100 sebagai mata pencaharian tambahan. Selain dari pada itu ada juga pekerjaan untuk
menambah sumber mata pencaharian, yaitu dengan cara mengontrakkan rumah bagi para pendatang di desa Juhar sebagai tempat tinggal.
Dengan terwajudnya pasar di desa Juhar sudah barang tentu memperlancar arus trransportasi dari desa-desa yang masuk dalam kecamatan Juhar. Dengan demikian
proses perubahan yang pada mulanya kelihatan besifat homogen berubah menjadi bersifat Heterogen. Hubungan antar masyarakat yang terjadi menjadikan kebutuhan masyarakat
Desa Juhar dengan desa lainnya saling melengkapi bukan hanya dalam keperluan administrasi akan tetapi dalam banyak bidang seperti yang telah diuraikan diatas.
4.3. Bidang Sosial dan Ekonomi
Sejak manusia dilahirkan di dunia ini secara sadar maupun tidak sesungguhnya manusia telah belajar dan berkenalan dengan hubungan-hubungan sosial, yaitu hubungan
antar manusia dalam masyarkat. Hubungan-hubungan sosial yang diwujudkan dengan pergaulan antar sesama itu kian bertambah luas seiring dengan bertambahnya umur
pengetahuannya. Kemudian pergaulan meluas kearah tetangga sekitar yang senantiasa didorong oleh rasa ingin tahu dengan mempertanyakan apa makna hidup bermasyarakat
itu. Dalam proses pengenalan terhadap kehidupan bermasyarakat tersebut mencakup berbagai latar belakangnya budaya, nilai, norma dan tanggung jawab manusia, sehingga
dapat tercipta corak kehidupan masyarkat yang berbeda-beda dengan masalah yang berbeda pula
38
.
38
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, UI Press, 1981, hlm 142.
Universitas Sumatera Utara
101 Pemikiran dan penilaian tersebut kemudian berkembang menjadi filasfat tentang
masyarakat, tempat manusia siap untuk berupaya mewujudkan cita-cita atau harapan- harapannya dalam rangka memenuhi segala kebutuhan dalam hidup bermasyarakat
tersebut. Setiap ada keinginan yang hendak dicapai, maka dalam upaya mempermudah dan mempercepatnya senantiasa memerlukan hubungan dengan orang lain untuk
mendapatkan sekedar atau sebanyak-banyaknya bantuan. Kecendrungan ini secara serempak dapat melahirkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang diharapkan dapat
mengatur tingkah laku manusia dalam setiap upaya dalam memenuhi berbagai kebutuhan tadi, sehingga dapat tercipta keseimbangan hak dan kewajban dalam hidupnya.
Dalam pembentukan masyarakat, terdapat dua aspek dasar mengenai keterlibatan individu dalam kehidupan masyarakat. Pada satu sisi, ia dibentuk oleh adat istiadat yang
berlaku dalam lingkungan sosialnya, tumbuh melalui saluran kebebasan yang ada, sementara di sisi lain sekaligus ikut serta dalam membentuk kebudayaan masa sekarang,
disamping menentukan pula masa depannya sendiri atas jalinan kerjasamanya dalam masyarkat yang bersangkutan. Dalam proses kehidupan masyarakat tersebut, individu
selalu belajar secara terus-menerus tentang makna dan tujuan hubungan antar sesamanya. Penggolongan masyarakat dengan yang statis dan dinamis seperti banyak orang
melakukannya, sesungguhnya tidaklah tepat. Penyebabnya karena dimana-mana terdapat perubahan, hanya ada yang cepat dan yang lambat. Biasanya dibeda-bedakan antara
perubahan kebudayaan. Perubahan sosial menyangkut perubahan proses-proses sosial atau mengenai susunan masyarakat
39
.
39
Prinst, D dan D, Sejarah dan Kebudayaan Karo, Jakarta, CV Irama, 1985, hlm 27.
Universitas Sumatera Utara
102 Sedangkan perubahan kebudayaan lebih luas dan mencakup segala segai
kebudayaan seperti kepercayaan. Pengetahuan, bahasa, teknologi dan lain-lain. Penyebab perubahan sosial itu sudah lama menjadi bahan pembahan, dan sebagaimana halnya
dengan permasalahan lainnya dalam masyarkat, perubahan sosial juga merupakan proses yang kompleks serta menyangkut interaksi berbagai faktor yang bersangkutan.
Perubahan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat adalah semakin menipisnya perbedaan antara desa dan kota. Hal ini terutama disebabkan oleh semakin
menyebar dan meluasnya transportasi dan komunikasi modern atau ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya. Isolasi fisik dan sosial kultur yang dulu menciptakan kondisi bagi
kuatnya akar tradisionalisme dalam kehidupan masyarakat desa, kini semakin berkurang atau bahkan hilang. Desa semakin terbuka terhadap terhadap pengaruh-pengaruh itu
mencakup berbagai aspek, khususnya aspek sosial, budaya dan ekonomi. Berbagai bentuk media massa telah menjadi wahana yang sangat efektif dalam
menyebarkan kebudayaan modern secara luas dan mendalam. Dimensi-dimensi hubungan sosial dan gaya hidup modern sesuai kemampuan dan akses yang dimiliki.
Pengaruh aspek ekonomis pada masyarakat sangatlah kuat. Dengan semakin besarnya peranan system kapitalisme modern yang ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
yang menjadi inti dari proses globalisasi, aspek ekonomi telah menjadi kekuatan yang sangat besar pengaruhnya dalam proses perubahan yang terjadi di desa-desa. Proses
komersialisasi, khususnya dalam hal komersialisasi pertanian, semakin melembaga di kalangan
masyarakat desa.
Namun hal ini bukan berarti bahwa dengan demikian masyarakat petani yang menyikapi pertanian sebagai sumber kehidupan semuanya berubah menjadi usaha tani
Universitas Sumatera Utara
103 yang mengorientasikan usaha taninya untuk mengejar keuntungan. Petani yang memiliki
lahan pertanian yang luas serta cadangan modal yang kuat dapat mengadopsi modernisasi dan komersialisasi pertanian. Namun bagi petani yang hanya memiliki lahan pertanian
yang sempit atau bahkan tidak memilikinya justru mengalami kemerosotan hidup. Sebab, komersialisasi dan modernisasi pertanian menyebabkan retaknya tradisi lama beserta
kerukunan-kerukunan yang terletak pada tradisi itu. Akibatnya, komersialisasi dan modernisasi sering menjadi penyebab terjadinya kesenjangan atau polarisasi sosial-
ekonomi diantara sesama warga petani. Perubahan-perubahan itu juga telah menciptakan terjadinya diferensiasi di
kalangan masyarkat desa. Dengan semakin menyempitnya lahan pertanian, semakin masuknya sistem ekonomi uang, semakin meluasnya jaringan transportasi serta
komunikasi, dan semakin intensifnya kontak dengan desa-desa, maka telah mengakibatkan terjadinya difrensiasi dalam struktur mata pencaharian masyarakat desa.
Mereka tidak lagi sangat bergantung pada pertanian. Sektor-sektor diluar pertanian seperti perdagangan, industri kecil atau kerajinan, dan lainnya menjadi semakin
berkembang. Sudah dapat dipastikan bahwa masuknya nilai-nilai dari luar pasti akan
mempengaruhi masyarakat desa Juhar, salah satu proses perubahan yang terlihat adalah rasa solidariatas antara sesama penduduk desa. Walaupun melemahnya rasa solidaritas di
kalangan penduduk desa, tetapi bukan berarti seluruhnya meluntur, melainkan hanya pada aspek-aspek tertentu saja. Salah satu aspek rasa solidaritas yang menurun dan
bahkan hampir-hampir telah hilang adalah tradisi Aron
40
. Adapun yang dimaksudkan dengan Aron adalah tradisi masyarakat desa yang
40
Putro, Brahmono, Karo dari Jaman ke Jaman, Medan, Ulih Saber, 1999, hlm 75.
Universitas Sumatera Utara
104 berrinisiatif membentuk kelompok kerja yang melaksanakan tugasnya secara bergotong-
royong tanpa mengharapakan imbalan pada tiap-tiap pekerjaan yang mereka laksanakan di ladang masing-masing pada setiap anggota yang ada di dalam kelompok tersebut
hampir sama halnya dengan sistem Subak di pulau Bali. Misalnya apabila tiba musim menanam padi, kelompok tersebut akan bekerja secara bergotong royong mengerjakan
pekerjaan pada ladang setiap anggota sampai selesai, demikian juga kelak jika musim panen
tiba. Kelunturan-kelunturan nila-nilai aron ini disebabkan oleh masing-masing petani
menganggap kurang efesien dan produktif jika diterapkan dalam sistem pertanian sekarang, sebab jenis-jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman Hortikultura seperti
bunga dan sayur-sayuran yang perlu pengawasan dan perawatan yang insentif, sehingga para petani menganggap lebih efesien dan produktif untuk menyewa tenaga kerja bagi
kebutuhan tersebut, sehingga hal inilah yang mengakibatkan cara-cara kerja gotong royong yang disebut Aron yang biasanya memiliki rasa solidaritas yang tebal sesama
anggota masyarakat semakin jarang diterapkan di desa Juhar. Walaupun dalam satu aspek rasa solidaritas mulai menurun, tetapi rasa
solidariatas soisal masyarakat dalam aspek adat istiadat masih sangat tebal. Karena massyarakat menyadari bahwa adat istiadat yang mereka miliki adalah merupakan suatu
identitas yang membedakannya dengan suku yang lain atau kebudayaan yang lain, sebab kebudayaan adalah keseluruhan dari gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan cara belajar. Karena adat istiadat tersebut masih sangat tebal, walaupun nilai-nilai dari luar telah
masuk ke desa ini, namun rasa solidaritasnya semakin tebal untuk menjaga adat istiadat
Universitas Sumatera Utara
105 agar jangan meluntur
41
. Dalam melaksanakan adat istiadat pesta perkawinan dan kematian misalnya, rasa
solidaritas tersebut sangat kental, adanya rasa kebersamaan untuk menyelesaikan pesta tersebut adalah karena partisipasi masing-masing pihak untuk menyelesaikan tugas yang
secara sadar telah mereka ketahui sesuai dengan kedudukan yang diembannya dalam pesta tersebut, apakah itu Kalimbubu, Anak Beru dan Sembuyak. Berdasarkan fungsi
kedudukan ini kemudian dengan kesadaran mereka menyelesaikan segala urusan maupun tugas yang harus diselesaikannya tanpa harus diperintah oleh orang lain dalam pesta adat
tersebut sampai
selesai. Rasa solidaritasnya lainnya yang terus-menerus diterapkan adalah membersihkan
desa secara bergotong-royong yang disadari sepenuhnya dengan cara tanggung jawab bersama tanpa perlu disuruh dan diawasi oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini tetap
dilakukan apabila dianggap untuk kepentingan bersama dan atas kerelaan dan kesadaraan mereka tanpa mengharapkan imbalan berapapun kuatnya pengaruh luar, misalnya
dibidang pertanian mengenai cara-cara penanaman yang lebih efesien, pengguna pupuk dan sebagainya, akan tetapi masyarakat desa tetap mempertahankan tradisinya.
Adanya pengaruh-pengaruh yang datang dari luar membawa unsur-unsur yang berbau kekotaan sangat mempengaruhi pemikiran masyarakat, namun sebahagian dari
nilai-nilai tradisi lama tetap dipertahankan dengan ketat, sehingga faktor-faktor yang membuat berkurangnya rasa solidaritas tersebut pada akhirnya bukan hanya bersifat
negatif, melainkan dapat merubah keadaan kearah yang lebih positif. Sebagaimana halnya dengan desa lain tanah karo, masyarakat desa Tongkoh juga
sangat mementingkan dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dengan cara
41
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta, Gramedia 1985, hlm 50.
Universitas Sumatera Utara
106 membentuk suatu lembaga sosial desa. Kelompok ini bertujuhan dan berdasarkan atas
solidaritas sesama masyarakat desa Juhar yang merupakan suatu bentuk perkumpulan- perkumpulan marga. Adapun tujuan dari perkumpulan ini adalah untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mengalami kesulitan. Setiap anggota harus bersifat sosial dalam memberikan suatu bantuan terhadap
orang-orang yang sedang menghadapi kesulitan dalam hidupnya secara sukarela dan penuh dengan rasa solidaritas, dengan cara mengumpulkan biaya untuk menanggulangi
beban yang dihadapi setiap anggota secara musyawarah diantara para anggota masyarakat.
Masyarakat desa Juhar sebelum adanya pengaruh-pengaruh dari luar jika ditinjau dari segi etnis secara homogen adalah masyarkat Karo. Dengan demikian salah satu
faktor yang turut membentuk sikap mental dalam hidup bermasyarakat mereka adalah budaya Karo, yang lazim disebut “merga silima, tutur siwaluh”. Warisan sosial budaya
ini kemudian diwarisakan dari satu generasi, selanjutnya secara berkesinambungan melalui cara hidup bermasyarakat, masing-masing tiap generasi mempelajarinya serta
mengajarkannya pula kepada generasi berikutnya. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa seluruh kehidupan masyarakat di desa
Juhar ada berdasarkan perasaan yang terkandung dalam jiwanya warganya, rasa solidaritas yang berubah dari bentuk tanpa pamrih, jelas masih kelihatan, sehingga
berlangsungnya keharmonisan diantara sesama penduduk adalah berkat adanya kesadaran yang dipelihara oleh masyarakatnya secara bersama-sama.
Walaupun telah terjadi perubahan pada masyarakat di desa ini, namun perubahan ini tidak dapat dipisahkan dari kesuksesan-kesuksesan yang diperoleh masyarakat untuk
Universitas Sumatera Utara
107 meningkatkan pendapatannya dari usaha-usaha yang dilakukannya cendrung bersifat
konsumerisme untuk memiliki benda-benda yang sifatnya sekunder, seperti keinginan untuk memiliki TV, radio-tape, mobil, sepeda motor dan lain-lain. Dengan demikian
kehidupan penduduk desa ini setelah adanya pengaruh dari luar bukan lagi diukur keberhasilannya seperti sebelum adanya perubahan, melainkan ukuran kesuksesan telah
berubah berdasarkan kepemilikan –kepemilikan yang bersifat konsumerime yaitu memiliki benda-benda yang sifatnya sekunder.
4.4. Kontribusi terhadap Kabupaten Karo