Pengantar WACANA TAPAL BATAS DI JAGOI BABANG
54
titik-titik koordinat di peta. Pertama, menyepakati garis 4°10” Lintang Utara yang bermula dari Pantai Timur Kalimantan yang selanjutnya akan
ditarik ke arah Barat, garis ini membagi pulau Sebatik di sebelah utara milik Inggris dan sebelah selatan milik Belanda, kedua, setelah menentukan titik
koordinat perbatasan, Inggris dan Belanda dalam menentukan batas- batasnya sepakat untuk menindaklanjuti konvensi, ketiga, tentang hak dan
kewajiban yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak dalam soal lalu lintas penduduk lokal diberikan kebebasan bea dan pajak hanya sampai lima
belas tahun sejak ditandatangani konvensi ini, sedangkan untuk angkutan material perang dikenai bea dan pajak. Kemudian konvensi tahun 1915
adalah mendirikan patok batas di sepanjang garis yang sudah ditentukan namun berfokus pada batas air. Konvensi tahun 1918 mulai mendirikan
patok batas di pegunungan. Termasuk ke dalam proses ini didirikan patok batas di gunung Poko Payong di Jagoi Babang.
Rumusan tapal batas di atas menjadi pijakan bagi Indonesia- Malaysia, yang mewarisi dari Belanda dan Inggris. Bahwa kesepakatan
yang telah dibuat oleh kolonial itu diterima secara final dan dianggap fakta historis yang tidak dapat diganggu gugat. Berdasarkan prinsip Uti Possidetis
Juris maka ketiga konvensi yang dilakukan antara Inggris dan Belanda tersebut menjadi landasan hukum dalam penetapan delimitasi dan demarkasi
antara Indonesia-Malaysia.
2
Narasi kolonial itu membentuk imaji kita
2
Hukum internasional dikenal dengan asas Uti Possidetis yang berarti wilayah negara yang merdeka dari penjajahan sama dengan wilayah yang dikuasai oleh penjajahannya
di wilayah tersebut Arifin, 2014
55
mengenai tapal batas rentan dengan elemen-elemen yang dianggap penganggu yang harus dijaga ketat, diawasi, hingga orang-orangnya pun
pantas dicurigai.
2. Masa Konfrontasi
Sejak awal hubungan antara Indonesia dengan Malaysia tidak berjalan harmonis. Keberatan Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia
yang memasukkan wilayah Sabah, Brunei, dan Sarawak berbuah konfrontasi. Pembentukan federasi ini dipandang oleh Presiden Soekarno
tidak lebih sebagai Nekolim Neo-Colonialist-Imperialist. Konfrontasi berjalan dari tahun 1962-1966 dengan slogan terkenalnya, “Ganyang
Malaysia”. Konfrontasi ini pula menyebabkan warga dari Kalimantan Utara yang tidak setuju dengan pembentukan Federasi Malaysia melakukan
mobilitas ke perbatasan Kalimantan Barat, salah satunya yang menjadi tempat tujuan mereka adalah Bengkayang.
Bengkayang tidak hanya menjadi saksi bisu dari peristiwa berdarah itu konfrontasi
3
tetapi juga sebagai tempat perekrutan PGRS Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak dan PARAKU Pasukan Rakyat Kalimantan Utara
berlangsung. Pada Mei dan Juni tahun 1964, PGRSPARAKU diberi latihan militer oleh Kodam Tanjungpura yang kemudian dibina oleh
Resimen
3
Van Der Kroef, Justus M. The Sarawak—Indonesian Border Insurgency. Modern Asian Studies,Vol 2, No 3 1968, pp. 245-265.