong. Perhatikan contoh WG berikut. 34 O1 : Aduh, hati aku sakit banget nich…. Aduh…. O2 : Kenapa? Kamu liver?? O1 : Bukan, ada yang mengukir nama kamu di hati aku…. Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 33 35 O1 : Hai cewek, lagi di mana nich? O2 : Lagi di rumah. Mau di mana lagi? O1 : Lho, kok bisa? O2 : Ya bisalah, emang kenapa? O1 : Kamu bohong, kamu kan ada di hatiku. Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 24 36 O1 : Tiap malem, aku jalan-jalan. O2 : Malem-malem? Jalan-jalan ke mana kamu malem-malem gitu? O1 : D i hatimu…. Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 26 Wacana 32, 33, dan 34 mengandung tuturan-tuturan yang tidak logis. Tuturan-tuturan yang tidak logis tersebut dikatakan oleh O1. O1 dalam 32 mengatakan bahwa hatinya sedang diukir dengan nama O2, O1 dalam 33 menyatakan bahwa O2 sedang berada di dalam hatinya, dan O1 dalam 34 mengatakan bahwa ia berjalan-jalan di hati O2. Semua itu tidak logis dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Seperti pada maksim kuantitas, pembelokan maksim kualitas juga berfungsi menimbulkan ―nilai rasa gombal‖. Ketiga wacana di atas memiliki maksud yang sama, yaitu memuji O2 dengan ungkapan- ungkapan bernilai rasa positif yang sebenarnya tidak logis namun justru dapat diterima oleh O2.

3.2.3 Tuturan dalam WG yang Membelok dari Maksim Relevansi