Terbentuknya Desa Juhar Desa Juhar: Perkembangan dan Peranannya Sebagai Ibu kota Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo tahun 1945-1970.”Perkembangan dan Peranannya Sebagai Ibu kota Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo tahun 1945-1970.

57 BAB III PERKEMBANGAN DESA JUHAR

3.1. Terbentuknya Desa Juhar

Latar belakang berdirinya desa Juhar di awali dari perpindahan kelompok klan merga Tarigan yang berasal dari desa Lingga. Tujuan kepindahan ini adalah untuk mencari tempat tinggal dan lahan baru. Awal kedatangan merga Tarigan secara bergelombang, gelombang pertama di awali hanya beberapa anggota keluarga saja. Kemudian beberapa tahun berikutnya di ikuti oleh kedatangan beberapa keluarga lainnya. Daerah yang di temukan oleh marga Tarigan tersebut sangat subur dan berada di kaki bukit-bukit yang memiliki hutan dan aliran sungai yang cukup mengairi seluruh daerah tersebut. kelompok marga Tarigan yang datang pertama kali ke daerah tersebut kemudian mulai merambah hutan dan membangun tempat tinggal yang berada tepat di tengah-tengah dataran rendah tersebut. Setelah itu jalan-jalan setapak kemudian di buka kesegala arah untuk memudahkan perjalanan sambil mencari lahan yang cocok untuk pertanian. Daerah tersebut pertama kali di huni oleh marga Tarigan, akan tetapi belum ada sebutan untuk menamai tempat yang baru tersebut. Karena masih jarang penduduknya dan belum di kelola. Akan tetapi setelah daerah ini di diami, secara tidak langsung daerah tersebut kemudian terhubung kedaerah-daerah lain bahkan sebagai daerah lintasan yang menghubungkan daerah yang satu kedaerah yang lainnya. 15 15 Winangun. Y. W, Wartaya, Masyarakat Bebas Struktur, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 1990, hlm 42. Universitas Sumatera Utara 58 Seperti daerah-daerah lainnya, daerah yang di kelola merga Tarigan tersebut mempunyai kekayaan alam yang jarang ditemukan di daerah lain, termasuk daerah- daerah sekitarnya yaitu hutannya yang lebat. Hutan tersebut rata-rata di tumbuhi oleh pohon yang sangat besar. Karena besarnya masyarakat dahulu menamai pohon tersebut dengan nama Pohon Juhar. Di sebut sebagai Pohon Juhar karena ciri fisik pohon tersebut sangat besar, lebat dan batangnya tegak lurus serta tidak memiliki buah. Pada saat merambah hutan, masyarakat memanfaatkan Pohon Juhar sebagai tempat berteduh dan jika di gunakan, batang Pohon Juhar dapat di jadikan sebagai papan yang memiliki kualitas yang tahan lama. Ketika merambah hutan semakin kedalam, merga Tarigan menemukan sebatang Pohon Juhar yang sangat rimbun serta batang pohon tersebut lebih besar dibandingkan dengan pohon Juhar yang lainnya, dengan demikian posisi ditemukannya pohon tersebut diyakini merupakan pusat dari dataran rendah yang akan mereka huni. Merga Tarigan yang mulai membangun pemukiman, kemudian mendirikan tempat tinggal di sekitar serta mengahadap pohon tersebut, dengan tujuan supaya lebih mudah untuk menemukan jalan ketika bepergian dalam merambah hutan. 16 Setelah daerah tersebut sudah mulai terbuka, maka kelompok merga Tarigan yang bermukim di daerah tersebut secara perlahan mulai melakukan interaksi dengan daerah lain, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang di perlukan. Pada masa itu masyarakat masih menggunakan sistem barter yang berupa hasil-hasil kekayaan alam antar kelompok masyarakat. Lama kelamaan keadaan tersebut semakin sering di lakukan. Dan tempat persinggahan serta pertemuan beberapa klompok masyarakat, selalu berada di bawah 16 Ibid, hlm 20. Universitas Sumatera Utara 59 pohon Juhar yang besar tersebut. Orang-orang yang melintas kedaerah lain dan selalu berteduh di bawah pohon Juhar tersebut, sehingga lama-kelamaan istilah Juhar sering digunakan orang untuk mengatakan daerah yang didiami oleh merga Tarigan tersebut. Gelombang kedatangan kelompok merga Tarigan juga banyak datang dari daerah lainnya untuk bermukim di daerah Juhar, sehingga keadaan masyarakat di sekitar pohon tersebut semakin bertambah banyak dan berkembang sehingga terbentuklah sebuah desa. Meski masih tergolong sepi, desa tersebut sudah mulai di kenal orang dari daerah lainnya. Baik melalui interaksi sosial maupun dari cerita orang-orang yang pernah melewati daerah tersebut. Pada saat merga Tarigan mulai menetap di daerah itu, secara arsitektural mereka membagun rumah komunal untuk ditempati bersama sesuai adat dan tradisi merga Karo yang telah lama mereka warisi dari daerah asal dan nenek moyang mereka. Dalam tradisi masyarakat Karo, rumah komunal yang akan di diami disebut dengan rumah Siwaluh Jabu. Kemudian dengan melakukan sebuah ritual adat maka diperlukan adanya peranan “dukun” yang dipercayakan untuk mencari “Tapak” lokasi membangun sebuah rumah. Ritual ini dilakukan untuk menentukan letak rumah-rumah yang akan di tempati supaya memberikan kenyamanan bagi yang menempati. Disamping itu, secara tidak langsung menentukan bentuk tata ruang desa untuk kedepannya. Setelah dukun yang dipercaya tersebut menentukan lokasi yang akan dibangun, kemudian seorang anak gadis dari keluarga orang yang dianggap berpengaruh pada saat itu bagi klan merg Tarigan di pilih oleh dukun. setelah sang gadis dipilih, sang dukun memberi tugas kepada anak gadis tersebut untuk memilih sebatang pohon juhar yang ada untuk ditebang, hal ini dilakukan karena pada saat itu dukun akan mendengarkan serta melihat suara serta cara-cara Universitas Sumatera Utara 60 tumbangnya pohon tersebut. Tujuannya adalah agar penghuni alam semesta memberikan restu melalui pohon tersebut untuk membawa berkah bagi rumah siwaluh jabu yang akan didirikan melalui pohon juhar yang telah dipilih. Setelah keluarga-keluarga yang akan menjadi penghuni rumah siwaluh jabu melakukan pembicaraan, maka ditentukanlah hari yang tepat untuk melanjutkan penebangan kayu sesuai dengan petunjuk sang dukun. Dalam bahasa tradisional Karo pembicaraan ini disebut dengan istilah Ngempak dan untuk mencari kayu disebut dengan istilah Ngerintak kayu. Dengan membagikan sirih sebagai bentuk undangan terhadap penduduk yang ikut membantu, kemudian masyarakat bergotong-royong mengangkat kayu yang telah di potong untuk diangkut sampe kepada lokasi yang telah di tentukan sebelumnya. Setelah itu para calon penghuni rumah melakukan acara makan bersama dengan penduduk kampung di lokasi tersebut. Selain itu merga Tarigan yang ingin menempati siwaluh jabu tersebut, kemudian melakukan Pebelit-beliten 17 dengan ahli pemahat kayu dan juga ahli bangunan dengan menghadirkan sangkep si telu dari pihak keluarga merga Tarigan. Setelah perjanjian diadakan maka rumah siwaluh Jabu mulai dibangun. Dukun yang di percaya tersebut kemudian mulai memahat sebuah kayu yang dipilih untuk dilubangi. Selanjutnya, di lakukan oleh semua anggota keluarga, setelah semua itu kemudian para ahli tukang membangun rumah siwaluh jabu sesuai dengan yang disepakati bersama. Setelah berdirinya rumah siwaluh jabu yang pertama, desa Juhar tersebut kemudian semakin ramai ditempati oleh masyarakat dengan membangun rumah si waluh 17 Pebeli-beliten adalah kesepakatan yang di capai antara calon penghuni rumah dengan pihak Tukang yang akan mendirikan rumah siwaluh jabu. Universitas Sumatera Utara 61 jabu yang mengikuti arah siwaluh jabu yang pertama. Dari penjelasan para penetua merga Tarigan, rumah siwaluh jabu pertama tersebut berdiri pada tahun 1870 ketika desa Juhar sudah mulai ramai penduduknya. Akan tetapi, desa Juhar terbentuk tidak terlepas dari kedatangan merga-merga lain selain dari merga Tarigan. Klan merga yang ikut membangun desa Juhar diantaranya adalah merga Peranginangin, yang datang pada tahun 1800-an, kemudian di susul oleh merga Ginting yang datang dalam kurun waktu yang hampir bersamaan dengan merga Peranginangin. Kelompok merga tersebut sebenarnya sudah ada ketika desa Juhar mulai di tempati, merga Tarigan sebagai pemuka kampung membawa anak berunya yang bermerga Ginting dan Peranginangin. Dari perkembangannya maka dapat diuraikan berdasarkan merga yang datang kemudian membangun klan merganya berdasarkan kelompok dari merga-merga yang ada di daerah desa Juhar. Karena semain ramai dan berkembangnya masyarakat di desa Juhar, dari masing- masing klen merga melakukan sebuah kesepakatan dengan membagi-bagi tanah yang ada di desa Juhar. Sehingga para generasi yang datang berikutnya, ketika hendak mencari daerah bermukim, tinggal membangun rumahnya di lokasi tanah yang telah di sepakati berdasarkan klen merga tersebut. Hal ini lah yang menjadi keunikan tersendiri bagi desa Juhar karena mayoritas penduduknya hanya terdiri dari klan merga Tarigan, Ginting dan Peranginangin. Setiap merga tersebut memiliki lingkungan adat yaitu berupa pemukiman bersama. Sehingga bagi para pendatang yang akan bertempat tinggal di desa Juhar hanya mengikuti klan merga masing-masing dan menetap dilingkungan bersama. Bagi merga Universitas Sumatera Utara 62 Tarigan, Peranginangin dan Ginting yang ada di desa Juhar, menetapkan masing-masing