Budaya yang Berpengaruh Terhadap Gender

c. Kebijakan teknis yang mencakup kebijakan pada tingkat pelaksanaan seperti Keputusan Direktur Jenderal Departemen. Kebijakan publik ditetapkan pemerintah dengan dalil lebih mengetahui kepentingan rakyat banyak publik interest. Setelah suatu kebijakan ditetapkan, kelemahan paling utama adalah kemampuan pelaksanaan policy implementation. Pelaksanaan kebijakan ini juga menjadi kendala dalam implementasi kebujakan makro dan mikro dari pengarusutamaan gender di Indonesia Ramadhani, 2009.

6. Budaya yang Berpengaruh Terhadap Gender

Kondisi yang diciptakan atau direkayasa oleh norma adat-istiadat yang Membedakan peran dan fungsi laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan kemampuan. Adapun beberapa contoh budaya yang berpengaruh terhadap gender misalnya : a. Masyarakat di Indonesia khususnya di Jawamenganut budaya patriaki, dimana seorang kepala keluarga adalah laki-laki sehingga budaya laki-laki dicap sebagai orang yang berkuasa di keluarga. Budaya patriaki bisa berakibat anggapan bahwa kesehatan reproduksi adalah masalah perempuan sehingga berdampak kurangnya pertisipasi, kepedulian laki- laki dalam kesehatan reproduksi. b. Di Jawa ada pepatah yang mengatakan bahwa perempuan di dalam rumah tangga sebagai kasur, sumur, dapur. Sehingga perempuan di dalam keluarga hanyalah melayani suami, kedudujannya lebih rendah dari laki- laki. Universitas Sumatera Utara c. Perlakuan orang tua kepada anaknya sejak bayi dibedakan antara laki-laki dan perempuan dengan memberikan perlengkapan bayi warna biru untuk laki-laki, perlengkapan bayi warna pink untuk perempuan. d. Pengaruh pengasuhan. Ibu banyak mengurus hal yang berkaitan fisik anak sedangkan ayah cenderung pada interaksi yang bersifat permainan dan diberi tanggung jawab untuk menjamin bahwa anak laki-laki dan anak perempuan menyesuaikan dengan budaya yang ada. Ayah lebih banyak terlibat dalam sosialisasi dengan anak laki-laki dari pada perempuan. Banyak orang tua membedakan permainan bagi anak laki-laki dan perempuan. Permainan anak laki-laki cenderung agresif. Pada masa remaja orang tua lebih mengijinkan anak laki-laki mereka cenderung lebih bebas dari pada anak perempuan dengan mengijinkan mereka pergi jauh dari rumah. e. Pengaruh teman sebaya. Anak-anak yang melakukan kegiatan-kegiatan dengan teman sebaya lebih cenderung dihargai oleh sesama jenis teman mereka. Begitu pula anak perempuan. Sedang anak perempuan yang ‘tomboi’ dapat bergabung dengan teman laki-laki, tetapi tidak berlaku bagi anak laki-laki yang bergabung dengan teman perempuan. Ini mencerminkan tekanan penggolongan jenis kelamin yang lebih besar oleh masyarakat kita pada anak laki-laki. f. Pengaruh sekolah dan guru. Banyak buku-buku di sekolah yang bias gender. Guru membedakan membimbing antara murid laki-laki dan perempuan. Buku-buku pelajaran memberi gambaran pekerjaan perempuan di rumah, sedang laki-laki sebagai pekerja kantoran. Universitas Sumatera Utara g. Pengaruh media. Pesan-pesa di media tentang apa yang dilakukan laki-laki dan perempuan banyak yang bias gender. Banyak media mengekspose ibu rumah mengurus anak dan rumah tangga, sedangkan ayah bekerja di kantor. Banyak iklan oleh perempuan tentang kosmetik, kebersihan, mencuci. Sedangkan laki-laki mengiklankan mobil, direktur, eksekutif muda. h. Pengaruh kognitif. Teori perkembangan kognitif. Penentuan gender gender typing pada anak-anak terjadi setelah mereka mengembangkan suatu konsep tentang gender. Sekali mereka secara konsisten menyadari diri mereka sebagai anak laki-laki atau perempuan, anak-anak sering mengorganisasikan diri mereka atas dasar genderWidyastuti, et al. 2009.

7. PengaruhGender Terhadap Kesehatan Reproduksi Perempuan