Jagoi Babang: Titik Temu Antara Area di Era Modern Padat dan Modern Cair
78
itu dijalaninya selama dua tahun sebelum akhirnya ia memutuskan untuk berhenti, dan kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Terbuka di
Kecamatan Seluas. Ia memilih menjadi guru karena merasa profesi itu memiliki jaminan masa depan. Tahun 2014, Riska diangkat sebagai guru
PNS di SDN 1 Jagoi Babang. Riska memang berasal dari Jagoi Babang, ia pun memiliki keluarga yang menetap di Serawak. Tidak hanya keluarga
besar tetapi juga keluarga inti. Ya, dia memiliki suami dan anak yang berkewargaan Malaysia. Rumah mereka pun terletak di sana Serikin.
Seperti penuturannya berikut ini;
1
Suami dan anak saya warga Malaysia. Rumah saya pun di Malaysia, jadi kalau saya berangkat ngajar, tiap-tiap hari harus
melintas batas. Dari waktu kami nikah, saya dan suami berbeda kewargaan. Sempat sulit waktu itu urus nikah beda negara di
Indonesia tapi kalau di Malaysia lebih cepat ngurusnya.
Riska sadar betul apa yang sedang dihadapinya, mengingat di satu sisi ia adalah guru di Jagoi Babang dan di sisi lain, suami dan anaknya
berkewargaan asing yang menetap di Serikin. Untuk itulah Riska melintas batas setiap hari. Ia pun berharap murid-muridnya tidak bertanya mengapa
dia harus melintas batas setiap hari, karena ia sadar sebagai guru dia punya tanggungjawab untuk menarasikan tapal batas sebagaimana yang
dinarasikan oleh wacana dominan; orang-orang yang di luar batas teritorial adalah “mereka” sedangkan rumahnya suami dan anak berada di luar batas
teritorial tersebut. Berada di posisi ini, Riska mau tak mau melintas batas sebagai konsekuensi karena menikah beda negara dan tinggal di antara dua
1
Riska.0708.2015. Wawancara. Kalimantan Barat:Guru SDN 1 Jagoi Babang
79
negara. Meski Riska merasa tidak dapat memperlakukan batas sebagaimana narasi dominan, namun bukan berarti Riska juga menjadi cair seperti
pandangan masyarakat lokal. Seperti Riska yang merasa kagum dengan kemajuan dan jaminan kesejahteraan negara suami dan anaknya namun
Riska belum berpikir untuk pindah kewargaan. Karena bisa saja sewaktu menikah dia pindah kewargaan namun itu tidak dilakukannya dan Riska
justru memutuskan untuk menjadi guru yang otomatis bertentangan dengan pengalaman kesehariannya. Bagi Riska, Serawak dan Jagoi Babang adalah
rumah. Jagoi Babang adalah rumah di mana ia dilahirkan dan kini menjadi tempat mengajar sementara Serawak adalah rumah di mana keluarga intinya
berada. Lewat wawancara dengan Riska, saya melihat ia tidak memperlakukan batas secara kaku dan di satu sisi ia juga tidak secair
masyarakat lokal karena ikatan profesi dan tanah kelahirannya, Jagoi Babang. Namun Riska justru memilih untuk melintas batas. Yang itu
artinya, dia tidak membebek begitu saja pada wacana dominan, namun tidak menerima begitu saja pandangan masyarakat lokal yang cair. Karena Riska
masih merasa menjadi bagian dari Indonesia yang disadarinya sejak ia memilih menjadi guru dan tetap mempertahankan kewargaannya.
2. Motivasi Kultural Tidak dapat disangkal bahwa orang Bedayuh di Jagoi Babang
memiliki ikatan kultural dengan Bedayuh di Serawak. Burung Enggang di rumah adat Jagoi Babang menghadap ke arah Serawak yang mengandung
80
makna mereka memiliki ikatan nenek moyang dengan Serawak. Meski berbeda negara, mereka merayakan upacara adat secara bersama-sama di
rumah adat ini. Sebagian besar keluarga Mijen berada di Serawak karena kakeknya
berasal dari sana.
2
Perjumpaan saya dengan Mijen berlangsung di SMPN 1 Jagoi Babang. Seperti masyarakat lokal yang lain, Mijen mengunjungi
keluarganya di Serawak terutama setiap Gawai upacara adat setelah panen padi. Gawai di Jagoi Babang dirayakan secara bersama-sama dengan
Serawak yang jatuh setiap tanggal 1 juni. Mereka merayakan Gawai di Bung Jagoi yang adalah sebuah bukit tempat rumah adat mereka didirikan.
Bukit ini diyakini sebagai tempat tinggal dari nenek moyang mereka. Seperti yang diakui oleh Mijen, seharusnya Jagoi bagian dari
Serawak karena batas teritorial yang dipahami oleh nenek moyang mereka adalah sungai kumba yang membatasi antara orang Bedayuh dengan Bekati.
Akan tetapi, batas yang dipahami oleh kolonial dan kini diwarisi oleh Indonesia dan Malaysia, justru di Poko Payong, salah satu bukit di Jagoi
Babang yang otomatis menandai Jagoi sebagai teritorial kolonial Belanda dan kini adalah Indonesia. Perbedaan pemaknaan ini muncul di masayarkat
yang menganggap mereka dengan orang Serawak tidak ada bedanya. Mijen sadar betul bahwa mereka memiliki ikatan kultural dengan
masyarakat Serawak namun bukan berarti dia serta merta merasa menjadi bagian dari warga Malaysia.
Bahkan berpindah kewargaan belum
2
Mijen. 11082015. Wawancara. Kalimantan Barat: Guru SMPN 1 Jagoi Babang
81
terpikirkan. Ia mengakui menjadi warga Indonesia lebih untung karena boleh punya tanah, sedangkan di Serawak tanah adalah milik negara
sehingga untuk mendirikan rumah atau usaha, status kita adalah penyewa. Di sana orang serba kredit bahkan untuk keperluan rumah tangga sekalipun.
Aturan ini terutama untuk para pekerja kerajaan. Dengan kata lain, mereka tidak diperkenankan untuk membayar tunai dan persoalan pajak, di sana
mereka dikenai pajak lebih bervariasi. Selain itu, ia pun terlibat dengan komunitas perbatasan dari tahun 2007-2010
3
yang melawan dominasi saluran radio dari Serawak, dengan mendirikan saluran radio perbatasan.
Mijen pun ikut merintis sekolah yang kini dikenal dengan SMP N 1 Jagoi Babang. Ia merasa prihatin terhadap nasib anak-anak Jagoi yang tamat
SD harus bersekolah ke Seluas dengan jarak yang cukup jauh dan transportasi pada masa itu belum selancar sekarang. Belum lagi banyak
anak-anak dari Jagoi yang tidak lolos saat mendaftar karena kebanjiran murid-murid di Seluas. Merasa prihatin atas kondisi itu, ia bersama rekan-
rekannya mulai merintis sekolah sejak tahun 2001 untuk menampung anak- anak yang tidak lolos tersebut. Awalnya mereka menumpang di gedung SD
selama dua tahun sampai akhirnya punya gedung sendiri. Lewat keikutsertaannya dalam komunitas perbatasan dan ikut
merintis SMPN 1 Jagoi Babang, menunjukkan Mijen memperlakukan batas tidak secair masyarakat lokal yang punya ikatan kultural dan tidak pula
3
Komunitas perbatasan yang bergerak dalam bidang komunikasi dan informasi yakni, radio. Pendirian Radio tersebut sebagai respon terhadap radio-radio dari Sarawak yang
mendominasi di perbatasan. Namun saat ini komunitas tersebut sedang mati suri karena ada kendala teknis.