Analisa Kecacatan Produk Tripel Drasser Bali Dengan Metode Fault Tree Analysis (FTA) ( Studi Kasus Di PT.Goldfindo Intikayu Pratama Gresik ).

(1)

ANALISA KECACATAN PRODUK TRIPEL DRASSER BALI

DENGAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA)

DI PT. GOLDFINDO INTIKAYU PRATAMA GRESIK

SKRIPSI

OLEH: ZAENAL ARIFIN

0632010130

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR LAMPIRAN...x

ABSTRAKSI...xi

BAB I : PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 2

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 3

1.5 Asumsi – Asumsi... 4

1.6 Manfaat Penelitian... 4

1.7 Sistematika Penulis... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Konsep Dan Definisi Kualitas... 7

2.1.1Pengendalian Kualitas... 8

2.1.2Tujuan Pengendalian Kualitas... 10

2.1.3Manfaat Pengendalian Kualitas... 11

2.1.4 Ruang Lingkup Kegiatan Pengendalian Kualitas...12


(3)

2.1.6. Data Numerik atau Kuatitatif... 16

2.2 Fault Tree Analysis (FTA)……….. 21

2.2.1Konsep Dasar Fault Tree Analysis……… 23

2.2.2Prinsip Fault Tree Analysis……… 25

2.2.3Konstruksi Pohon Kesalahan………. 26

2.2.4Tahapan Fault Tree Analisis……….. 27

2.2.5Cut Set Method……….. 29

2.2.5.1 Langkah Pembentukan Cut Set………. 31

2.2.6Cut Set Quantitative……….. 32

2.3 Pengertian Triple Drasser Bali……… 35

2.3.1 Bahan Baku……….. 35

2.3.2 Jenis Mesin yang Digunakan……… 36

2.3.3 Proses Produksi Triple Drasser Bali... 37

2.4 Peneliti Terdahulu... 37

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN……… 50

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian……… 50

3.2 Identifikasi dan Devinisi Operasional Variabel... 50

3.3 Metode Pengumpulan Data………. 52

3.4 Pengolahan Data ……… 53

3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah……….. 57

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN... 62

4.1 Pengumpulan Data... 62

4.1.1 Deskripsi Spesifikasi Produk... 63


(4)

Kecacatan Produk Oleh Pengawas produksi... 63

4.1.3 Identifikasi Peristiwa Puncak (Top Event) Kecacatan... 66

4.1.4 Identifikasi Akar Penyebab (Basic Event) Tripel Drasser Bali Per Proses Produksi... 72

4.1.5 Kebutuhan Perbaikan Untuk Peningkatan Produk Berdasarkan Kelemahan... 75

4.2 Pengolahan Data... 79

4.2.1 Bentuk Miring... 79

4.2.2 Bentuk Gupil... 86

4.2.3 Bentuk Rapuh... 93

4.2.4 Bentuk Berlubang... 100

4.2.5 Bentuk Tidak Rata... 107

4.3 Pembahasan... 114

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 123

5.1 Kesimpulan... 123

5.2 Saran...124

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Contoh Histogram………18

2.2. Contoh Pareto Diagram...19

2.3. Contoh Diagram Tulang Ikan...20

2.4. Contoh AND Gate………. .24

2.5. Contoh Struktur Cut Set………..30

2.6. Contoh Pembentukan Cut Set……….32

2.7. Contoh Perhitungan Fault Tree Analysis………....34

2.8. Contoh Hasil Akhir Matrik Minimal Cut Set………... .34

3.1. Contoh Hasil Akhir Matrik Minimal Cut Set……….55

3.2. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah……….57

4.1. Tripel Drasser Bali……… 63

4.2. Histogram Jumlah Produk Cacat ... 65

4.3. Diagram Pareto...66

4.4. Diagram Sebab-Akibat Miring... 67

4.5. Diagram Sebab-Akibat Gupil... 68

4.6 Diagram Sebab-Akibat Rapuh... 69

4.7 Diagram Sebab-Akibat Berlubang... 70

4.8 Diagram Sebab-Akibat Tidak Rata...71

4.9 Diagram Pohon Kesalahan Bentuk Miring...79

4.10 Struktur Kecacatan Bentuk Miring... 80


(6)

4.12 Equivalent Fault Tree Miring...83

4.13 Probabilitas Bentuk Miring...84

4.14 Diagram Pohon Kesalahan Gupil...86

4.15 Struktur Kecacatan Bentuk Gupil...87

4.16 Matrik Cut Set dan Minimal Cut Set Untuk Gupil………...89

4.17 Equivalent Fault Tree Gupil……….90

4.18 Probabilitas Bentuk Gupil ...91

4.19 Diagram Pohon Kesalahan Bentuk Rapuh………...93

4.20 Struktur Kecacatan Bentuk Rapuh……….94

4.21 Matrik Cut Set dan Minimal Cut Set Untuk Rapuh……….96

4.22 Equivalent Fault Tree Rapuh………....97

4.23 Probabilitas Bentuk Rapuh………...98

4.24 Diagram Pohon Kesalahan Bentuk Berlubang……….100

4.25 Struktur Kecacatan Bentuk Berlubang……….101

4.26 Matrik Cut Set dan Minimal Cut Set Untuk Berlubang ………….103

4.27 Equivalent Fault Tree Berlubang………..104

4.28 Probabilitas Bentuk Berlubang……….105

4.29 Diagram Pohon Kesalahan Bentuk Tidak Rata...107

4.30 Struktur Kecacatan Bentuk Tidak Rata...108

4.31 Matrik Cut Set dan Minimal Cut Set Untuk Tidak Rata...110

4.32 Equivalent Fault Tree Tidak Rata...111


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tally Sheet………..17

2.2 Cheek Sheet ………...17

2.3 Simbol-Simbol Logika ( Gerbang ) dalam Fault Tree Analysis……….28

2.4 Simbol-Simbol Logika ( Kejadian ) dalam Fault Tree Analysis……….29

3.1. Lembar Identifikasi Penyebab Kegagalan...53

3.2. Lembar akar penyebab kecacatan...53

4.1. Data Produksi dan Cacat Tripel Drasser Bali...64

4.2. Persentase Cacat Produk Selama Masa Produksi Bulan Januari 2010 - Juni 2010...65

4.3. Penyebab Miring...67

4.4. Penyebab Gupil... 68

4.5. Penyebab Rapuh...69

4.6. Penyebab Berlubang...70

4.7. Penyebab Tidak Rata...71

4.8. Jenis dan Jumlah Akar Penyebab Kecacatan Tripel Drasser Bali...72

4.9. Probabilitas Akar-Akar Penyebab Kecacatan Tripel Drasser Bali...78

4.10. Keterangan Simbol-Simbol (Huruf) Dalam Struktur Kecacatan Miring...81

4.11. Keterangan Simbol-Simbol (Huruf) Dalam Struktur Kecacatan Gupil...88


(8)

4.12. Keterangan Simbol-Simbol (Huruf) Dalam Struktur

Kecacatan Rapuh...95

4.13. Keterangan Simbol-Simbol (Huruf) Dalam Struktur Kecacatan Berlubang...102

4.14. Keterangan Simbol-Simbol (Huruf) Dalam Struktur Kecacatan Tidak Rata...109

4.15. Correction Action Berlubang...118

4.16. Correction Action Miring...119

4.17. Correction Action Gupil...120

4.18. Correction Action Tidak Rata...121


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambaran Umum Perusahaan

Lampiran 2 Struktur Organisasi

Lampiran 3 Akar Penyebab dan Data Proses Produksi Tripel Drasser Bali

Lampiran 4 Perhitungan Manual

Lampiran 5 Skala Probabilitas

Lampiran 6 Data Produksi Dengan Cacat Triple Drasser Bali

Lampiran 7 Peta Proses Operasi (OPC)

.


(10)

ABSTRAKSI Analisa Kecacatan

Produk Tripel Drasser Bali Dengan Metode Fault Tree Analysis (FTA) ( Studi Kasus Di PT.Goldfindo Intikayu Pratama Gresik )

PT. Goldfindo Intikayu Pratama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur yang memproduksi Furniture. Selain itu perusahaan ini juga memproduksi barang sesuai dengan permintaan atau pesanan dari pemesan. Dalam penelitian ini produk yang diamati adalah produk Triple Drasser Bali produk ini diamati karena produk tersebut dipesan dalam jumlah yang banyak sehingga dalam pembuatannya dilakukan secara continue ( hampir setiap hari dibuat atau diproduksi).

Di dalam memproduksi produk tersebut pihak produksi adalah pihak yang mungkin terkait mengalami kesalahan sehingga menimbulkan cacat. Sehingga dalam hal ini perlu suatu analisa tentang kecacatan yang dapat mengurangi kesalahan-kesalahan seminimal mungkin, faktor kecacatan yang sering terjadi pada proses produksi Triple Drasser Bali rata - rata kurang lebih 5 % dalam satu bulan produksi, dimana kecacatannya seperti factor, miring ( tidak lurus ), gupil, rapuh ( sifat kayu kurang baik dan jenis kayu mahoni ), Berlubang, dan tidak rata. Salah satu penyebab terjadinya jenis–jenis cacat ini disebabkan oleh kaliber mesin yang rusak atau setting mesin kurang tepat.

Tujuan dari dari penelitian ini adalah untuk menjawab pokok permasalahan yang telah disampaikan di atas, yaitu mengetahui tingkat kecacatan produk yang ada di PT.Goldfindo Intikayu Pratama dan memberikan usulan perbaikan untuk melakukan pencegahan dan mengurangi penyebab kecacatan produk.

Dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA), untuk mengetahui permasalahan tersebut serta memberikan usulan perbaikan untuk melakukan pencegahan dan mengurangi potensi penyebab kecacatan produk.

Dari hasil analisis menunjukan bahwa jenis cacat yang berpotensi untuk diadakan analisa yaitu,besarnya probabilitas terjadinya suatu kecacatan pada produk Tripel Drasser Bali adalah,pertama Berlubang dengan probabilitas 0,0686 (6,86%),kedua Miring dengan probabilitas 0,0528 (5,28%),ketiga Gupil dengan probabilitas 0,0367 (3,67%),keempat Tidak Rata dengan probabilitas 0,0344 (3,44%),kelima Rapuh dengan probabilitas 0,0084 (0,84%).Usulan perbaikan untuk perusahaan berdasarkan Correction Action dilakukan pada jenis cacat yang paling besar yaitu Berlubang di mana akar penyebabnya adalah,Setting mesin kurang tepat probabilitasnya 0,0118, Salah pengeboran probabilitasnya 0,0199, Pengaturan tempat kurang tepat probabilitasnya 0,0179, Permukaan tergores probabilitasnya 0,0054, dan Operator kurang teliti probabilitasnya 0,0136.

Kata kunci : Pengendalian Kualitas, continue production, Probabilitas, Fault Tree

Analysis, Correction Action.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi dan kemudahan akses terhadap informasi, perkembangan

produk dan jasa yang pesat telah mengubah bagaimana pelanggan bertransaksi

dengan sebuah perusahaan. Model lama sudah tidak bisa dijalankan lagi. Situasi

kompetisi dewasa ini tidak memberikan sedikitpun peluang bagi perusahaan untuk

berbuat salah. Perusahaan harus benar-benar memuaskan pelanggannya dan selalu

berupaya mencari cara baru untuk memenuhi permintaan pelanggan melebihi

harapan – harapan pelanggan. Peningkatan kualitas produk secara

berkesinambungan harus dilakukan hingga mencapai titik sempurna.

PT. Goldfindo Intikayu Pratama merupakan perusahaan yang bergerak

dalam bidang industri manufaktur yang memproduksi Furniture. Selain itu

perusahaan ini juga memproduksi barang sesuai dengan permintaan atau pesanan

dari pemesan. Dalam penelitian ini produk yang diamati adalah produk Triple

Drasser Bali produk ini diamati karena produk tersebut dipesan dalam jumlah

yang banyak sehingga dalam pembuatannya dilakukan secara continue ( hampir

setiap hari dibuat atau diproduksi).

Di dalam memproduksi produk tersebut pihak produksi adalah pihak yang

mungkin terkait mengalami kesalahan sehingga menimbulkan cacat. Sehingga

dalam hal ini perlu suatu analisa tentang kecacatan yang dapat mengurangi

kesalahan-kesalahan seminimal mungkin, faktor kecacatan yang sering terjadi


(12)

bulan produksi, dimana kecacatannya seperti factor, miring ( tidak lurus ), gupil,

rapuh ( sifat kayu kurang baik dan jenis kayu mahoni ), Berlubang, dan tidak rata.

Salah satu penyebab terjadinya jenis–jenis cacat ini disebabkan oleh kaliber mesin

yang rusak atau setting mesin kurang tepat.

Untuk itu, penelitian Tugas Akhir ini akan mengadopsi sebuah metode

Fault Tree Analysis (FTA). Fault Tree Analysis adalah suatu teknik analisa desain

keandalan (reliability) suatu desain sistem yang bermula atas dasar kesadaran

terhadap efek kegagalan, yang disebut juga ‘Top Event’. Metode ini dapat

digunakan untuk menganalisa berbagai penyebab kesalahan yang akan

dipresentasikan oleh sebuah pohon kecacatan (fault tree) serta menghitung

probabilitas terjadinya top event yang diperoleh dari prediksi keandalan peristiwa

untuk mengevaluasi probabilitas kesalahan dalam sistem produksi.

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada PT.

Goldfindo Intikayu Pratama mengenai kecacatan yang sering terjadi dan akar –

akar penyebabnya sehingga perusahaan dapat menurunkan produk cacat

seminimal mungkin.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimana menganalisa kecacatan produk Triple Drasser Bali di PT. Goldfindo Intikayu Pratama Gresik?”.


(13)

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan-batasan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan dengan mengambil salah satu produk yang sering di

produksi mengalami defect (cacat) yaitu Triple Drasser Bali.

2. Data kecacatan produk menggunakan data proses produksi enam bulan yaitu

mulai bulan Januari 2010 – Juni 2010.

3. Analisa biaya tentang kerugian yang timbul akibat cacat tidak dibahas dalam

penelitian ini.

4. Penelitian ini hanya sebatas untuk mengetahui probabilitas terjadinya top

event cacat produk dan memberikan usulan perbaikan kepada perusahaan

tanpa diadakan implementasi lebih lanjut.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui tingkat probabilitas jenis-jenis cacat produk.

2. Memberikan usulan perbaikan untuk melakukan pencegahan dan mengurangi

potensi penyebab jenis cacat produk dengan metode Fault Tree Analysis


(14)

1.5 Asumsi – Asumsi

Mengingat permasalahan yang terkait dalam kualitas produk ini cukup

kompleks, maka untuk menyederhanakan diperlukan asumsi–asumsi

sebagai berikut :

1. Dalam proses produksi produk yang diamati berada pada kondisi normal dan

berjalan dengan baik pada saat pengambilan data untuk penelitian ini.

2. Teknik sampling yang ditetapkan, telah memenuhi syarat dari bagian Quality

Control PT. Goldfindo Intikayu Pratama.

3. Bahan baku produksi telah lolos uji kualitas dari bagian Quality Control PT.

Goldfindo Intikayu Pratama.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah cakrawala berpikir, memantapkan dan menambah pengalaman

serta kreatifitas penulis dalam menghadapi masalah yang lebih komplek yang

dialami perusahaan.

2. Dengan adanya penelitian ini perusahaan dapat mengetahui tingkat kecacatan

produknya, sehingga Perusahaan dapat lebih efektif dan efisien dalam

berproduksi.

3. Memberikan mahasiswanya wawasan terakhir sebelum dilepas ke dunia kerja


(15)

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan laporan penelitian ialah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah sehingga dapat diketahui

mengapa penulis mengambil judul tersebut, batasan masalah untuk membatasi

masalah agar terfokus pada masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan

penelitian, asumsi–asumsi yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian,

manfaat dari penelitian baik untuk penulis, perusahaan maupun universitas, dan

sistematika penulisannya.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori produk sesuai dengan obyek yang diteliti juga

teori tentang pengendalian kualitas dan teori tentang metode yang digunakan yaitu

Fault Tree Analysis (FTA) untuk mengatasi permasalahan yang ada didalam

perusahaan serta referensi dari penelitian terdahulu yang menggunakan metode

FTA.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk

pengambilan data, pengolahan data, waktu dan lokasi, variabel-variabel, metode

serta penyelesaian masalah yang ada.

BAB IV : HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang pengumpulan data, pengolahan data serta

pembahasan yang didapat dari perusahaan dan hasil penelitian setelah dilakukan


(16)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas kesimpulan dari penelitian dan saran terhadap

permasalahan yang ada .

DAFTAR PUSTAKA


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dan Definisi Kualitas

Proses kelahiran produk dimulai ketika desainer menerima informasi yang

diinginkan, diperlukan dan diharapkan oleh konsumen dan menterjemahkannya ke

dalam bentuk spesifikasi produk yang mencakup gambar, dimensi, toleransi,

material, proses, perkakas dan alat bantu. Operator menggunakan informasi dari

desainer untuk membuat produk atau mengerjakannya pada proses permesinan.

Dalam usaha memuaskan konsumen, produk yang dipesan harus tiba dalam

jumlah, waktu, tempat dan memberikan fungsi yang tepat untuk satu periode

waktu dan harga yang sesuai.

Definisi kualitas menurut Ross adalah kepuasan konsumen terhadap

produk yang dibelinya. Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas diatas,

tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan. Dengan demikian produk

– produk desain, diproduksi untuk memenuhi keinginan pelanggan, dapat

dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi (dihasilkan) dengan cara yang baik

dan benar. (Ariani W. Dorothea, 2003, hal 8-9)

Istilah kualitas memang tidak terlepas dari manajemen kualitas yang

mempelajari setiap area dari manajemen operasi, dari perencanaan lini produk dan

fasilitas sampai penjadwalan dan memonitor hasil. Kualitas merupakan bagian

dari dari semua fungsi usaha yang lain (pemasaran, sumber daya manusia,

keuangan, dan lain-lain). Dalam kenyataan, penyelidikan kualitas adalah suatu


(18)

fungsi-fungsi usaha. Dimana kualitas harus memiliki kesesuaian dengan konsumen atau

bisa disebut juga Kualitas Kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai

dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu.

(Douglas C. Montgomery, 1998, hal 2)

Selain itu, kualitas memerlukan suatu proses perbaikan yang

terus-menerus (continous improvement process) yang dapat diukur, baik secara

individual, organisasi, korporasi, dan tujuan kinerja nasional. Perbaikan kualitas

lebih dari suatu strategi usaha, melainkan suatu tanggung jawab pribadi setiap

perusahaan. Komitmen terhadap kualitas adalah suatu sikap yang diformulasikan

dan didemonstrasikan dalam setiap lingkup kegiatan dan kehidupan, serta

mempunyai karakteristik hubungan yang paling dekat dengan anggota

masyarakat. Kualitas harus dibangun sejak awal, dari penerimaan input hingga

perusahaan menghasilkan output bagi pelanggannya. Setiap tahapan dalam proses

produksi maupun proses penyediaan jasa atau pelayanan juga harus berorientasi

pada kualitas tersebut. (Ariani W. Dorothea, 2003, hal 9)

2.1.1. Pengendalian Kualitas

Tiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama-sama

menggambarkan kecocokan penggunaannya. Parameter – parameter ini biasanya

dinamakan ciri – ciri kualitas . Ciri – ciri kualitas menurut Douglas C.

Montgomery, 1998 : 3, ada beberapa jenis:

1. Fisik : panjang, voltage, kekentalan.


(19)

3. Orientasi : waktu, keandalan ( dapatnya dipercaya ), dapatnya

dipelihara, dapat dirawat.

Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang

dengan aktivitas itu kita ukur ciri –ciri kualitas produk, membandingkannya

dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil tindakan penyehatan yang

sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang

standart.

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya merupakan kumpulan –

kumpulan aktivitas untuk mencapai kondisi yang memuaskan keinginan

konsumen yang dilaksanakan mulai saat produk dirancang, diproses sampai

seleksi didistribusikan ke konsumen. Kegiatan pengendalian kualitas antara lain

akan meliputi hal – hal berikut :

1. Perencanaan kualitas pada saat merancang produk dan proses

pembuatannya.

2. Pengendalian dalam penggunaan berbagai sumber material yang

dipakai dalam proses produksi.

3. Pengamatan terhadap performans produk.

4. Membandingkan performans yang dihasilkan dengan standart yang

berlaku.

5. Analisa tindakan koreksi dalam kaitannya dengan cacat – cacat yang


(20)

2.1.2. Tujuan Pengendalian Kualitas

Tujuan pengendalian kualitas adalah untuk memberikan jaminan kualitas

yang sebaik – baiknya kepada konsumen sehingga didapatkan kepercayaan dari

konsumen. Secara terperinci dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian

kualitas adalah (Sofjan Assauri : 1978) :

1. Agar barang atau produk hasil produksi dapat mencapai standart mutu

yang telah ditetapkan.

2. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan

menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.

3. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat ditekan seminimum

mungkin.

4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

Tujuan pokok pengendalian mutu statistik adalah menyelidiki dengan

cepat terjadinya sebab – sebab terduga sedemikian sehingga tindakan pembetulan

dapat dilakukan secara dini. (Montgomery : 1998).

Dengan adanya pengendalian kualitas maka perusahaan tersebut akan

mempunyai kemampuan dalam hal :

1. Meningkatkan produktivitas

Dengan adanya pengendalian kualitas maka mengurangi buangan

sehingga produktivitas bertambah.

2. Pencegahan Cacat Lebih Besar

Dengan adanya pengendalian kualitas maka pengendalian proses akan


(21)

3. Mencegah penyesuaian proses yang tidak perlu pengendalian kualitas,

Dapat membedakan antara gangguan dasar dan variasi terduga.

4. Memberikan Informasi Tentang Proses

Dengan adanya pengendalian kualitas maka informasi tentang

perubahan proses dan parameter yang penting dapat diketahui.

2.1.3. Manfaat Pengendalian Kualitas

Pengatuaran pengendalian kualitas dalam suatu perusahaan merupakan

bagian yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan suatu perusahaan.

Manfaat yang dapat diperoleh dalam manajemen pengendalian kualitas adalah

(Sritomo, 1993 : 244 – 245).

1. Menambah tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.

2. Mengurangi kehilangan – kehilangan dalam proses kerja yang

dilakukan seperti mengurangi atau menghilangkan waktu yang tidak

reprodukitif.

3. Menekan biaya dan save money

4. menjaga agar penjualan tetap meningkat sehingga profit tetap

diperoleh.

5. Menambah reliabilitas produk yang dihasilkan.

6. Meperbaiki moral pekerja tetap tinggi.

7. Mengurangi klaim pelanggan.


(22)

2.1.4. Ruang Lingkup Pengendalian Kualitas

Ada 3 jenis kualitas dalam operasi bisnis manufacturing, yaitu :

1. Kualitas Design

Adalah derajat dimana kategori suatu produk akan mampu memberikan

kepada konsumen dua atau lebih produk meskipun memiliki fungsi yang sama

bisa memberikan darajat kepuasan yang berbeda karena adanya perbedaan

kualitas dalam rancangan

2. Kualitas Kesesuaian

Berhubungan dengan spesifikasi dan standarisasi produk dan kriteria standar

kerja yang telah disepakati.Secara umum kualitas kesesuaian mencakup 3

macam bentuk pengendalian, yaitu:

a. Pencegahan Cacat

Mencegah kerusakan atau cacat sebelum benar-benar terjadi.

b. Pencegahan

Melibatkan pemakaian dan penetapan metode pemeriksaan, pengujian dan

analisa statistik dengan menerapkan teknik pengawasan kualitas untuk

mendeteksi cacat yang timbul.

c. Analisa dan Tindakan Korektif

Menganalisa kesalahan yang terjadi dan melakukan koreksi terhadap

penyimpangan tersebut, kegiatan ini merupakan tanggung jawab bagian


(23)

3. Kualitas Penampilan

Perbaikan dari kualitas design dan kualitas kesesuaian akan dapat

meningkatkan penampilan produk. Jika kualitas design rendah terhadap

kekurangan penyesuaian dalam spesifikasi, maka akan mempengaruhi

penampilan secara keseluruhan.

2.1.5. Alat Pengendalian Kualitas

Menurut Vincent Gaspersz, 2001 ada beberapa perangkat yang digunakan

dalam pengendalian kualitas, yaitu:

1. Lembar Periksa

Lembar periksa adalah suatu formulir dimana item-item yang akan

diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data dapat

dikumpulkan secara mudah dan ringkas. Penggunaan lembar periksa bertujuan

untuk:

a. Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk

mengetahui bagaimana sesuatu masalah sering terjadi. Tujuan

utama dari penggunaan lembar periksa adalah membantu

mentabulasikan banyaknya kejadian dari suatu masalah tertentu

atau penyebab tertentu.

b. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sering

terjadi.Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu memilah -

milah data kedalam kategori yang berbeda seperi


(24)

c. Menyusun data secara otomatis, sehingga data itu dapat

dipergunakan dengan mudah.

d. Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berpikir bahwa kita

mengetahui sesuatu masalah atau menganggap bahwa sesuatu

penyebab itu merupakan hal yang paling penting dalam kaitan ini

lembar periksa akan membantu membuktikan opini kita itu apakah

benar atau salah.

Pada dasarnya lembar periksa dapat dibuat dengan menggunakan enam

langkah utama, sebagai berikut:

a. Menjelaskan tentang tujuan pengumpulan data. Adakah baik untuk

memulai mengumpulkan data (apakah dengan menggunakan

lembar periksa atau bukan) dengan mengajukan beberapa

pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal berikut:

 Apa yang menjadi masalah utama?

 Mengapa data harus dikumpulkan?

 Siapa yang akan menggunakan informasi yang sedang dikumpulkan dan informasi apa yang benar-benar dibutuhkan.

Apakah informasi itu perlu diperinci berdasarkan departemen,

hari, bulan, shift, mesin, dan lain-lain?

 Siapa yang akan mengumpulkan data?

b. Identifikasi apa variabel atau atribut karakteristik kualitas yang

sedang diukur? Berkaitan dengan hal ini kita dapat mengikuti


(25)

 Memulai memberikan judul dari lembar periksa itu. Pemberian judul harus tegas dan memberitahukan kepada orang tentang

apa yang sedang dikaji.

 Menuliskan hal - hal spesifik yang akan diukur pada lembar periksa itu. Sebagai missal, apabila kita sedang mengukur

keluhan pelanggan, maka kategori yang mungkin

dipertimbangkan adalah penyerahan terlambat, karyawan tidak

sopan, tagihan tidak benar, penyerahan tidak sesuai pesanan,

dan lain-lain.

c. Menentukan waktu atau tempat pengukuran. Dalam kaitan ini kita

perlu memutuskan apakah ingin mengumpulkan informasi

berdasarkan waktu (per menit, per jam, per hari, per minggu, per

bulan dan lain-lain), berdasarkan tempat atau berdasarkan tempat

dan waktu (banyaknya kejadian per departemen per hari,

banyaknya produk cacat per shift per minggu, dan lain-lain).

d. Mulai mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur. Dalam

kaitan ini, kita harus mencatat kejadian secara langsung pada

lenbar periksa. Akurasi data harus diperhatikan dalam setiap

kegiatan pengumpulan data.

e. Menjumlahkan data yang telah dikumpulkan itu. Dalam hal ini

harus menjumlahkan banyaknya kejadian untuk setiap kategori


(26)

Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab

masalah yang sedang terjadi itu. Perlu diingat bahwa setiap tindakan

peningkatan harus diambil bedasarkan fakta dan bukan hanya berdasarkan

opini. Apabila ada hal-hal yang masih meragukan berkaitan dengan fakta

yang ditemukan dalam pengumpulan data maka perlu dilakukan verifikasi

atas data yang telah dikumpulkan.

2.1.6. Data Numerik atau Kuatitatif

Alat-alat yang mengunakan data numerik untuk mengadakan perbaikan

kualitas pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:

a. Check Sheet

Check sheet adalah alat yang sering digunakan untuk menghitung seberapa

sering sesuatu hal terjadi dan sering digunakan dalam pengumpulan dan

pencatatan data. Data yang sudah terkumpul tersebut kemudian dimasukkan

ke dalam grafik, seperti pareto chart ataupun histogram untuk kemudian

dilakukan analisis terhadapnya. Check sheet ini dapat digunakan sebagai alat

bantu dalam tahap pelaksanaan (do) dalam plan-do-check-action cycle. Di

sektor pelayanan atau jasa, check sheet ini dilakukan dengan mengumpulkan

pendapat pelanggan mengenai proses jasa pelayanan. Check sheet ini sering

juga kita ganti dengan tally sheet. Pada tabel 2.1 dapat dilihat contoh

penggunaan tally sheet pada jasa pelayanan bengkel, dan tabel 2.2 adalah

contoh penggunaan check sheet yang juga pada jasa pelayanan bengkel


(27)

Tabel 2.1 Tally Sheet

Kesalahan Jumlah kesalahan dalam 1 bulan

Kualitas perbaikan mobil Pelayanan administrasi Pelayanan mekanik Peralatan kuno

///// //// /// ///// //

///// ///// ///// //

Sumber: Goetsch dan Davis ( 1995 )

Tabel 2.2 Check Sheet

Frekuensi

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Kesalahan pengecekan Vv V - v

Kesalahan perbaikan V - - vvv

Kesalahan pemakaian Vvv Vv vv vv

Kesalahan perawatan V V v v

Sumber: Schonberger dan Knood ( 1997 )

2. Histogram

Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi

data pengukuran dan variasi setiap proses. Berbeda dengan pareto chart

yang penyusunanya menurut urutan yang memiliki proporsi terbesar ke kiri

hingga proporsi terkecil, histogram ini penyusunannya tidak menggunakan


(28)

0 5 10 15 20 25 30

Gumpil Pecah Retak

Jenis Cacat

Jum

lah C

acat

Kait Rusak

Contoh histogram dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Histogram

3. Diagram Pareto

Diagram pareto dalah grafik batang yang menunjukkan masalah

berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi

ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada

sisi paling kiri dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi

ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendan serta ditempatkan pada

sisi paling kanan.

Pada dasarnya diagram pareto dapat dipergunakan sebagai alat

interpretasi untuk :

a. Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah –

masalah atau penyebab dari masalah yang ada.

b. Memfokuskan perhatian pada isu – isu kritis dan penting melalui

membuat rangking terhadap masalah – masalah atau penyebab –

penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.

Penggunaan diagram pareto biasanya dikombinasikan dengan penggunaan

lembar periksa (check sheet). Karena itu, sebelum membangun atau diagram pareto biasanya dikombinasikan dengan penggunaan


(29)

membuat diagram pareto perlu diketahui terlebih dahulu tentang

penggunaan lembar periksa.

Gambar 2.2 berikut merupakan contoh penggunaan diagram pareto.

ju m la h c a c a t P e r c e n t

j enis cacat Count

5.8

Cum % 39.1 69.6 94.2 100.0

27 21 17 4

Percent 39.1 30.4 24.6

Kait Rusak Pecah Retak Gum pil 70 60 50 40 30 20 10 0 100 80 60 40 20 0

Gambar 2.2 Pareto Diagram

Adapun rumus yang digunakan dalam diagram pareto ini adalah :

Presentasi Cacat (%) = x100%

t lJenisCaca JumlahTota

JenisCacat JumlahTiap

PresentasiCacat Kumulatif (%) = F1+F2+...+Fx

4. Diagram Sebab Akibat / Diagram Tulang Ikan (fishbone)

Diagram sebab akibat adalah diagram yang menunjukkan hubungan

antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistical,

diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor – faktor

penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh

faktor – faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini juga sering disebut

sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti


(30)

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan

– kebutuhan sebagai berikut :

a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.

b. Membantu membangkitkan ide – ide untuk solusi suatu masalah.

c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab dari suatu masalah yang

sedang dikaji kita dapat mengembangkan pertanyaan – pertanyaan berikut:

 Apa penyebab itu ?

 Mengapa kondisi atau penyebab itu terjadi ?

Bertanya “mengapa” beberapa kali (konsep five whys) sampai ditemukan penyebab yang cukup spesifik untuk

diambil tindakan peningkatan. Penyebab – penyebab

spesifik itu yang dimasukkan atau dicatat ke dalam diagram

 sebab-akibat seperti pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Contoh Diagram Tulang Ikan (sebab – akibat)

Sumber: Goetsch dan Davis (1995)

jenis cacat Material Manusia

Lingkungan kerja Mesin Metode kerja


(31)

2.2.Fault Tree Analysis (FTA)

Analysis, fault tree : analisis pohon kegagalan : merupakan teknik

analisis deduktif yang diawali dengan hipotesis adanya peristiwa kegagalan yang

selanjutnya secara sistematik menimbulkan peristiwa atau kombinasi peristiwa

yang bisa menyebabkan terjadinya kegagalan. (A-Z Indexs, www.batan.go.id)

Fault Tree Analysis adalah suatu teknik analisa desain keandalan

(reliability) suatu desain sistem yang bermula atas dasar kesadaran terhadap efek

kegagalan system, yang disebut juga ‘Top Event’. Dalam analisa ini dijelaskan

bagaimana Fault Tree Analysis (FTA) lebih menekankan pada “top – down

approach” yaitu karena analisa ini barawal dari sistem top level dan

meneruskannya ke bawah. Titik awal analisa ini adalah pengidentifikasian mode

kegagalan pada top level suatu sistem (Connor, 1993).

Selain menunjukkan hubungan logika antar peristiwa sehingga

menyebabkan top event terjadi, FTA ini juga digunakan untuk mengkuantifikasi

probabilitas top event. Probabilitas gagal diperoleh dari prediksi nilai reliability

terhadap peristiwa kegagalan. Perlu diperhatikan disini bahwa FTA yang berbeda

harus dibangun untuk setiap Top Event yang disebabkan oleh pola kegagalan atau

hubungan logika antar peristiwa kegagalan yang berbeda.

Deddy Crismianto (Jurnal : 2006), menyebutkan bahwa Fault Tree

Analysis merupakan suatu metode visual yang melakukan analisis atas cacat

produk yang saling memiliki keterkaitan. Disebut pohon cacat atau kesalahan

(Fault Tree) karena peralatan analisis disusun menjadi sebuah diagram yang


(32)

lebih lanjut akan merekomendasikan jalan keluar alternatif untuk memperbaiki

atau mengatasi cacat atau tuna mutu yang terjadi atas produk.

Dengan sifatnya yang demikian, maka fault tree dimaksud sekaligus

memperlihatkan pola anlisis sebab-akibat ketunamutuan seperti yang dijumpai

pada diagram tulang ikan (fishbone diagram). Karena fault tree memperlihatkan

pula sebab-akibat dari ketunamutuan produk, maka fault tree disebut sebagai

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA). Berhubung karena analisis

menyajikan pula dampak dari cacat yang terjadi atas produk serta rekomendasi

jalan keluar alternatif untuk mengatasi cacat yang bersangkutan, maka fault tree

analysis dapat pula dipakai sebagai alat kendali proses untuk menghindari

ketunamutuan produk (product failure).

Fault tree sebagai metode analisis ketunamutuan, juga dapat dipakai

sebagai alat pengendali proses produksi untuk mencapai spesifikasi mutu yang

diharapkan oleh konsumen pada umumnya.

Untuk menerapkan model, terlebih dahulu harus dilakukan studi atas dua

hal, yaitu :

1. Spesifikasi mutu yang disyaratkan oleh konsumen.


(33)

Kedua hal yang dikemukakan tentu sangat tergantung pada jenis produk yang

akan dievaluasi dan dikendalikan.

2.2.1 Konsep Dasar Fault Tree Analysis

Beberapa konsep dasar yang perlu diketahui dan dipahami untuk dapat

menganalisa kejadian melalui diagram pohon kesalahan (Fault Tree Analysis),

konsep tersebut menurut Allan Villemeur, 1992:

1. Peristiwa Utama Yang Tidak Diinginkan (Top Event)

Pusat fault Tree Analysis disebut peristiwa yang tidak diinginkan. Peristiwa

ini mendatangakan peristiwa puncak dari pohon dan analisa ditunjukkan pada

pendapatan semua penyebab–penyebabnya. Sering peristiwa ini adalah suatu

bencana, tetapi itu bisa menjadi suatu kegagalan sistem atau ketidakmampuan

pabrik (aspek ekonomi).

Untuk membuat analisa lebih mudah, peristiwa yang tidak diinginkaan harus

didefinisikan dengan tepat. Sesungguhnya jika kejadian ini terlalu umum

maka analisa akan berhenti untuk dijalankan, sebaliknya jika kejadian terlalu

spesifik analisa dapat menemukan kegagalan utama pada elemen dasar sistem,

oleh karena itu resiko awal direkomendasikan untuk menemukan kejadian

yang tidak diinginkan. Peristiwa ini terkadang telah dikarakteristikkan sesuai

macam misi–misi sistem.

2. Presentasi Gerbang Logika

Peristiwa–peristiwa dihubungkan oleh gerbang logika sesuai konsekuensi


(34)

Gambar 2.4 Contoh AND Gate Sumber : (P.L. Clemens :2002)

3. Pengkelasan Kegagalan (penyebab kegagalan)

Kegagalan bisa dipecah menjadi dua kelas sesuai dengan penyebabnya

(P.L.Clemens ; 2002) yaitu :

a. Kegagalan Atau Penyebab Primer

Kegagalan elemen penyebab terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan

atau Top Event.

b. Kegagalan Atau Penyebab Sekunder

Kegagalan penyebab terjadinya kegagalan primer yang akan dianalisa

lebih lanjut menjadi peristiwa paling dasar penyebab peristiwa yang tidak

diinginkan.

(P.L.Clemens ; 2002)

4. Peristiwa Dasar

Analisa penyebab kejadian atau peristiwa dilanjutkan sampai peristiwa dasar

ditemukan. Oleh karena itu, kejadian–kejadian harus hati–hati ditemukan

sejak mencapai batas analisis.


(35)

a. Kejadian yang mana tidak dibutuhkan untuk dikembangkan. Kejadian ini

cukup baik untuk menggambarkan dan mengetahui sejauh mana

ketidakgunaan batas asal kejadian.

b. Kejadian tidak bisa dipertimbangkan secara mendasar tapi kejadian asal

tidak akan dikembangkan. Dalam kasus ini batas sistem dipelajari

mencangkup ketika teridentifikasi.

c. Kejadian tidak dapat digambarkan atau dipandang sebagai dasar dan

penyebab kejadian itu belum dikembangkan tetapi akan segera

dikembangkan. Analisa mempertimbangkan, kemudian ia secara temporer

menjangkau batas dalam mempelajari dan bahwa sebagaimana data kurang

memadai untuk contoh penyebab kejadian ini akan diketahui kemudian.

2.2.2 Prinsip Fault Tree

Prinsip Fault Tree dapat menuntun dalam melakukan analisa, yaitu:

1. Mengidentifikasi berbagai kemungkinan kejadian kombinasi

mengarahkan pada kegiatan yang tidak diinginkan.

2. Menghadirkan grafik kombinasi seperti struktur.

Ini penting untuk memberi gambaran diantara beberapa bidang pohon

kesalahan yang mana antar hubungan tertutup praktis.

Fault Tree Analysis memberi kesempatan analisa untuk mengidentifikasi

berbagai penyebab kesalahan, dengan mengulang definisi awal diapliksi deduktif

berdasarkan urutan prinsip dan aturan yang telah digambarkan. Kemudian dalam

pelaksanaan dengan objek kedua, penyebab kesalahan dipresentasikan oleh


(36)

Pohon kesalahan berisi urutan tingkat kejadian yang dihubungkan dalam

beberapa cara yang mana kejadian lainnya pada tingkat urutan dari kejadian pada

tingkat bawah baru ditentukan macam operator logika (gate atau gerbang),

kejadian-kejadian itu adalah kecacatan umum dihubungkan untuk

menyeimbangkan kegagalan, kesalahan manusia, kekurangan perangkat lunak dan

lain–lain seperti kejadian yang tidak diinginkan.

Proses deduktif dilanjutkan peristiwa sampai dasar diidentifikasi. Peristiwa

itu tidak berhubungan satu dengan lainnya dan kemungkinan kejadiannya

diketahui.

Telah disebutkan bahwa tentu saja pohon kesalahan bukan suatu model

dari semua kegagalan seperti terjadi dalam sistem. Pada kenyataan, itu adalah

suatu model logika interaksi antara peristiwa–peristiwa penuntun menuju pada

kejadian yang tidak diinginkan.

(Alain Villemeur,1992 : 149 – 196)

2.2.3 Kontruksi Pohon Kesalahan

Analisa fault tree yang benar memerlukan definisi yang cermat dari sistem.

Pertama, diagram layout fungsional sistem yang penting seharusnya digambar

untuk menunjukkan hubungan fungsional dan mengidentifikasikan tiap komponen

sistem. Batasan sistem secara fisik disusun comedian untuk memfokuskan

perhatian penganalisa pada area yang tepat dan penting. Kesalahan yang lazim

adalah kesalahan menyusun batasan sistem yang realistis, yang menimbulkan

penyimpangan analisa. Informasi harus tersedia untuk tiap komponen system yang


(37)

Informasi ini dapat diperoleh dari pengalaman atau dari spesifikasi teknik

komponen.

Pada beberapa analisa batasan system menjadi sangat berarti, dimana

kondisi batas dari sistem harus ditentukan. Kondisi–kondisi batas ini seharusnya

tidak dibingungkan dengan batasan fisik dari sistem. Kondisi–kondisi batas sistem

mendefinisikan situasi yang digambarkan oleh Fault Tree.

Kejadian puncak adalah kondisi batas sistem yang paling penting yang

didefinisikan sebagai kerusakan sistem utama. Untuk beberapa sistem yang ada.

Banyak kemungkinan bagi kejadian puncak tetap ada sehingga pilihan tepat dari

kejadian puncak kadang kala adalah suatu tugas yang sulit. Pada umumnya,

kejadian puncak harus dipilih berdasarkan criteria sebagai berikut:

1. Sebagai suatu kejadian yang terjadinya harus mempunyai sebuah definisi

tertentu dan kemungkinan dari keterjadiannya dapat dikuantitaskan dan

2. Sebagai suatu kejadian yang dapat lebih jauh dipilah untuk menemukan

penyebabnya.

(Connor, 1993)

2.2.4 Tahapan Fault Tree Analysis

Menurut Thomas Pyzdex (2002), Fault Tree mempunyai beberapa tahap umum

untuk mencapai hasil analisa yang optimal hingga ke akar-aakar

penyebabnya, yaitu :

1. Tentukan kejadian paling atas, kadang–kadang disebut kejadian utama.

Ini adalah kondisi kegagalan dibawah studi.


(38)

3. Periksa sistem untuk mengerti bagaimana berbagai elemen berhubung

pada satu dengan lainnya dan untuk kejadian paling atas.

4. Buat pohon kesalahan, mulai pada kejadian paling atas dan bekerja ke

arah bawah.

5. Analisis pohon kesalahan untuk mengidentifikasi cara dalam

menghilangkan kejadian yang mengarah kepada kegagalan.

6. Persiapkan rencana tindakan perbaikan untuk mencegah kegagalan dan

rencana kemungkinan berkenaan dengan kegagalan saat mereka terjadi.

Fault tree Analysis merupakan pendekatan dari atas ke bawah yang

menyediakan perwakilan grafik kejadian yang mungkin mengarah pada

kegagalan. Beberapa simbol digunakan dalam pembuatan pohon kesalahan

ditunjukkan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.3 Simbol-Simbol Logika (Gerbang) Dalam FTA Simbol Gerbang Nama Gerbang Hubungan Kasual

Gerbang AND Kejadian keluaran terjadi jika semua kejadian masukan terjadi serentak

Gerbang menghalangi

Masukan menghasilkan keluaran saat kejadian bersyarat terjadi.

Gerbang AND

prioritas

Kejadian keluaran terjadi jika semua kejadian masukan terjadi dengan urutan dari kiri kekanan.

Gerbang OR

ekslusif

Kejadian keluaran terjadi jika satu, tetapi tidak keduanya, dari kejadian masukan terjadi


(39)

n inputs

Gerbang m-diluar-n (gerbang voting atau sampel)

Kejadian keluaran terjadi jika m-diluar-n kejadian masukan terjadi.

m m

Sumber: Thomas Pyzdex, 2002 hal 513

Tabel diatas menunjukkan simbol gerbang dalam Fault Tree. Selain itu juga terdapat simbol kejadian seperti tabel 2.2

Tabel 2.4 Simbol – simbol logika (kejadian) dalam FTA

Simbol Kejadian Arti

Persegi Kejadian diwakili oleh sebuah gerbang

Lingkaran Kejadian dasar dengan data yang cukup

Belah Ketupat Kejadian yang belum berkembang

Putaran Baik terjadi atau tidak terjadi

Oval Kejadian bersyarat yang digunakan dengan gerbang menghalangi

Segitiga Simbol perpindahan

Sumber: Thomas Pyzdex, 2002 hal 514

2.2.5 Cut Set Method

Cut Set menurut P.L. Clemens, 2002 adalah kombinasi pembentuk pohon

kesalahan yang mana bila semua terjadi akan menyebabkan peristiwa puncak


(40)

diperoleh dengan menggambarkan garis melalui blok dalam sistem untuk

menunjukkan jumlah minimum blok gagal yang menyebabkan seluruh sistem

gagal. Sebagai contoh bisa dilihat dari gambar 2.5.

T

C E

A B

Gambar 2.5 Contoh Struktur Cut Set (P.L. Clemens : 2002)

Peristiwa A, B, dan C membentuk menjadi peristiwa T. peristiwa A,B dan

C disebut sebagai cut set. Namun bukan kombinasi peristiwa terkecil yang

menyebabkan peristiwa puncak. Untuk mengetahuinya diperlukan minimal cut set

(Alain Villemeur : 1992). Minimal cut set ini adalah kombinasi peristiwa yang

paling kecil yang membawa ke peristiwa yang tidak diinginkan. Jika satu dari

peristiwa–peristiwa daalam minimal cut set tidak terjaadi, maka peristiwa puncak

atau peristiwa yang tidak diinginkan tidak akan terjadi. Dengan kata lain minimal

cut set merupakan akar penyebab yang paling terkecil yang berpotensial

menyebabkan kecacatan (peristiwa puncak).


(41)

1. Pertama, minimal cut set menunjukkan kegagalan tunggal memproduksi

peristiwa yang tidak diinginkan (top event).

2. Kedua, minimal cut set menunjukkan kegagalan ganda yang mana jika

kejadian terjadi secara simultan atau bersamaan dan menyebabkan

peristiwa tidak diinginkan.

2.2.5.1 Langkah Pembentukan Cut Set

Beberapa langkah membentuk cut set menurut P.L. Clemens, 2002, yaitu :

1. Mengabaikan semua unsur–unsur pohon kecuali pembentuk atau dasar.

2. Permulaan dengan seketika dibawah peristiwa puncak, menugaskan masing–

masing gerbang dan pembentuk atau penyebab dasar.

3. Kelanjutan menurut langkah dari peristiwa puncak mengarah ke bawah

membangun matrik menggunakan nomor dan huruf. Huruf ini mewakili

gerbang peristiwa puncak menjadi masukan matrik awal. Sebagai kontruksi

maju :

a. Menggantikan nomor untuk masing–masing gerbang AND dengan nomor

untuk semua gerbang yang disebut masukan. Secara horizontal dalam

matrik baris.

b. Memindahkan nomor–nomor untuk masing–masing gerbang OR dengan

semua gerbang yang disebut masukan. Memanjang vertikal dalam matrik

kolom. Masing–masing gerbang OR dibentuk baris bergantian harus pada


(42)

4. Hasil matrik akhir, hanya menghasilkan angka–angka mewakili pembentuk.

Masing–masing bariss dari matrik ini adalah cut set Boolean. Dengan

pemeriksaan, menghaapuskan baris manapun yang berisi semua unsur–unsur

yang ditemukan dalam baris lebih sedikit. Juga menghapuskan unsur–unsur

berlebihaan didalam baris dan baris yang menyalin baris lain. Baris yang sisa

adalah minimal cut set.

Pembentukan cut set dapat dilihat dengan jelas pada gambar 2.6.

TOP

A

D B

4 2

1

C

2 3

Gambar 2.6 Contoh Pembentukan Cut Set

2.2.6 Cut Set Quantitative

Perhitungan dalam Fault Tree Analisis digunakan untuk mengetahui nilai


(43)

hanya diperlukan jumlah seluruh proses yang sukses dan kegagalan proses, hal ini

ditunjukkan dalam rumus berikut ini (P.L Clemens : 2002) :

Keterangan :

S = Sukses (produk/proses) P = Probabilitas A A

F = Kegagalan (failure) P = Probabilitas B

B

PF = Probabilitas Kegagalan

Untuk selanjutnya akan dihitung probabilitas dalam masing–masing gerbang,

yaitu :

1. Untuk gerbang OR, probabilitas masing–masing peristiwa atau masukannya

mengalami penjumlahan dan pengurangan.

a. Untuk 2 masukan

PF = 1 – [(1 – PA)(1 – PB)]

PF = PA + PB - PAPB

b. Untuk lebih dari 2 masukan

PF = PA + PB + PC

2. Untuk gerbang AND probabilitas masing–masing masukannya dikalikan.

Dalam gerbang AND ini, untuk masukan sejumlah 2 atau lebih semua cara

perhitungannya sama yaitu dikalikan.

Perhitungan diatas dapat dilihat dengan jelas melalui contoh berikut ini :

Berikut ini merupakan diagram pohon kesalahan beserta matrik dari salah

satu top event yang terjadi dalam proses produksi baterai jenis R20 di PT.

International Chemical Industri yaitu PE Seal miring pada proses pemasangan PE


(44)

Gambar 2.7 Contoh Perhitungan Fault Tree Analysis

Keterangan :

A : Kemampuan mesin PE Seal Inserting kurang optimal.

Ao : Proses produksi baru berjalan.

A1 : Mesin trouble.

1 : Operator kurang teliti

2 : Operator kurang tanggap pada pelumasan oli.

3 : Pusher pendorong PE Seal kurang maju.

4 : Peer stopper penahan PE Seal kurang menekan.

1 2 3 4


(45)

Matrik cut set tersebut selanjutnya akan dihitung probabilitasnya dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

2 1 1 P xP

PK

5 4 2 P x P

PK

PFPK1PK2

2.3. TRIPLE DRASSER BALI

Triple Drasser Bali adalah suatu tempat untuk menyimpan beraneka macam

sesuatu produk, syarat utama pada pembuatan Triple drasser bali yaitu bahwa laci

harus lancar pada waktu di buka maupun di tutup sesering mungkin. membuat

Triple drasser bali yang baik tidaklah sulit selama beberapa aturan pembuatannya

di ikuti dengan benar, dengan adanya berbagai jenis fourniture dari yang klasik

dan modern, cara pemasangan Triple drasser bali juga mulai bergeser. Dalam

sebuah box Triple drasser bali terdapat 10 kotak laci sebagai berikut :

TDA = 4 pcs

TDB = 4 pcs

TDC = 2 pcs

( Sumber : Literatur PT. Goldfindo Intikayu Pratama )

2.3.2. Bahan Baku

Adapun bahan – bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan Triple Drasser

Bali yaitu :


(46)

a . TDA bahan : Resin ( fiber )

b . TDB bahan : MDF ( veneer )

c . TDC bahan : MDF ( veneer )

2. DR 22 – 23 bahan : sengon ( LVL )

3. DR 24 bahan : ply wood

4. DR 25 bahan : kayu mahoni ( cruing )

5. DR 26 bahan : kayu mahoni ( cruing )

2.3.3. Jenis Mesin Yang Digunakan

Bagian – bagian mesin dalam pembuatan Triple Drasser Bali yang dipakai

pada proses produksi antara lain:

1. Potong

Alat yang berfungsi sebagai pemotong bahan.

2. Rip Saw

Alat yang berfungsi sebagai membelah samping – samping laci.

3. Dove Taile

Alat yang berfungsi sebagai pemrosesan penyambungan dengan bentuk

ekor burung.

4. Sanding Mastes

Alat yang berfungsi untuk meratakan permukaan pada bahan.

5. Brush

Alat yang berfungsi untuk mengaluskan permukaan pada bahan.

6. Stroke


(47)

2.3.4 Proses Produksi Triple Drasser Bali

Adapun langkah-langkah dalam proses produksi Triple Drasser Bali pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Preparation

Mdf press veneer di potong dan di stroke kemudian di luv dan di pasang

di banding ( edge banding ) dengan veneer.

2. Part

LVL atau sengon yang sudah di potong kemudian di sambung

membentuk ekor burung.

3. Leg dan Turning

Pembentukan produk mulai dari siku – siku hingga bagian lainnya

sesuai dengan produk tersebut.

4. Assembling

Proses pengeboran dan perakitan pada produk.

5. Final Sanding

Proses untuk meratakan produk supaya halus setelah di assembling.

2.4 Penelitian Terdahulu

Berikut ini merupakan penelitian–penelitian sebelumnya yang digunakan

sebagai acuan dalam penelitian ini.

1. Nour Ika Okvania ( 2007 )

Penelitian ini dilakukan di PT. Asian Profile Indosteel Surabaya yang


(48)

produksi oleh perusahaan tersebut yang dilihat dari segi probabilitas kecacatan

produk besi beton polos dalam proses produksi di PT. Asian Profile Indosteel

dengan menggunakan metode Fault Tree Anlysis

Berdasarkan langkah–langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan

metode FTA, peneliti dapat mengidentifikasikan faktor–faktor kecacatan produk

dengan langkah–langkah sebagai berikut:

1. Pengidentifikasian akar penyebab terjadinya top event yang terjadi pada

produk melalui sebab primer dan sebab sekunder secara brainstorming

pada pihak karyawan masing–masing stasiun kerja dalam proses produksi.

2. Melakukan pengamatan terhadap berapa banyak akar penyebab yang

terjadi dalam proses produksi.

3. Tahap selanjutnya yaitu melakukan perbaikan dari kecacatan tersebut dan

melakukan perhitungan tingkat kecacatan agar dapat dilakukan evaluasi.

a. Penentuan Kecacatan

Menentukan kecacatan hingga ke akar – akar penyebabnya dengan

menggambarkan ke dalam fault tree diagram beserta simbol – simbol

logika dari akar penyebab tersebut sampai menuju pada kejadian atau

kecacatan yang tidak diinginkan dan harus dihindari.

b. Struktur Kecacatan

Fault Tree Diagram tersebut selanjutnya dievaluasi dengan

menggunakan Cut Set Method hingga didapatkan cacat yang lebih

spesifik.


(49)

Setelah dievaluasi, kemudian dihitung nilai probabilitasnya

sehingga diketahui seberapa tingkat kecacatan yang terjadi dan

pengaruhnya terhadap perusahaan ke depan.

Dapat diketahui penyebab kecacatan yang terjadi dalam proses produksi

adalah temperatur tidak stabil, mutu bahan bakar kurang baik, monitoring operator

kurang, kemampuan mesin kurang maksimal, proses produksi baru berjalan,

terjadi masalah saat produksi berjalan, setting mesin kurang presisi, mesin trobel,

pemakaian kaliber roll sudah maksimal, pemasangan roll kurang tepat, desain

kaliber roll tidak sesuai, mesin pinc roll kotor, mutu roll kurang baik, air

pendingin kurang baik, operator kurang teliti, operator kurang terampil, operator

terburu-buru. Dari penyebab diatas dapat diketahui peristiwa puncak kecacatan

atau yang biasa disebut dengan top event yaitu besi beton bersirip atau nguping,

besi beton permukaan berlubang dan besi beton ukuran tidak sesuai.

Berdasarkan perhitungan Fault Tree dan Cut Set didapatkan tingkat kecacatan

sebagai berikut:

a. Besi beton bersirip atau nguping, probabilitas kecacatan per 180 menit

awal proses produksi sebelum evaluasi 0.1708 dan sesudah evaluasi

0.1714.

b. Besi beton permukaan berlubang, probabilitas kecacatan per 180 menit

awal proses produksi sebelum evaluasi 0.1133 dan sesudah evaluasi

0.1178.

c. Besi beton ukuran tidak sesuai, probabilitas kecacatan per 180 menit awal


(50)

Dari data diatas maka peristiwa (top event) yang mempunyai tingkat

kecacatan tertinggi adalah peristiwa besi beton bersirip atau nguping dengan

probabilitas 0.1714 per 180 menit awal proses produksi yang membuat terjadinya

kecacatan pada saat proses produksi. Sehingga perlu diadakan correction action

terhadap peristiwa tersebut yaitu setting mesin kurang presisi, operator terburu –

buru, operator kurang terampil, mesin troubel dan kaliber mesin aus atau rusak.

( Nour Ika Okvania, 2007, ”Identifikasi Faktor – Faktor Kecacatan Produksi Besi Beton Dengan Metode Fault Tree Analysis (FTA) di PT. Asian Profile Indosteel, Surabaya”, Tugas Akhir S–1 (Skripsi) Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya )

2. Deddy Chrismianto

Keamanan dan keselamatan pengoperasian kapal akan dapat terpenuhi jika

sistem yang ada di dalam kapal dapat berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang

telah ditentukan. Sistem pelumas pada kapal adalah sangat penting untuk

pelumasan bagian utama terutama motor induk kapal sebagai penggerak utama

kapal.

Pada umunya di dalam kapal sering terjadi kegagalan pada sistem

pelumas. Kegagalan ini disebabkan karena komponen-komponen yang terdapat

pada sistem pelumas tidak dapat berfungsi dengan baik. Sehubungan dengan

adanya kegagalan yang terjadi pada sistem pelumas tersebut maka perlu dilakukan

analisa keandalan sehingga dapat mengidentifikasi bagaimana sistem mengalami

kegagalan.

Tujuan analisa keandalan tersebut yaitu untuk mengidentifikasi mode


(51)

operasional sistem pelumas, komponen-komponen yang dapat menyebabkan

kegagalan sistem pelumas, kontribusi kegagalan tiap-tiap komponen terhadap

sistem pelumas dan keandalan dari komponen-komponen sistem pelumas.

Sebuah fault tree mengilustrasikan keadaan komponen–komponen sistem

(basic event) dan hubungan antara basic event dan top event. Simbol grafis yang

dipakai untuk menyatakan hubugan tersebut disebut gerbang logika. Dari diagram

fault tree ini dapat disusun cut set dan minimal cut set. Cut set yaitu serangkaian

komponen system, apabila terjadi kegagalan dapat berakibat kegagalan pada

sistem. Sedangkan minimal cut set yaitu set minimal yang dapat menyebabkan

kegagalan pada sistem. Untuk mencari minimal cut set digunakan Method for

obtaining cut sets (Mocus) yaitu sebuah algoritma yang dipakai untuk

mendapatkan minimal cut set dalam sebuah fault tree.

Hasil analisa kualitatif dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis

(FTA) menyimpulkan bahwa top event pada permasalahan ini adalah sistem

pelumas tidak berfungsi atau gagal dengan sub sistem yang mengalami kegagalan

adalah sebagai berikut:

1. Sistem pemompaan

- Hand Pump 1

- Pompa Pelinciran: - LO Priming Pump

- Hand Pump II

- LO Pump

2. Sistem pertukaran kalor


(52)

3. Sistem suplai minyak pelumas dan

- LO Service Tank

4. Sistem penyaringan minyak pelumas

- Komponen Filter

Hasil analisa FTA dengan menggunakan MOCUS, diperoleh minimal cut

set yaitu {1}, {2}, {3}, {4}, {5}, {6}, {7}. Hal ini berarti sistem akan mengalami

kegagalan jika ada minim satu first order mengalami kegagalan atau second order

yang mengalami kegagalan secara serentak. Komponen yang termasuk first order

yaitu LO Pump, Hand pump 1, Cooler, LO Service tank dan Filter.

Sedangkan komponen yang yang termasuk second order yaitu Pompa pelinciran

awal terdiri dari LO. Priming pump dan Hand pump II.

Sehingga dalam metode FTA ini ada dua prioritas penyebab kegagalan

sistem. Jika diperhatikan, maka komponen-komponen yang termasuk dalam first

order yaitu komponen yang mempunyai susunan seri. Pada komponen yang

mempunyai susunan seri maka diperlukan satu komponen gagal agar sistem

tersebut mengalami kegagalan.

Sedangkan komponen yang termasuk dalam second order yaitu komponen

yang mempunyai susunan standby. Pada komponen yang mempunyai susunan

stand by maka diperlukan dua komponen gagal agar sistem tersebut mengalami

kegagalan. Untuk itu harus dilakukan perawatan dengan baik pada komponen

yang termasuk dalam first order. Karena jika komponen itu gagal maka


(53)

(Deddy Chrismianto, “Aplikasi Fault Tree Analysis (FTA) Dalam Aanalisa Keandalan Sistem Pelumas Motor Induk Kapal”, Staf Pengajar Program Studi S-1 Teknik Perkapalan FT-UNDIP Semarang, www.google.com)

3. Maria Rita Joan Hosana

Penelitian kali ini dilakukan di CV. Sinar terang Beton Surabaya yang

bertujuan untuk mengidentifikasikan tingkat kecacatan produk paving stone

yang diproduksi oleh perusahaan tersebut dilihat dari segi kepuasan

pelanggan dengan menggunakan pendekatan metode Fault Tree Analysis

(FTA).

Berdasarkan langkah–langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan

metode FTA, peneliti dapat mengidentifikasikan faktor–faktor kecacatan

produk dengan langkah–langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi akar penyebab terjadinya top event yang terjadi pada

produk melalui penyebab primer dan penyebab sekunder secara brainstorming

pada pihak karyawan operasi pada masing – masing stasiun kerja dalam proses

produksi.

2. Melakukan pengamatan terhadap berapa banyak akar penyebab yang terjadi

dalam proses produksi.

3. Tahap selanjutnya yaitu melakukan perbaikan dari kecacatan tersebut dan

melakukan perhitungan tingkat kecacatan agar dapat dilakukan evaluasi.

a. Penentuan Kecacatan

Menentukan kecacatan hingga ke akar – akar penyebabnya dengan


(54)

logika dari akar penyebab tersebut sampai menuju pada kejadian atau

kecacatan yang tidak diinginkan dan harus dihindari.

b. Struktur Kecacatan

Fault Tree Diagram tersebut selanjutnya dievaluasi dengan

menggunakan Cut Set Method hingga didapatkan cacat yang lebih

spesifik.

c. Perhitungan Probabilitas

Setelah dievaluasi, kemudian dihitung nilai probabilitasnya sehingga

diketahui seberapa tingkat kecacatan yang terjadi dan pengaruhnya

terhadap perusahaan ke depan.

Dapat diketahui penyebab kecacatan yang terjadi dalam proses

produksi adalah pengayakan kurang, komposisi semen terlalu sedikit

dibanding komponen lain, pekerja tidak terampil, penataan salah ( tidak rapi ),

frekuensi air ( pengairan ) kurang. Dari penyebab diatas dapat diketahui

peristiwa puncak kecacatan atau yang biasa disebut dengan top event yaitu

paving retak, paving pecah, warna paving pudar.

Berdasarkan perhitungan Fault Tree dan Cut Set didapatkan tingkat

kecacatan sebagai berikut:

a. Paving retak, probabilitas kecacatan per 10 menit sebelum evaluasi

0.69028 dan sesudah evaluasi 0.68725.

b. Paving pecah, probabilitas kecacatan per 10 menit sebelum evaluasi


(55)

c. Warna paving pudar, probabilitas kecacatan per 10 menit sebelum evaluasi

0.4032 dan sesudah evaluasi 0.4503.

Dari data diatas maka peristiwa (top event) yang mempunyai tingkat

kecacatan tertinggi adalah peristiwa paving retak dengan probabilitas 0.68725

per 10 menit yang membuat pelanggan sering mengeluh. Sehingga perlu

diadakan correction action terhadap peristiwa tersebut yaitu lahan

pengeringan diperluas, pemantauan dan pengarahan pada pekerja, mengontrol

penyiraman agar disesuaikan dengan volume paving yang disiram, komposisi

semen dengan dengan komponen lain adalah 1 : 3 detik, mengendalikan

penggetaran saat pencetakan dengan batas getaran 15 – 30 detik.

( Maria Rita Joan Hosana, 2005, ”Identifikasi Tingkat Kecacatan Paving Stone Dilihat Dari Segi Kepuasan Pelanggan Dengan Fault Tree Analysis (FTA) di CV. Sinar Terang Beton, Surabaya”, Tugas Akhir S – 1 (Skripsi) Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya )

4 Mujar Siswanto

Sebagian besar industri manufaktur di Indonesia agar dalam bertahan hidup

dalam kompetisi bisnis yang semakin ketat antara lain produk yang mereka

produksi harus bebas dari cacat serta perusahaan harus mampu memberikan

jaminan kepada konsumen bahwa produk yang dihasilkan adalah produk yang

berkualitas. Untuk itu perlu diciptakan pengawasan pada produk mutlak

diimplementasikan sebagai jaminan pada konsumen bahwa produk yang

dilemparkan ke pasaran memiliki mutu atau kualitas yang baik sehingga


(56)

berupaya meningkatkan kualitas secara dramatik menuju kegagalan yang

minimal.

Berdasarkan langkah–langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan

metode FTA, peneliti dapat mengidentifikasikan faktor–faktor kecacatan

produk dengan langkah–langkah sebagai berikut:

1 Mengidentifikasi akar penyebab terjadinya top event yang terjadi pada

produk melalui penyebab primer dan penyebab sekunder secara

brainstorming pada pihak karyawan operasi pada masing – masing stasiun

kerja dalam proses produksi.

2 Melakukan pengamatan terhadap berapa banyak akar penyebab yang

terjadi dalam proses produksi.

3 Tahap selanjutnya yaitu melakukan perbaikan dari kecacatan tersebut dan

melakukan perhitungan tingkat kecacatan agar dapat dilakukan evaluasi.

a Penentuan Kecacatan

Menentukan kecacatan hingga ke akar – akar penyebabnya dengan

menggambarkan ke dalam fault tree diagram beserta simbol – simbol

logika dari akar penyebab tersebut sampai menuju pada kejadian atau

kecacatan yang tidak diinginkan dan harus dihindari.

b Struktur Kecacatan

Fault Tree Diagram tersebut selanjutnya dievaluasi dengan

menggunakan Cut Set Method hingga didapatkan cacat yang lebih

spesifik.


(57)

Setelah dievaluasi, kemudian dihitung nilai probabilitasnya sehingga

diketahui seberapa tingkat kecacatan yang terjadi dan pengaruhnya

terhadap perusahaan ke depan.

Hasil probabilititas yang dihitung setelah melakukan evaluasi adalah

sebesar 0.03671 atau 3,671 % per 120 menit awal proses produksi.

Sedangkan probabilitas yang dihasilkan sebelum melakukan evaluasi sebesar

0.03670 atau 3,670%. Probabilitas ini menunjukkan bahwa kejadian atau

cacat SBS Wave pada interval 1 in 100 sehingga digolongkan pada kejadian

yang sangat mungkin terjadi.

Dalam skala probabilitas, kejadian kelima jenis cacat tersebut,

kecacatan yang pertama dalam kriteria 1 in 10 yang berarti kejadian yang

sering terjadi, sedangkan kecacatan yang kedua sampai kelima 1 in 100 untuk

kecacatan yang berarti sangat mungkin kecacatan terjadi, Berikut nilai

keterangan probabilitasnya :

1. SBS Hole

Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat sebesar 0.11020 atau 11,020 %

2. Emblem Burnt

Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat

sebesar 0.08290 atau 8,290%.

3. Cutting Not Fit

Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat

sebesar 0,0830 atau 8,30 %.


(58)

Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat

sebesar 0.04070 atau 4.070 %

5. SBS Wave

Dalam waktu 120 menit awal proses produksi, peluang terjadinya cacat

Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan

dalam penelitian analisis faktor-faktor kecacatan pada produk karpet mobil jenis

SBS di PT. Altia Classic Automotive Manufacturing Surabaya dengan

menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA), maka peneliti dapat menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa tingkat kecacatan produk karpet mobil yaitu SBS Hole sebesar

0.11020 atau 11,020 %, SBS Wave sebesar 0.1033 atau 10,33 %, Cutting Not

Fit sebesar 0,0830 atau 8,30 %, Emblem Burnt sebesar 0,0829 atau 8,29 %

dan SBS Broken sebesar 0,0568 atau 5,68 %

2. Dari pembahasan diatas maka correction action untuk tingkat kecacatan

yang terbesar adalah SBS Hole yaitu Operator lalai dalam memasukkan

SBS adalah harus ada SOP : System operating procedur dan pengawasan

dalam bagian produksi agar tidak terjadi kelalaian lagi untuk tabung extruder

terdapat plastik seharusnya sebelum setup mesin sebaiknya di bersihkan

dahulu dan Setting mesin tidak sesuai seharusnya ada SOP : System operating

procedur untuk dapat mensetting mesin dengan tepat.Material tidak sesuai

standart sebaiknta setiap kedatangan pemesanan material sebaiknya pihak

QC melihat kualitas material sebelum dimasukkan dalam departement


(59)

( Mujar Siswanto (2010) ”Analisa Kualitas Produk Karpet Dengan Fault Tree Analysis (FTA) di PT, Altia Classic Automotive Manufacturing Surabaya”, Tugas Akhir S – 1 (Skripsi) Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya ).


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tugas akhir ini dilakukan di PT. Goldfindo Intikayu Pratama

yang berlokasi di Jl. Kepatihan Industri. Sedangkan penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Juli 2010 sampai dengan data yang diperlukan memenuhi.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Identifikasi variabel didapat dengan melakukan identifikasi proses

produksi dengan menggunakan sampling kerja yaitu variabel bebas dan variabel

terikat :

A. Variabel terikat

Variabel Terikat (Dependent Variable) merupakan variabel yang nilainya

tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Yaitu kualitas produksi

Triple Drasser Bali.

B. Variabel bebas

Variabel bebas (independent variable) adalah faktor yang menjadikan pokok

permasalahan yang ingin diteliti, Yaitu peristiwa puncak (top event) dalam

bentuk probabilitas kecacatan produk. Variabel bebas antara lain :


(61)

1 Miring ( tidak lurus )

Miring ( tidak lurus ) yaitu pada waktu proses potong bahan mengalami

kemiringan sehingga membuat box laci tidak siku, jadi jika di masukan ke

boxnya tidak bisa masuk atau tidak bisa di pakai.

2 Gupil

Gupil terjadi pada saat penyambungan, di karenakan pisau tidak tajam jadi

waktu di rakit tidak nutup atau bolong.

3 Rapuh

Rapuh terjadi akibat sifat kayu yang kurang baik di karenakan pada saat

proses leg dan turning menimbulkan patah sehingga tidak bisa di proses

lagi.

4 Berlubang

Terjadi akibat pada saat proses assembling yaitu pada saat pengeboran

bahan,bahan mengalami salah pengeboran sehingga terjadi lubang pada

produk tersebut.

5 Tidak Rata

Tidak rata terjadi karena pada waktu proses final sanding bahan

mengalami ketidak rataan dan bergelombang sehingga tidak memenuhi


(62)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data selama penelitian, data yang dikumpulkan

terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Data Primer

Yaitu data yang didapat dari penelitian langsung dengan cara mangambil

langsung dari sumber yang memberikan informasi, antara lain: jumlah

kejadian kecacatan proses produksi, dll. Adapun metode yang digunakan

adalah sebagai berikut:

a. Interview

Dengan cara melakukan interview kepada sumber secara langsung

sehingga didapatkan informasi yang valid.

b. Observasi

Pengamatan langsung ke obyek yang diteliti sehingga dapat diketahui

jalannya proses dengan jelas yang bertujuan untuk memecahkan masalah

dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Yaitu data yang didapatkan dengan jalan mengumpulkan dan

mempelajari dokumen perusahaan.

Teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan data selama penelitian,

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Menganalisa penyebab terjadinya peristiwa (top event)

Dari data kecacatan produk yang terkumpul akan dapat diketahui peristiwa


(63)

Tabel 3.1 Lembar Identifikasi Penyebab Kegagalan Top Event Penyebab Primer Penyebab Sekunder

b. Melakukan perhitungan pada 6 bulan proses produksi.

Tabel 3.2 Lembar Akar Penyebab dan Data Proses Produksi Cacat TD Bali Akar

penyebab

Bulan ke 1

Bulan ke 2

Bulan ke 3

Bulan ke 4

Bulan ke 5

Bulan ke 6

F S

1 . . N Total

Keterangan : S : Produksi yang sukses

F : Produksi yang gagal atau cacat

3.4 Pengolahan Data

Metode yang digunakan dalam pengolahan data pada penelitian tugas

akhir adalah metode FTA. Dimana Metode FTA ini dilakukan dengan cara

menganalisa elemen–elemen penyebab kegagalan suatu sistem dengan

menggunakan berbagai perangkat pembantu yang meliputi symbol–symbol

logika.

Adapun langkah–langkah dalam pengolahan data pada studi kasus di PT.

Goldfindo Intikayu Pratama dengan menggunakan metode FTA adalah sebagai

berikut:

1. Menganalisa kejadian yang tidak diinginkan sampai pada akar-akar


(64)

top event (kejadian utama) dan penyebab sekunder yang mengakibatkan

terjadinya penyebab primer.

2. Menggambarkan akar-akar penyebab tersebut kedalam Fault Tree Diagram

(pohon kesalahan) yang berisi symbol-simbol logika (gerbang) kejadian

sehingga membentuk suatu keterkaitan satu sama lain.

3. Fault Tree Diagram akan membentuk kombinasi pohon kesalahan, sehingga

diperlukan cut set yang digunakan untuk mengevaluasi diagram tersebut. Hal

ini diperoleh dengan menggambarkan garis melalui blok dalam sistem untuk

menunjukkan jumlah minimum blok gagal yang menyebabkan seluruh sistem

gagal.

4. Untuk mengetahui kombinasi peristiwa terkecil diperlukan minimal cut set.

Minimal cut set ini adalah kombinasi peristiwa yang paling kecil yang

membawa pada peristiwa yang paling tidak diinginkan atau akar penyebab

yang paling terkecil yang berpotensial menyebabkan kecacatan (peristiwa

puncak atau top event).

5. Untuk menghitung probabilitas hanya diperlukan jumlah seluruh proses yang

sukses dan kegagalan proses, hal ini ditunjukkan dalam rumus berikut ini:

) (S F

F PF

 

Keterangan :

S = Sukses (produk/proses) F = Kegagalan (failure) PF = Probabilitas Kegagalan P = Probabilitas A A

P = Probabilitas B


(65)

Untuk selanjutnya akan dihitung probabilitas dalam masing–masing gerbang,

yaitu : untuk gerbang OR, probabilitas masing–masing peristiwa atau

masukannya mengalami penjumlahan dan pengurangan.

a. Untuk 2 masukan

PF = 1 – [(1 – PA)(1 – PB)]

PF = PA + PB - PAPB

b. Untuk lebih dari 2 masukan PF = PA + PB + PC

Untuk gerbang AND probabilitas masing–masing masukannya dikalikan.

6. Setelah semua diketahui maka akan didapatkan probabilitas peristiwa puncak

dan untuk langkah selanjutnya masing-masing probabilitas dievaluasi melalui

matriks dalam minimal cut set.

Matriks cut set tersebut selanjutnya akan dihitung probabilitasnya dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

P1 P2

 

P1 P3

 

P1 P4

 

P3 P4 P5 P6

P

PT

K          

PT merupakan probabilitas top event dan PK merupakan probabilitas cut set.

Untuk evaluasi perhitungannya ditunjukkan pada gambar 3.1 yang mana

dari:

1 2 1 3 1 4

3 4 5 6 Gambar 3.1

Contoh Hasil Akhir Matrik Minimal Cut Set

Matrik cut set ini, selanjutnya akan dihitung probabilitasnya dengan


(66)

PF ≈Σ PK = (P1 x P2) + (P1 x P3) + (P1 x P4) + (P3 x P4 x P5 x P6) Sehingga bisa didapatkan besar probabilitas peristiwa-peristiwa puncak atau


(67)

3.5 Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Adapun langkah-langkah pemecahan masalah dapat dilihat pada gambar

3.2 berikut ini.

Mulai

Studi Literatur Studi Lapangan

Perumusan Masalah

Identifikasi Variabel

Tujuan Penelitian

Pengumpulan Data : - Data Spesifikasi Produk

- Data Kecacatan Produk

Identifikasi Kecacatan Produk

(Top Event)

Identifikasi Penyebab Top Event : - Penyebab Primer

- Penyebab Sekunder

Diagram Sebab-Akibat

(Fishbone Diagram)


(68)

A

Penentuan Kecacatan Fault Tree Analysis

(FTA)

Perhitungan Tingkat Kecacatan (Quantitative Cut Set)

Usulan Perbaikan (Correction Action)

Kesimpulan dan Saran Penentuan Struktur Kecacatan

(Cut Set Method)

Hasil dan Pembahasan

Selesai

Gambar 3.2 Langkah – langkah pemecahan masalah

Adapun penjelasan dari langkah–langkah pemecahan masalah dari gambar

diatas adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur dan Studi Lapangan

Dalam melakukan penelitian, penulis sebelumnya harus melakukan survey

atau studi lapangan untuk mengetahui keadaan perusahaan yang

sebenarnya dan mencari literatur yang akan digunakan sebagai acuan


(69)

2. Perumusan Masalah

Selanjutnya melakukan suatu perumusan masalah sesuai dengan keadaan

atau permasalahan yang ada pada perusahaan.

3. Identifikasi Variabel

Selanjutnya adalah menentukan identifikasi variabel yang terdiri dari

variabel bebas dan variabel terikat. Identifikasi variabel yang

mempengaruhi adalah sebagai berikut :

a. Variabel bebas: factor yang menjadi pokok permasalahan yaitu

peristiwa puncak (top event).

b. Variabel terikat: variabel yang nilainya tergantung dari variasi

perubahan variable bebas.

4. Tujuan Penelitian

Selanjutnya menentukan tujuan dari penelitian ini tentunya akan

memberikan arah dalam pelaksanaannya. Adapun tujuannya adalah

mengetahui cacat yang terjadi, menentukan faktor-faktor penyebabnya

agar dapat dilakukan evaluasi dalam pengendalian kualitas produk.

5. Pengumpulan Data

Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data-data dari perusahaan

yang terdiri dari data kecacatan produk, data kegagalan proses, dan data

sampling produk cacat.

a. Data spesifikasi produk di dapat dari data pengamatan yang dilakukan


(1)

Khususnya dalam hal ini ketelitian dalam hal mengatasi masalah yang mungkin muncul selama proses produksi berjalan

Tabel 4.19 Correction Action Terhadap Penyebab Kejadian Rapuh

Akar

Penyebab Probabilitas Deskripsi Keadaan Correction Action

Bagian yang dikoreksi (diperhatikan)

Bahan baku

patah 0,0083

Pemilihan bahan yang kurang memenuhi standart perusahaan

mengakibatkan bahan mudah rusak karena akibat mutu bahan yang kurang bagus .

Sebaiknya bagian QC lebih selektif dalam pemilihan bahan yaitu dengan mengambil sample bahan yang didatangkan dari bagian komponen, sehingga kualitas bahan yang bagus akan mudah didapatkan.

Tenaga kerja dan Material

Operator

kurang teliti 0,0136

Selain pekerja jarang memperhatikan prosedur proses produksi, mereka juga kurang teliti dalam hal proses produksi TD Bali.

Sebaiknya mengadakan suatu training yaitu pelatihan untuk para pekerja yang disesuaikan dengan stasiun kerja masing – masing .. Khususnya dalam hal ini ketelitian dalam hal mengatasi masalah yang mungkin muncul selama proses produksi berjalan Tenaga kerja Operator kurang tanggap pada pengaturan speed mesin 0,0098

Selain operator jarang memperhatikan prosedur proses produksi, mereka juga kurang mempunyai keterampilan khususnya dalam hal melakukan setting mesin yang membutuhkan teknik dan cara yang berbeda dengan proses produksi TD Bali karena alat/mesin yang digunakan antara satu dengan yang lainnya berbeda.

Agar setting awal pada mesin tepat maka dibutuhkan tenaga yang ahli dan disiplin dalam menjalankan prosedur yang ada sesuai dengan peralatan yang ada dalam proses produksi TD Bali PT. Goldfindo Intikayu Pratama Gresik

Tenaga kerja dan Mesin


(2)

(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan dalam penelitian analisa kecacatan pada produk Tripel Drasser Bali di PT. Goldfindo Intikayu Pratama dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA), maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Besarnya probabilitas terjadinya suatu kecacatan pada produk Tripel Drasser Bali di PT. Goldfindo Intikayu Pratama Gresik adalah sebagai berikut:

a. Berlubang

Probabilitas kejadian ini per bulan proses produksi adalah sebesar 0,0686 atau 6,86%.

b. Miring

Probabilitas kejadian ini per bulan proses produksi adalah sebesar 0,0528 atau 5,28 %

c. Gupil

Probabilitas kejadian ini per bulan proses produksi adalah sebesar 0,0367 atau 3,67 %.

d. Tidak Rata

Probabilitas kejadian ini per bulan proses produksi adalah sebesar 0,0344 atau 3,44 %.

e. Rapuh

Probabilitas kejadian ini per bulan proses produksi adalah sebesar 0,0084 atau 0,84 %.


(4)

2. Usulan perbaikan untuk perusahaan berdasarkan Correction Action dilakukan pada jenis cacat yang paling besar yaitu Berlubang di mana akar penyebabnya adalah,Setting mesin kurang tepat probabilitasnya 0,0118, Salah pengeboran probabilitasnya 0,0199, Pengaturan tempat kurang tepat probabilitasnya 0,0179, Permukaan tergores probabilitasnya 0,0054, dan Operator kurang teliti probabilitasnya 0,0136.

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian, maka peneliti ingin mengajukan beberapa saran adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya PT. Goldfindo Intikayu Pratama Gresik perlu mengadakan pemantauan dan pemeriksaan rutin yang diikuti dengan diadakannya training (pelatihan) yang ditujukan untuk para pegawai sesuai dengan stasiun kerja masing-masing. Agar pekerja dapat lebih terampil dan ahli serta disiplin dalam menjalankan prosedur proses produksi.

2. Bagian Maintenance perlu meningkatkan tindakan perbaikan baik secara prediktif maupun preventive terhadap mesin yang digunakan dalam proses produksi. Agar masalah dalam proses produksi yang berhubungan dengan kerusakan mesin dapat diminimumkan. Sehingga proses produksi berjalan dengan efektif dan efisien.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Allan Villemeur. 1992. Reliability Evaluation of Engineering System Concepts and

Techniques, 2nd edition. Plenum Pree New York and London.

Assauri Sofjan. 1993. Manajemen Produksi dan Operasi, edisi Keempat. Jakarta. Penebit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Connor, P.D.T.O. 1993. Pratical Reliability Engineering, third edition. John Wiley and Sons Inc.

Deddy Chrismianto. 2006. Aplikasi Fault Tree Analysis (FTA) Dalam Analisa

Keandalan Sistem Pelumas Motor Induk Kapal. Staf Pengajar Program

Studi S-1 Teknik Perkapalan FT-UNDIP Semarang. www.google.com

Dorothea W, Ariani. 2003. Pengendalian Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.

Gasperz, Vincent. 2001. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Tama.

Maria Rita Joan. 2005. Identifikasi Tingkat Kecacatan Paving Stone Di Lihat

Dari Segi Kepuasan Pelanggan dengan Metode Fault Tree Analysis (FTA) Studi kasus di CV. Sinar Terang Beton Surabaya. Tugas Akhir S-1 (Skripsi)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Montgomery, Douglas C. 1998. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Jakarta. Gajah Mada University Perss

Mujar Siswanto. 2010. Analisa Kualitas produk Karpet dengan Metode Fault

Tree Analysis (FTA) Studi kasus di PT. Altia Classic Automotive manufacturing Surabaya. Tugas Akhir S-1 (Skripsi) Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Nour Ika Okvania. 2006. Identifikasi Faktor-Faktor Kegagalan Proses Produksi

Besi Beton dengan Metode Fault Tree Analysis (FTA) Studi kasus di PT. Asian Profile Indosteel, Surabaya. Tugas Akhir S-1 (Skripsi) Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

PL. Clemens. 1993. Fault Tree Analysis, fourth edition. Jacobs Sverdrup. George Washington University.

Sumber ( litelatur, PT . Goldfindo Intikayu Pratama )


(6)

Wignjosoebroto Sritomo. 1993. Pengantar Teknik Industri, edisi Pertama. Jakarta. Penerbit Guna Widya. .