Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

2.3.4 Proses Produksi Triple Drasser Bali

Adapun langkah-langkah dalam proses produksi Triple Drasser Bali pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Preparation Mdf press veneer di potong dan di stroke kemudian di luv dan di pasang di banding edge banding dengan veneer. 2. Part LVL atau sengon yang sudah di potong kemudian di sambung membentuk ekor burung. 3. Leg dan Turning Pembentukan produk mulai dari siku – siku hingga bagian lainnya sesuai dengan produk tersebut. 4. Assembling Proses pengeboran dan perakitan pada produk. 5. Final Sanding Proses untuk meratakan produk supaya halus setelah di assembling.

2.4 Penelitian Terdahulu

Berikut ini merupakan penelitian–penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini.

1. Nour Ika Okvania 2007

Penelitian ini dilakukan di PT. Asian Profile Indosteel Surabaya yang mempunyai tujuan untuk mengetahui kecacatan produk besi beton polos yang di produksi oleh perusahaan tersebut yang dilihat dari segi probabilitas kecacatan produk besi beton polos dalam proses produksi di PT. Asian Profile Indosteel dengan menggunakan metode Fault Tree Anlysis Berdasarkan langkah–langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan metode FTA, peneliti dapat mengidentifikasikan faktor–faktor kecacatan produk dengan langkah–langkah sebagai berikut: 1. Pengidentifikasian akar penyebab terjadinya top event yang terjadi pada produk melalui sebab primer dan sebab sekunder secara brainstorming pada pihak karyawan masing–masing stasiun kerja dalam proses produksi. 2. Melakukan pengamatan terhadap berapa banyak akar penyebab yang terjadi dalam proses produksi. 3. Tahap selanjutnya yaitu melakukan perbaikan dari kecacatan tersebut dan melakukan perhitungan tingkat kecacatan agar dapat dilakukan evaluasi. a. Penentuan Kecacatan Menentukan kecacatan hingga ke akar – akar penyebabnya dengan menggambarkan ke dalam fault tree diagram beserta simbol – simbol logika dari akar penyebab tersebut sampai menuju pada kejadian atau kecacatan yang tidak diinginkan dan harus dihindari. b. Struktur Kecacatan Fault Tree Diagram tersebut selanjutnya dievaluasi dengan menggunakan Cut Set Method hingga didapatkan cacat yang lebih spesifik. c. Perhitungan Probabilitas Setelah dievaluasi, kemudian dihitung nilai probabilitasnya sehingga diketahui seberapa tingkat kecacatan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap perusahaan ke depan. Dapat diketahui penyebab kecacatan yang terjadi dalam proses produksi adalah temperatur tidak stabil, mutu bahan bakar kurang baik, monitoring operator kurang, kemampuan mesin kurang maksimal, proses produksi baru berjalan, terjadi masalah saat produksi berjalan, setting mesin kurang presisi, mesin trobel, pemakaian kaliber roll sudah maksimal, pemasangan roll kurang tepat, desain kaliber roll tidak sesuai, mesin pinc roll kotor, mutu roll kurang baik, air pendingin kurang baik, operator kurang teliti, operator kurang terampil, operator terburu-buru. Dari penyebab diatas dapat diketahui peristiwa puncak kecacatan atau yang biasa disebut dengan top event yaitu besi beton bersirip atau nguping, besi beton permukaan berlubang dan besi beton ukuran tidak sesuai. Berdasarkan perhitungan Fault Tree dan Cut Set didapatkan tingkat kecacatan sebagai berikut: a. Besi beton bersirip atau nguping, probabilitas kecacatan per 180 menit awal proses produksi sebelum evaluasi 0.1708 dan sesudah evaluasi 0.1714. b. Besi beton permukaan berlubang, probabilitas kecacatan per 180 menit awal proses produksi sebelum evaluasi 0.1133 dan sesudah evaluasi 0.1178. c. Besi beton ukuran tidak sesuai, probabilitas kecacatan per 180 menit awal proses produksi sebelum evaluasi 0.0491 dan sesudah evaluasi 0.0773. Dari data diatas maka peristiwa top event yang mempunyai tingkat kecacatan tertinggi adalah peristiwa besi beton bersirip atau nguping dengan probabilitas 0.1714 per 180 menit awal proses produksi yang membuat terjadinya kecacatan pada saat proses produksi. Sehingga perlu diadakan correction action terhadap peristiwa tersebut yaitu setting mesin kurang presisi, operator terburu – buru, operator kurang terampil, mesin troubel dan kaliber mesin aus atau rusak. Nour Ika Okvania, 2007, ”Identifikasi Faktor – Faktor Kecacatan Produksi Besi Beton Dengan Metode Fault Tree Analysis FTA di PT. Asian Profile Indosteel, Surabaya”, Tugas Akhir S–1 Skripsi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya

2. Deddy Chrismianto

Keamanan dan keselamatan pengoperasian kapal akan dapat terpenuhi jika sistem yang ada di dalam kapal dapat berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Sistem pelumas pada kapal adalah sangat penting untuk pelumasan bagian utama terutama motor induk kapal sebagai penggerak utama kapal. Pada umunya di dalam kapal sering terjadi kegagalan pada sistem pelumas. Kegagalan ini disebabkan karena komponen-komponen yang terdapat pada sistem pelumas tidak dapat berfungsi dengan baik. Sehubungan dengan adanya kegagalan yang terjadi pada sistem pelumas tersebut maka perlu dilakukan analisa keandalan sehingga dapat mengidentifikasi bagaimana sistem mengalami kegagalan. Tujuan analisa keandalan tersebut yaitu untuk mengidentifikasi mode kegagalan, penyebab dan dampak kegagalan komponen terhadap kondisi operasional sistem pelumas, komponen-komponen yang dapat menyebabkan kegagalan sistem pelumas, kontribusi kegagalan tiap-tiap komponen terhadap sistem pelumas dan keandalan dari komponen-komponen sistem pelumas. Sebuah fault tree mengilustrasikan keadaan komponen–komponen sistem basic event dan hubungan antara basic event dan top event. Simbol grafis yang dipakai untuk menyatakan hubugan tersebut disebut gerbang logika. Dari diagram fault tree ini dapat disusun cut set dan minimal cut set. Cut set yaitu serangkaian komponen system, apabila terjadi kegagalan dapat berakibat kegagalan pada sistem. Sedangkan minimal cut set yaitu set minimal yang dapat menyebabkan kegagalan pada sistem. Untuk mencari minimal cut set digunakan Method for obtaining cut sets Mocus yaitu sebuah algoritma yang dipakai untuk mendapatkan minimal cut set dalam sebuah fault tree. Hasil analisa kualitatif dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis FTA menyimpulkan bahwa top event pada permasalahan ini adalah sistem pelumas tidak berfungsi atau gagal dengan sub sistem yang mengalami kegagalan adalah sebagai berikut: 1. Sistem pemompaan - Hand Pump 1 - Pompa Pelinciran: - LO Priming Pump - Hand Pump II - LO Pump 2. Sistem pertukaran kalor - Komponen Cooler 3. Sistem suplai minyak pelumas dan - LO Service Tank 4. Sistem penyaringan minyak pelumas - Komponen Filter Hasil analisa FTA dengan menggunakan MOCUS, diperoleh minimal cut set yaitu {1}, {2}, {3}, {4}, {5}, {6}, {7}. Hal ini berarti sistem akan mengalami kegagalan jika ada minim satu first order mengalami kegagalan atau second order yang mengalami kegagalan secara serentak. Komponen yang termasuk first order yaitu LO Pump, Hand pump 1, Cooler, LO Service tank dan Filter. Sedangkan komponen yang yang termasuk second order yaitu Pompa pelinciran awal terdiri dari LO. Priming pump dan Hand pump II. Sehingga dalam metode FTA ini ada dua prioritas penyebab kegagalan sistem. Jika diperhatikan, maka komponen-komponen yang termasuk dalam first order yaitu komponen yang mempunyai susunan seri. Pada komponen yang mempunyai susunan seri maka diperlukan satu komponen gagal agar sistem tersebut mengalami kegagalan. Sedangkan komponen yang termasuk dalam second order yaitu komponen yang mempunyai susunan standby. Pada komponen yang mempunyai susunan stand by maka diperlukan dua komponen gagal agar sistem tersebut mengalami kegagalan. Untuk itu harus dilakukan perawatan dengan baik pada komponen yang termasuk dalam first order. Karena jika komponen itu gagal maka keseluruhan sistem pelumas akan gagal dalam menjalankan fungsinya. Deddy Chrismianto, “Aplikasi Fault Tree Analysis FTA Dalam Aanalisa Keandalan Sistem Pelumas Motor Induk Kapal”, Staf Pengajar Program Studi S-1 Teknik Perkapalan FT-UNDIP Semarang, www.google.com

3. Maria Rita Joan Hosana

Penelitian kali ini dilakukan di CV. Sinar terang Beton Surabaya yang bertujuan untuk mengidentifikasikan tingkat kecacatan produk paving stone yang diproduksi oleh perusahaan tersebut dilihat dari segi kepuasan pelanggan dengan menggunakan pendekatan metode Fault Tree Analysis FTA. Berdasarkan langkah–langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan metode FTA, peneliti dapat mengidentifikasikan faktor–faktor kecacatan produk dengan langkah–langkah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi akar penyebab terjadinya top event yang terjadi pada produk melalui penyebab primer dan penyebab sekunder secara brainstorming pada pihak karyawan operasi pada masing – masing stasiun kerja dalam proses produksi. 2. Melakukan pengamatan terhadap berapa banyak akar penyebab yang terjadi dalam proses produksi. 3. Tahap selanjutnya yaitu melakukan perbaikan dari kecacatan tersebut dan melakukan perhitungan tingkat kecacatan agar dapat dilakukan evaluasi. a. Penentuan Kecacatan Menentukan kecacatan hingga ke akar – akar penyebabnya dengan menggambarkan ke dalam fault tree diagram beserta simbol – simbol logika dari akar penyebab tersebut sampai menuju pada kejadian atau kecacatan yang tidak diinginkan dan harus dihindari. b. Struktur Kecacatan Fault Tree Diagram tersebut selanjutnya dievaluasi dengan menggunakan Cut Set Method hingga didapatkan cacat yang lebih spesifik. c. Perhitungan Probabilitas Setelah dievaluasi, kemudian dihitung nilai probabilitasnya sehingga diketahui seberapa tingkat kecacatan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap perusahaan ke depan. Dapat diketahui penyebab kecacatan yang terjadi dalam proses produksi adalah pengayakan kurang, komposisi semen terlalu sedikit dibanding komponen lain, pekerja tidak terampil, penataan salah tidak rapi , frekuensi air pengairan kurang. Dari penyebab diatas dapat diketahui peristiwa puncak kecacatan atau yang biasa disebut dengan top event yaitu paving retak, paving pecah, warna paving pudar. Berdasarkan perhitungan Fault Tree dan Cut Set didapatkan tingkat kecacatan sebagai berikut: a. Paving retak, probabilitas kecacatan per 10 menit sebelum evaluasi 0.69028 dan sesudah evaluasi 0.68725. b. Paving pecah, probabilitas kecacatan per 10 menit sebelum evaluasi 0.2885 dan sesudah evaluasi 0.3143. c. Warna paving pudar, probabilitas kecacatan per 10 menit sebelum evaluasi 0.4032 dan sesudah evaluasi 0.4503. Dari data diatas maka peristiwa top event yang mempunyai tingkat kecacatan tertinggi adalah peristiwa paving retak dengan probabilitas 0.68725 per 10 menit yang membuat pelanggan sering mengeluh. Sehingga perlu diadakan correction action terhadap peristiwa tersebut yaitu lahan pengeringan diperluas, pemantauan dan pengarahan pada pekerja, mengontrol penyiraman agar disesuaikan dengan volume paving yang disiram, komposisi semen dengan dengan komponen lain adalah 1 : 3 detik, mengendalikan penggetaran saat pencetakan dengan batas getaran 15 – 30 detik. Maria Rita Joan Hosana, 2005, ”Identifikasi Tingkat Kecacatan Paving Stone Dilihat Dari Segi Kepuasan Pelanggan Dengan Fault Tree Analysis FTA di CV. Sinar Terang Beton, Surabaya”, Tugas Akhir S – 1 Skripsi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya 4 Mujar Siswanto Sebagian besar industri manufaktur di Indonesia agar dalam bertahan hidup dalam kompetisi bisnis yang semakin ketat antara lain produk yang mereka produksi harus bebas dari cacat serta perusahaan harus mampu memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk yang dihasilkan adalah produk yang berkualitas. Untuk itu perlu diciptakan pengawasan pada produk mutlak diimplementasikan sebagai jaminan pada konsumen bahwa produk yang dilemparkan ke pasaran memiliki mutu atau kualitas yang baik sehingga manajemen kualitas dari perusahaan berorientasi untuk terus menerus berupaya meningkatkan kualitas secara dramatik menuju kegagalan yang minimal. Berdasarkan langkah–langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan metode FTA, peneliti dapat mengidentifikasikan faktor–faktor kecacatan produk dengan langkah–langkah sebagai berikut: 1 Mengidentifikasi akar penyebab terjadinya top event yang terjadi pada produk melalui penyebab primer dan penyebab sekunder secara brainstorming pada pihak karyawan operasi pada masing – masing stasiun kerja dalam proses produksi. 2 Melakukan pengamatan terhadap berapa banyak akar penyebab yang terjadi dalam proses produksi. 3 Tahap selanjutnya yaitu melakukan perbaikan dari kecacatan tersebut dan melakukan perhitungan tingkat kecacatan agar dapat dilakukan evaluasi. a Penentuan Kecacatan Menentukan kecacatan hingga ke akar – akar penyebabnya dengan menggambarkan ke dalam fault tree diagram beserta simbol – simbol logika dari akar penyebab tersebut sampai menuju pada kejadian atau kecacatan yang tidak diinginkan dan harus dihindari. b Struktur Kecacatan Fault Tree Diagram tersebut selanjutnya dievaluasi dengan menggunakan Cut Set Method hingga didapatkan cacat yang lebih spesifik. c Perhitungan Probabilitas Setelah dievaluasi, kemudian dihitung nilai probabilitasnya sehingga diketahui seberapa tingkat kecacatan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap perusahaan ke depan. Hasil probabilititas yang dihitung setelah melakukan evaluasi adalah sebesar 0.03671 atau 3,671 per 120 menit awal proses produksi. Sedangkan probabilitas yang dihasilkan sebelum melakukan evaluasi sebesar 0.03670 atau 3,670. Probabilitas ini menunjukkan bahwa kejadian atau cacat SBS Wave pada interval 1 in 100 sehingga digolongkan pada kejadian yang sangat mungkin terjadi. Dalam skala probabilitas, kejadian kelima jenis cacat tersebut, kecacatan yang pertama dalam kriteria 1 in 10 yang berarti kejadian yang sering terjadi, sedangkan kecacatan yang kedua sampai kelima 1 in 100 untuk kecacatan yang berarti sangat mungkin kecacatan terjadi, Berikut nilai keterangan probabilitasnya : 1. SBS Hole Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat sebesar 0.11020 atau 11,020 2. Emblem Burnt Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat sebesar 0.08290 atau 8,290. 3. Cutting Not Fit Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat sebesar 0,0830 atau 8,30 . 4. SBS Broken Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat sebesar 0.04070 atau 4.070 5. SBS Wave Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan dalam penelitian analisis faktor-faktor kecacatan pada produk karpet mobil jenis SBS di PT. Altia Classic Automotive Manufacturing Surabaya dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis FTA, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa tingkat kecacatan produk karpet mobil yaitu SBS Hole sebesar 0.11020 atau 11,020 , SBS Wave sebesar 0.1033 atau 10,33 , Cutting Not Fit sebesar 0,0830 atau 8,30 , Emblem Burnt sebesar 0,0829 atau 8,29 dan SBS Broken sebesar 0,0568 atau 5,68 2. Dari pembahasan diatas maka correction action untuk tingkat kecacatan yang terbesar adalah SBS Hole yaitu Operator lalai dalam memasukkan SBS adalah harus ada SOP : System operating procedur dan pengawasan dalam bagian produksi agar tidak terjadi kelalaian lagi untuk tabung extruder terdapat plastik seharusnya sebelum setup mesin sebaiknya di bersihkan dahulu dan Setting mesin tidak sesuai seharusnya ada SOP : System operating procedur untuk dapat mensetting mesin dengan tepat.Material tidak sesuai standart sebaiknta setiap kedatangan pemesanan material sebaiknya pihak QC melihat kualitas material sebelum dimasukkan dalam departement produksi Mujar Siswanto 2010 ”Analisa Kualitas Produk Karpet Dengan Fault Tree Analysis FTA di PT, Altia Classic Automotive Manufacturing Surabaya”, Tugas Akhir S – 1 Skripsi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya .

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tugas akhir ini dilakukan di PT. Goldfindo Intikayu Pratama yang berlokasi di Jl. Kepatihan Industri. Sedangkan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan data yang diperlukan memenuhi.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Identifikasi variabel didapat dengan melakukan identifikasi proses produksi dengan menggunakan sampling kerja yaitu variabel bebas dan variabel terikat :

A. Variabel terikat

Variabel Terikat Dependent Variable merupakan variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Yaitu kualitas produksi Triple Drasser Bali.

B. Variabel bebas

Variabel bebas independent variable adalah faktor yang menjadikan pokok permasalahan yang ingin diteliti, Yaitu peristiwa puncak top event dalam bentuk probabilitas kecacatan produk. Variabel bebas antara lain :