14
down untuk membedakan antara kekuasaan Inggris dan Belanda. Dengan mengikuti narasi kolonial, batas yang kita kenal saat ini adalah buatan
kolonial yang belum tentu semakna dengan batas yang dipahami oleh masyarakat lokal yang telah mendiami wilayah itu secara turun temurun.
Seperti yang dipaparkan oleh Eilenberg 2012, Dayak Iban di perbatasan Kapuas Hulu-Serawak memiliki ikatan primordial. Yang itu artinya batas
yang mereka pahami belum tentu sama dengan batas yang kita pahami saat ini. Atasnama itu, pengalaman melintas batas dapat dikatakan sebagai cara
mereka hidup.
2. Model Interaksi Antar Masyarakat di Perbatasan
Menurut Arifin 2014 keterkaitan perbatasan antara Kalimantan Barat-Serawak meliputi berbagai aspek mulai dari ekonomi, kultural, jalan
raya, jaringan informasi dan saat ini yang sedang berjalan adalah impor listrik dari Malaysia dengan membangun Sutet di sepanjang perbatasan di
Kalimantan Barat. Ada lima kabupaten di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Serawak yaitu, Sambas, Bengkayang, Sanggau
Kapuas, Sintang, dan Kapuas Hulu. Akan tetapi, diantara itu yang paling dekat menghubungkan antara Pontianak dan Kuching adalah Jagoi Babang
yang terletak di Kabupaten Bengkayang. Kabupaten Bengkayang sendiri memiliki dua pintu selain Kecamatan Jagoi Babang, yaitu Siding dan
Separan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Interaksi masyarakat di perbatasan Kalimantan Barat-Serawak menurut Arifin 2014 mendekati kategori Coexistent Borderland yaitu,
interaksi penduduk perbatasan dapat diposisikan pada level on atau off oleh negaranya masing-masing. Dengan kata lain, penduduk menerima interaksi
yang binasional ganda dengan terbatas. Selain itu, model interaksi mereka mendekati kategori Interdependent Borderlands, di mana interaksi saling
terkait satu dengan yang lain dan saling membutuhkan. Dengan kata lain, kedua wilayah saling melengkapi.
Kedua kategori di atas mengikuti gagasan Martinez 1994 dalam membaca dinamika di perbatasan antara USA-Meksiko yang terdiri dari
empat tipe. Selain yang sudah disebutkan di atas, terdapat dua lagi yaitu; Alienated Borderland, adalah perbatasan yang tegang dan tertutup. Interaksi
di perbatasan sama sekali tidak terjadi. Penduduk diantara dua sisi negara itu saling mengasingkan. Integrated Borderland, perbatasan yang kuat dan
permanen dan memiliki integrasi ekonomi. Interaksi yang tidak terbatas dan penduduk perbatasan mengganggap mereka adalah anggota yang sama
dengan satu sistem sosial. Berdasarkan kategori di atas, tampak model interaksi masyarakat di
perbatasan Kalimanan Barat-Serawak terkait satu dengan yang lain, terbuka dan saling menopang, misalnya Serawak sebagai kota yang lebih maju,
membuka peluang kerja yang menjadi kesempatan orang lokal di perbatasan Kalimantan Barat untuk mendapatkan pekerjaan dan menjual hasil pertanian
16
dan hutan di pasar Serawak. Mereka pun merayakan upacara adat secara bersama-sama.
Dari paparan di atas, semakin memperjelas posisi penelitian saya. Bahwa masyarakat lokal cenderung memperlakukan batas dengan cair
karena memiliki ikatan yang melampaui batas. Namun, wacana dominan cenderung membatasi pergaulan mereka. Apa yang tergambarkan oleh
wacana tersebut mengikuti narasi kolonial yang membagi batas untuk kepentingan kekuasaan dan strategi menghadapi orang-orang yang mereka
anggap sebagai penganggu alias yang melakukan migrasi Eilenberg, 2012. Warisan kolonial ini semakin dipertegas oleh sejarah Indonesia dan
Malaysia yang pernah terlibat konfrontasi pada tahun 1960-an dan sampai saat ini, pengawasan al a militer menjadi dominan di kawasan ini.
Lewat kajian pustaka ini, semakin menunjukkan bahwa mereka memiliki ikatan yang melampaui batas. Ikatan ini pula yang mewujud lewat
kondisi material meski di sisi lain mereka berhadapan dengan pandangan dominan yang cenderung membatasi pergerakan. Menyadari kondisi itu
pula, saya mengidentifikasi negosiasi yang mereka lakukan lewat praktik keseharian guru-guru di Jagoi Babang. Penelusuran negosiasi tersebut
sebagai upaya untuk menghadapi pandangan banal yang dengan mudah melabel masyarakat perbatasan dengan atribut ganda tanpa melihat lebih
dalam kondisi macam apa yang mereka hadapi sehari-hari. Berangkat dari situasi itu, penelitian ini melihat praktik keseharian
masyarakat perbatasan lewat pengalaman guru-guru di Jagoi Babang untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
mengidentifikasi negosiasi macam apa yang mereka lakukan di antara kondisi material dan wacana tapal batas. Penelitian ini mengikuti gagasan
Edwards Soja tentang ruang ketiga.
G. Kerangka Teori
Penelitian ini mengidentifikasi pengalaman guru-guru di Jagoi Babang sebagai negosiasi atas wacana tapal batas. Untuk menjelaskan persoalan di
atas, saya merujuk pada gagasan Zygmunt Bauman tentang Liquid Modernity dan Edwards Soja tentang Thirdspace.
1. Tapal Batas
Menurut Wadley 2005 batas teritorial yang dibayangkan antara komunitas lokal dengan negara tidak selalu sama. Komunitas lokal
cenderung mendefinisikan batas berdasarkan landscape fisik seperti, pepohonan, gunung, batu besar, dan sungai, sedangkan di mata negara, batas
adalah patok yang didirikan di sepanjang garis demarkasi dan biasanya diperlakukan dengan pengawasan militer 24 jam. Dengan kata lain, batas
yang dimaknai oleh masyarakat lokal cenderung lebih fleksibel sedangkan wacana politis cenderung melihat persoalan tapal batas itu sudah selesai,
persis yang digambarkan lewat kartografi. Area perbatasan diperlakukan secara kaku dan ketat. Dengan batas, orang-orang dikategorikan secara
hitam dan putih, mereka dan kita, legal dan ilegal. Pos-pos penjagaan yang dibangun semakin menegaskan area tersebut adalah border. Perbedaan
18
dalam memaknai batas ini dapat kita jelaskan dengan mengikuti gagasan dari Zygmunt Bauman 2000 yang membedakan gambaran area di era
Modern Padat Solid dan Cair Liquid. “Nowadays we are all on the move
”
kata Bauman 1998 bahwa orang-orang bebas bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain. Di tengah kondisi tersebut, Bauman 2000 membedakan antara era Modern Padat dan Cair. Gagasan tentang era Modern Cair dimulai sejak era
Modern Padat mengalami keterbatasan dalam menamai konsekuensi- konsekuensi yang dibawanya Blackshaw, 2005
. Modern Cair adalah Modern Padat yang datang dengan segala konsekuensinya. Pada era Modern
Cair, hampir keseluruhan aspek menuju proses pencairan; tidak menetap, mudah berubah-ubah, dan fleksibel tanpa terkecuali batas teritorial
Bauman, 2003. Sedangkan era Modern Padat, adalah di mana negara memiliki kekuasaan untuk membuat orang patuh, menahan diri dari
perlawanan, dan terobsesi pada size dan berat. Semakin banyak area yang dapat ditaklukan maka semakin berkuasa. Teritorial sebagai salah satu
penentu kekuasaan. Pada era ini, orang-orang tidak bebas bergerak. Ini adalah era face-to-face antara masyarakat dengan negara yang berlaku
secara top-down. Singkat kata, ini adalah era dari engagement. Era yang terobsesi pada tatanan yang fixed sehingga terobsesi untuk mengkategorikan
dan mengklasifikasikan segala sesuatu yang dianggap berserakan.
Gambaran area di era Modern Padat, itu fixed dan rigid, sebaliknya di area dari era Modern Cair, tampak fleksibel dan mobilitas adalah gejala dari