meskipun oleh pengirim pesan tidak dimaksudkan demikian. Namun jika kesalahpahaman makna dari pesan itu tidak dihiraukan, maka akan menyebabkan
sebuah pelanggengan terhadap suatu kesalahpaham, dan tentunya memiliki dampak terhadap pihakpihak tertentu bahkan cenderung merugikan salah satu
pihak.. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada bertahannya suatu ideologi dalam masyarakat.
Menurut Susilo 2000:24, suatu teknik yang menarik dan memberikan hasil baik untuk masuk ke dalam titik tolak berpikir ideologis yang terdapat pada
suatu kebudayaan tertentu adalah mempelajari mitos. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang
memainkan peranan penting dalam kesatuankesatuan budaya Sobur, 2004:128. Kita dapat menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti
konotasikonotasi yang terdapat di dalamnya van Zoest, 1991:70. Salah satu cara adalah mencari mitologi dalam teksteks semacam itu Sobur, 2004:129.
Media massa menciptakan mitologimitologi atau ideologiideologi sebagai sistem konotatif sekunder dengan mencoba memberikan pesanpesan.
Pada level denotatif, pesanpesan itu mengekspresikan maknamakna yang primer atau “natural”. Sementara pada level konotatif, pesan itu menyembunyikan malna
makna sekunder atau “ideologis” Sumartono, 2003; Trifonas, 2003:vi.
2.1.9. Lirik Lagu dalam Kajian Semiotik
Berdasarkan karakteristik lirik lagu, maka lirik lagu yang merupakan elemen dari musik, dapat dikategorikan ke dalam bentuk teks. Karena dalam teori
bahasa, apa yang dinamakan teks tak lebih dari himpunan huruf yang membentuk kata dan kalimat yang dirangkai dengan sistem tanda yang disepakati oleh
masyarakat, sehingga sebuah teks ketika dibaca bisa mengungkapkan makna yang dikandungnya. Oleh karenanya, Dari sudut pandang mazhab transendentalisme
hermeneutik, kebenaran yang lebih konsisten justru ketika tertuang dalam teks, bukannya dalam diri pengarangnya yang kadangkala labil dan situasional.
Pengertian yang lebih ketat, teks dikatakan teks hanya ketika sebuah gagasan secara sadar dan sengaja dituliskan oleh pengarangnya Sobur, 2004:54.
Teks juga bisa kita artikan sebagai “seperangkat tanda yang ditransmisikan dari seorang pengirim kepada seorang penerima melalui medium tertentu dan
dengan kodekode tertentu” Budiman, 1999b:115116; Sobur, 2004:53. Bagi Roland Barthes 1990:1718, 19; Hawkes, 1978:116118 di dalam teks setidak
tidaknya beroperasi lima kode pokok five major codes yang di dalamnya semua penanda tekstual baca:leksia dapat dikelompokkan. Setiap atau masingmasing
leksia dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari lima buah kode ini. Adapun kodekode pokok tersebut yang dengannya seluruh aspek tekstual yang signifikan
dapat dipahami–meliputi aspek sintagmatik dan semantik sekaligus, yaitu menyangkut bagaimana bagianbagiannya berkaitan satu sama lain dan
terhubungkan dengan dunia di luar teks. Kelima kode tersebut meliputi : 1. Kode hermeneutik hermeneutic code adalah satuansatuan yang dengan
berbagai cara berfungsi untuk mengartikulasikan suatu persoalan, penyelesaiannya, serta aneka peristiwa yang dapat memformulasi persoalan
tersebut, atau yang justru menundanunda penyelesaiannya, atau bahkan yang
menyusun semacam tekateki enigma dan sekedar memberi isyarat bagi penyelesaiannya Barthes, 1990:17. Pada dasarnya kode ini adalah kode
“penceritaan”, yang dengannya sebuah narasi dapat mempertajam pemersalahan, menciptakan ketegangan dan misteri, sebelum memberikan
pemecahan atau jawaban. 2. Kode semik code of semes atau konotasi adaah kode yang memanfaatkan
isyarat, petunjuk, atau “kilasan makna” yang ditimbulkan oleh penanda penanda tertentu. Pada tataran tertentu kode konotatif ini agak mirip dengan
apa yang disebut oleh para kritikus sastra AngloAmerika sebagai “tema” atau “struktur tematik”, sebuah thematic grouping Barthes, 1990: 19.
3. Kode Simbolik symbolic code merupakan kode “pengelompokan” atau konfigurasi yang gampang dikenali karena kemunculannya yang berulang
ulang secara teratur melalui berbagai cara dan sarana tekstual, misalnya berupa serangkaian antitesis: hidup dan mati, di luar dan d
i
dalam, dingin dan panas, dan seterusnya. Kode ini memberikan dasar bagi suatu struktur
simbolik Barthes, 1990: 17. 4. Kode proairetik proairetic code merupakan kode “tindakan” action. Kode
ini didasarkan atas konsep proairesis, yakni “kemampuan untuk menentukan hasil atau akibat dari suatu tindakan secararasional Barthes, 1990: 18”, yang
mengimplikasikan suatu logika perilaku manusia: tindakantindakan membuahkan dampakdampak, dan masingmasing dampak memiliki nama
generik tersendiri, semacam “judul” bagi sekuens yang bersangkutan.
5. Kode kultural cultural code atau kode referensial reference code yang berwujud sebagai semacam suara kolektif atau anonim dan otoritatif;
bersumber dari pengalaman manusia, yang mewakili atau berbicara tentang sesuatu yang hendak dikukuhkannya sebagai pengetahuan atau kebijaksanaan
yang “diterima umum”. Kode ini bisa berupa kodekode pengetahuan atau kearifan wisdom yang terusmenerus dirujuk oleh teks, atau yang
menyediakan semacam dasar autoritas moral dan ilmiah bagi suatu wacana Barthes, 1990: 18.
Melalui kode, lirik lagu dapat dipandang sebagai sesuatu yang bermakna, karena pada umumnya pengertian kode dalam strukturalis dan semiotik menyangkut
sistemsistem yang memungkinkan manusia untuk memandang entitasentitas tertentu sebagai tanda, sebagai sesuatu yang bermakna Scholes, 1982:ix;
Budiman, 2004:54.
2.1.10. Interpretasi Sistem Tanda dalam Lirik Lagu