yang satu dan sama, maka bahasa yang dihasilkannya pun relatif menunjukkan adanya kesamaan. Menurut Goodenough via Carson,1981:17;via Kalangi,
1994:1 sistem kognitif itulah yang merupakan kebudayaan. Sistem kognitif itu terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang berada dalam pikiran
anggotaanggota individual masyarakat. Sementara itu, bahasa yang merupakan salah satu unsur pokok kebudayaan itu merupakan sistem simbol Geertz via
Kalangi, 1994:2; via AhimsaPutra, 1997:14. Dalam bahasalah tersimpan
khasanah kebudayaan suatu masyarakat Istiyani, 2004:23.
2.1.4. Ideologi Patriarki dalam Nilainilai budaya
Nilainilai budaya merupakan konsepkonsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa
yang mereka anggap bernilai, sebagai suatu pedoman yang memberi arah orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat. Walaupun nilainilai budaya berfungsi
sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep, suatu nilai budaya itu bersifat sangat umum. Mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata. Namun, justru karena sifatnya yang umum, luas dan tidak konkret itu, maka nilainilai budaya
dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa para individu yang menjadi warga dari kebudayaan bersangkutan. Para individu itu
sejak kecil telah diresapi dengan nilainilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya, sehingga konsepkonsep itu sejak lama telah berakar dalam jiwa
mereka. Itulah sebabnya nilainilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat
diganti dengan nilainilai budaya lain dalam waktu yang singkat, dengan cara mendiskusikannya secara rasional Koentjaraningrat, 1990:190.
Perlu diketahui, pengertian dari nilainilai itu sendiri sebenarnya adalah perasaanperasaan tentang apa yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan,
atau tentang apa yang boleh atau tidak boleh. Adapun tingkatantingkatan nilai, menurut Arnold Green, ada tiga tingkatan, yaitu: perasaan sentimen yang
abstrak, normanorma moral, dan keakuan kedirian. Ketiga tingkatan tersebut ditemukan di dalam kepribadian seseorang. Perasaan dipakai sebagai standar
untuk tingkah laku. Demikian pula normanorma moral merupakan standar tingkah laku yang berfungsi sebagai kerangka patokan frame of reference dalam
berinteraksi. Adapun keakuan kedirian berperan dalam membentuk kepribadian melalui proses pengalaman sosial.
Nilainilai juga memiliki jenisjenis menurut intensitasnya, yaitu nilai nilai yang tercernakan dan nilainilai yang dominan. Nilainilai yang tercernakan
internalized values merupakan suatu landasan bagi reaksi yang diberikan secara otomatis terhadap situasisituasi tingkah laku eksistensi, sedangkan nilainilai
tercernakan tidak dapat dipisahkan dari si individu, serta membentuk landasan bagi hati nuraninya. Nilai yang tercernakan bagi individuindividu artinya
individu itu menghayati atau menjiwai suatu nilai sehingga ia akan memandang keliru pola perilaku yang tidak sesuai dengan nilai tersebut. Sedangkan nilainilai
yang dominan artinya nilainilai yang lebih diutamakan daripada nilainilai lain. Fungsi nilai dominan ialah sebagai suatu latar belakang atau kerangka patokan
bagi tingkah laku seharihari Sulaeman, 1998:2021:.
Kriteria suatu nilai dominan ditentukan oleh halhal sebagai berikut Sulaeman, 1998:21:
1. Luas tidaknya ruang lingkup pengaruh nilainilai tersebut dalam aktivitas total dari sistem sosial
2. Lamatidaknya pengaruh nilai itu dirasakan oleh kelompok masyarakat 3. Gigihtidaknya intensitas nilai tersebut diperjuangkan atau dipertahankan
4. Prestise orangorang yang menganut nilai, yaitu orang atau organisasi organisasi yang dipancang sebagai pembawa nilai.
Berbicara tentang nilainilai budaya, dalam konteks gender, maka dapat dipastikan bahwa patriarki merupakan nilainilai dominan yang ada di dalam
masyarakat kita. Hal tersebut terlihat dari bagaimana berbagai bentuk aturan dan norma serta adatistiadat yang berlaku di masyarakat, terutama yang berkaitan
dengan kaum perempuan dan lakilaki. Patriarki atau dalam bahasa Inggris adalah Patriarchy, menurut kamus
online Oxford berarti “ a system of society in which men hold most or all of the power” http:www.askoxford.comconcise_oedpatriarchy?view=uk,15 November
2009, 12:30. Jadi, patriarki adalah sebutan pada sistem yang melalui tatanan sosialnya memberikan prioritas dan kekuasaan lebih besar terhadap kaum lakilaki
dan dengan demikian mereka memiliki dominasi atas kaum lawan jenisnya yaitu perempuan.
Sumber pemahaman atas fakta tersebut bisa dikatakan pengaruh dari buah pikir para pemikir terdahulu berkaitan dengan asal kejadian manusia, seperti yang
dituliskan Mufidah dalam bukunya yang berjudul Paradigma Gender tentang asal
kejadian perempuan dalam Islam. Dalam uraiannya, Mufidah menuliskan bahwa ulama yang memahami kata nafs dengan Adam, dan Zausaha dengan Hawa
dalam QS An Nisa : 1, berkesimpulan maka Hawa diciptakan dari Adam. Banyak sekali pakar tafsir yang memahami kata nafs dengan Adam. Bahkan, Al
Tabarsi, salah seorang ulama tafsir bermazhab Syiah abad ke6 H mengemukakan kata tersebut dengan Adam Quarish Shihab, 1996 dalam
Mufidah, 2003:21. Dari pengertian tersebut timbul pandangan negatif terhadap perempuan, seolah perempuan merupakan bagian lakilaki, tanpa lakilaki
perempuan tidak pernah ada Mufidah, 2003:21. Meskipun telah mendapat berbagai sanggahan terhadap penafsiran
penafsiran itu, anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang dilemahkan tidak kunjung memudar. Faktor penyebabnya adalah kecenderungan pemikiran
para filosof besar Islam yang merujuk pada para pendahulunya, seperti Aristoteles.
Mereka filososffilosof besar Islam memandang Aristoteles sebagai guru besar utama di bidang filsafat.
Dalam perkembangan selanjutnya, pemikiran filosof filosof besar Islam turut mempengaruhi pula proses
pembentukan keilmuan dalam Islam seperti : ilmu Tafsir, Hadis, Fikih, ilmu Kalam, Sejarah Kebudayaan
Islam, dan cabangcabangnya Mufidah, 2003:35 Sebaliknya dalam memandang perempuan, Aristoteles mengkonsepsikan bahwa
secara alamiah, nalar perempuan tidak dipersiapkan untuk berpikir luas karena tugastugasnya hanya untuk peran domestik. Menurutnya, relasi lakilaki dan
perempuan diibaratkan seperti hubungan raja dan hamba atau bangsa Barbar dengan bangsa Yunani. Dengan tegas, ia mengatakan, “Sesungguhnya kita
mengawini istriistri hanya untuk melahirkan anakanak kita” Mufidah, 2003:34, dan pada halaman lain, “Perempuan adalah perempuan dengan sifat khusus yang
kurang berkualitas, kita harus memandang sifat perempuan yang dimilikinya sebagai suatu ketidaksempurnaan alam” Mufidah, 2003:9
Jika merujuk pada konsep Aristoteles tersebut, maka perempuan dianggap sebagai sosok yang lemah, harus tunduk kepada lakilaki, kurang berakal, dan
peranannya dalam kehidupan hanya sebagai sarana reproduksi. Inilah yang menjadi salah satu latar belakang kemunculan kulturkultur yang lebih memiliki
keterpihakan kepada kaum lakilaki seperti patriarki. Patriarki ini menjelma menjadi ideologi ketika dipahami sebagai
serangkaian gagasan yang menjustifikasi dominasi lakilaki dan perbedaan inheren yang alamiah antara lakilaki dan perempuan, karena kehadirannya di
dalam masyarakat telah dianggap sebagai sebuah normanorma dan nilai budaya yang kerap dijadikan pandangan hidup dalam kehidupan seharihari.
Ideologi merupakan komponen dasar dari sistemsistem sosiobudaya. Pengertian ini menyangkut sistemsistem dasar kepercayaan dan petunjuk hidup
seharihari. Suatu Ideologi bagi masyarakat tersusun dari tiga unsur, yaitu: 1 pandangan hidup, 2 nilainilai, dan 3 normanorma Lenski, 1974; Sulaeman,
2001:74. Dalam konsepsi Marx, ideologi adalah sebentuk kesadaran palsu.
Kesadaran seseorang, siapa mereka, dan bagaimana mereka menghubungkan dirinya dengan masyarakat dibentuk dan diproduksi oleh masyarakat, tidak oleh
biologi alamiah. Kesadaran kita tentang realitas sosial ditentukan oleh masyarakat,
tidak oleh psikologi individu Fiske dalam Eriyanto, 2001:93. Sebagai contoh, dalam beberapa iklan kosmetik atau produk perempuan lainnya, ideologi tersebut
terlihat dengan jelas. Di sini, anggota kelompok subordinat, kaum perempuan, dibuat kesadarannya oleh ide kelompok dominan sebagai kesadaran palsu tidak
hanya dalam dirinya tetapi juga relasi sosialnya. Kelompok dominan menampilkan gambaran bahwa perempuan yang cantik adalah mereka yang
memiliki kulit putih, bersih dari noda atau jerawat serta langsing, dan kategori kategori seperti inilah yang juga dianggap cantik oleh kaum lakilaki. Jadi, hanya
bagi perempuan yang memenuhi kriteria seperti itulah yang mampu menarik perhatian lakilaki. Dengan menyertakan ungkapanungkapan persuasif, hal
tersebut seolaholah menjadikan sebagai sesuatu hak istimewa yang patut dimiliki kaum perempuan. Kesadaran atas diri perempuan semacam ini adalah palsu, dan
teks iklan ini menempatkan khalayaknya pada posisi ideologi patriarki yang menerima penilaian lakilaki atas diri perempuan, dan hal tersebut dianggap
sebagai sesuatu yang wajar. Perwujudan ideologi patriarki dalam bentuk dominasi lakilaki atas diri
perempuan sangat sulit dihapuskan, karena secara tidak sadar telah menjadi nilai nilai budaya dalam masyarakat. Komunikasi merupakan salah satu bentuk
kegiatan sosial yang sangat berkompeten memelihara kondisi tersebut, karena komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan normanorma
budaya masyarakat, baik secara horisontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal, dari suatu generasi kepada generasi
berikutnya Mulyana, 2000:6. Dalam masyarakat patriarkal, budaya yang berlaku
menetapkan normanorma komunikasi yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu, misalnya “Lakilaki tidak gampang menangis, tidak bermain boneka”,
“Anak perempuan tidak bermain pistolpistolan, pedangpedangan, atau mobil mobilan. Penetapan normanorma yang demikian, selanjutnya akan dipahami
sebagai sebuah konstruksi sosial bahwa seorang lakilaki selayaknya harus menjadi sosok yang kuat dan pemberani bukannya lemah seperti kaum
perempuan. Masyarakat patriarkal menggunakan fakta tertentu mengenai fisiologi
perempuan dan lakilaki sebagai dasar untuk membangun serangkaian identitas dan perilaku maskulin dan feminin yang diberlakukan untuk memberdayakan laki
laki di satu sisi dan melemahkan perempuan di sisi lain. Masyarakat patriarkal menyakinkan dirinya sendiri bahwa konstruksi budaya adalah “alamiah” dan
karena itu “normalitas” seseorang tergantung pada kemampuannya untuk menunjukkan identitas dan perilaku gender. Perilaku ini secara kultural
dihubungkan dengan jenis kelamin biologis seseorang. Masyarakat patriarkal menggunakan peran gender yang kaku untuk memastikan perempuan tetap pasif
penuh kasih sayang, penurut, tanggap terhadap simpati dan persetujuan, ceria, baik, ramah dan lakilaki tetap aktif kuat, agresif, penuh rasa ingin tahu,
ambisius, penuh rencana, bertanggung jawab, orisinil, kompetitif Tong, 1998 :7273.
2.1.5. Representasi