O1 : Karena nanti cintamu dan cintaku
akan melebur jadi satu. R
O2 : Ah Say bisa aja dech..
F Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 24
31 O1
: Halo, bisa bicara dengan Dita? I
O2 : Ya, saya sendiri, dari mana ya?
RI O1
: Oh, kebetulan, ini dari kepolisian mbak. Mbak ditangkap atas tuduhan pencurian
Ir O2
: Hah Pencurian? Pencuri apa? Saya ga ngerasa mencuri
RI
2
O1 : Pencuri hatiku….
R Makhluk Tuhan Paling Gombal, hlm. 25
Berbeda dengan tipe wacana dialog sederhana, ketidakterdugaan dalam tipe wacana dialog kompleks terletak pada fungsi R yang terakhir. Semua fungsi
sebelum R yang terakhir pada contoh-contoh di atas memiliki fungsi sebagai pengantar yang membangun sebuah persepsi yang nantinya akan dibelokkan oleh
O1 di bagian R terakhir. Dalam wacana 29 misalnya, O1 berhasil membangun persepsi O2 tentang pencurian dalam arti denotatifnya. Ketidakterdugaan tercipta
ketika O1 membelokkan persepsi tersebut dengan R terakhir: Pencuri hatiku yang memiliki makna kiasan.
2.4 Rangkuman
Struktur WG terdiri dari dua unsur, yaitu pengantar dan ketidakterdugaan. Pengantar merupakan bagian WG yang berfungsi sebagai pembangun persepsi
tentang sesuatu. Sementara itu, ketidakterdugaan merupakan bagian WG yang berfungsi membelokkan persepsi yang telah dibangun di bagian pengantar untuk
menghasilan ―nilai rasa gombal‖ dan efek jenaka.
Berdasarkan letak unsur pengantar dan ketidakterdugaannya, WG dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe wacana dialog sederhana dan tipe wacana dialog
kompleks. WG yang bertipe wacana dialog sederhana memiliki fungsi I dan F. Unsur pengatar dan ketidakterdugaan dalam WG terletak pada fungsi I. WG yang
bertipe wacana dialog kompleks sekurang-kurangnya memiliki fungsi I, RI, R, dan kadang-kadang F. Unsur ketidakterdugaan terletak di fungsi R yang terakhir,
sedangkan fungsi-fungsi sebelumnya merupakan unsur pengantar yang membangun sebuah persepsi.
34
BAB III WACANA GOMBAL DAN PRINSIP KERJA SAMA
3.1 Pengantar
Dalam sebuah komunikasi verbal yang wajar menurut kacamata pragmatik, baik penutur maupun mitra tutur selalu memberikan sumbangan
informasi yang patuh terhadap prinsip kerja sama supaya komunikasi dapat berjalan lancar. Yang dimaksud dengan patuh terhadap prinsip kerja sama adalah
ketika para partisipan berbicara seinformatif mungkin, mengatakan sesuatu dengan bukti-bukti yang memadai, mempertimbangkan secara seksama konteks
pembicaraan, senantiasa berusaha agar tuturan yang dihasilkan ringkas, dan tidak taksa sehingga tidak menyesatkan mitra tuturnya. Jenis komunikasi verbal yang
demikian disebut komunikasi yang bonafid Wijana, 2004: 78. WG berbeda dengan wacana komunikasi yang bonafid. Keduanya sama-sama memiliki tujuan
untuk berkomunikasi, tetapi jenis tujuan yang diinginkan berbeda. Kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama akan dibahas di bab ini.
3.2 Kesesuaian Tuturan dalam WG dengan Prinsip Kerja Sama
Komunikasi yang bonafid digunakan untuk saling bertukar informasi secara wajar tanpa ada nilai rasa tambahan. Komunikasi yang bonafid bersifat
denotatif. Sementara itu, WG memiliki nilai rasa tambahan yang pada penelitian ini disebut ―nilai rasa gombal‖. Untuk menimbulkan nilai rasa tersebut, penutur
WG menciptakan tuturan yang membelok dari prinsip kerja sama. Berikut