11
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
` Sejarah merupakan rentetan peristiwa yang mempunyai kaitan dengan kejadian-
kejadian dalam bentuk periode tertentu, karena manusialah yang bersejarah dan manusia pulalah yang mengkajinya
1
. Pada hakikatnya, untuk mencapai taraf kesempurnaannya manusia hidup dari dan dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, manusia mempunyai rasa
solidaritas yang sangat tebal terhadap masyarakatnya. Disamping itu, setiap individu yang menjadi suatu anggota masyarakatnya harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan
yang berkenaan dengan hak dan kewajibannya.
2
Dalam hal ini dapat diamati bagaimana seorang memberikan pandangannya atas perkembangan umat manusia dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam
mengamati proses perkembangan itu, tentunya salah satu yang turut memegang peranan cukup penting adalah dunia pengetahuan yang dalam zaman ke zaman selalu mengalami
perkembangan. Dunia pengetahuan adalah salah satu dari aspek yang turut mempengaruhi umat manusia dari generasi ke generasi.
Wadah dari pengetahuan yang digunakan oleh umat manusia juga mempengerahui perkembangan desa-desa yang ada. Perkembangan desa-desa ini menjadi
rantai sejarah bagi masa lalu, akar bagi hidup dimasa sekarang dan membimbing untuk melangkah ke masa depan. Dalam pembahasan mengenai masalah pedesaan masa
lampau, terdapat beberapa asumsi yang kini masih dipersoalkan, dan ada pula yang tidak
1
Wiratmo Sukito, Renungan Tentang Sejarah, Jakarta: 1955, hlm 48.
2
Karto Hadikoesoemo Sutardjo, Desa, Jogjakarta, Sumur Bandung, 1965, hlm 3.
Universitas Sumatera Utara
12 valid. Asumsi pertama ialah yang menerima bahwa setiap karakteristik yang dijumpai
pada sesuatu desa adalah hal umum pada desa-desa di semua waktu dan tempat. Asumsi kedua ialah bahwa apa yang benar mengenai pedesaan dalam suatu kebudayaan adalah
benar untuk pedesaan dalam kebudayaan lain. Bukanlah pembawaan seorang manusia untuk hidup menyendiri perseorangan
atau bertempat tinggal hanya dengan istri dan anak ataupun hidup mengembara saja. Kehidupan kelompok masyarakat yang di zaman berburu masih nomaden, secara
perlahan mengalami perubahan dan mulai menetap serta bertempat tinggal dalam jangka yang sangat lama. Mereka kemudian berkumpul, kemudian membangun daerah yang
mereka tempati menciptakan kebiasaan hingga melahirkan budaya. Akan tetapi, awalnya kelompok tersebut akan membangun sebuah kelompok bertani alasannya adalah agar
dapat menyeimbangkan persediaan makanan demi kelangsungan hidupnya. Alasan-alasan untuk membangun masyarakat ada tiga tahapan yang harus
dibenahi terlebih dahulu yaitu: yang pertama adalah untuk bertahan hidup, yaitu mencari makanan, membuat pakaian, dan perumahan, yang kedua adalah, untuk mempertahankan
hidupnya terhadap ancaman dari luar dan ketiga adalah, untuk mencapai kemajuan dalam hidupnya. Bersama-sama mereka membuka hutan belukar dan masing-masing atau
bersama-sama mengolah tanah yang telah kosong untuk ditanami tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan bahan-bahan makanan. Semakin baik keadaan tanah pertanian yang
dibuka itu semakin banyak orang yang menggabungkan diri untuk turut bertempat tinggal serta menetap ditempat tersebut. Dan semakin ringanlah orang dapat menjalankan kerja-
kerjanya untuk mempertahankan diri terhadap bahaya alam yang menimpa atau serangan binatang buas dari hutan belukar. Demikianlah dapat dimengerti, bahwa didaerah-daerah
Universitas Sumatera Utara
13 yang subur tanahnya kemudian terdapat masyarakat-masyrakat yang besar dan tergabung
dalam ikatan desa yang kuat dan banyak penduduknya. Perkataan “Desa”, berasal dari bahasa sansekerta yang artinya tanah-air, tanah
asal, ataupun tanah kelahiran. Perkataan desa umumnya di pakai di daerah Jawa, Madura, dan Bali. Sedangkan Dusun dipakai di daerah Sumatera Selatan; di Maluku orang
mengenal dengan istilah dusundati. Daerah Batak, dusun dipakai buat nama pedukuhan. Di Aceh orang memakai nama “gampong” dan “meunasah” buat daerah-hukum yang
paling bawah. Di Batak daerah Hukum setingkat dengan Desa diberi dengan nama Kuta atau Huta. Pedukuhannya dinamakan dusun sosor dan pagaran.
3
Menurut undang-undang no 5 tahun 1979 tentang pemerintah daerah desa adalah: suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan kesatuan negara
Republik Indonesia. Kata Karo berasal dari Haro atau Haru yang merupakan bahasa Karo tua yang
sampai sekarang masih hidup dalam bahasa Karo dan bahasa Pakpak, yang artinya “khawatir” atau merasa sangsi dan ketakutan. Orang Karo termasuk Bangsa Proto
Melayu Melayu Tua yang mendiami dataran rendah pantai timur Sumatera Utara merasa khawatir dan ketakutan terhadap imigran-imigran Deutro Melayu Melayu Muda
sebagian diantaranya melarikan diri ke pedalaman yaitu daerah Bukit Barisan sekarang dan daerah orang karo berada di dataran tanah tinggi karo. Bangsa Melayu Tua itu
merasa “Haru” atau “aru”, takut dan khawatir akan terjadinya peperangan dan pembunuhan, sehingga mereka melarikan diri kepedalaman dan menyendiri di daerah
3
Karto Hadikoesoemo Sutarjo, op.cit, hlm 35
Universitas Sumatera Utara
14 pegunungan dan mulai menetap serta membangun kelompoknya. Dalam perkembangan
berikutnya jumlah masyarakat semakin bertambah dalam membentuk anggota-anggota masyarakat, lambat laun maka individu-individu harus diatur kehidupan sosial budayanya
berdasarkan kaidah adat. Dengan demikian terciptalah adat istiadat yang mengatur dan berlaku serta rasa solidaritas yang didukung kerja sama yang kuat dalam kelompok
tersebut.
4
Dataran tinggi karo mencakup seluruh wilayah kabupaten karo yang pusat administratifnya berada di daerah Kabanjahe. Wilayah dataran Tinggi tanah karo ini
menjorok kesaelatan hingga masuk kedaerah Kabupaten Dairi khususnya daerah Kecamatan Tanah Pinem dan Tiga Lingga, serta kearah timur masuk kebagian wilayah
Kecamatan Si Lima Kuta yang terletak di daerah Kabupaten Simalungun. Masyarkat karo menyebut wilayah pemukiman ini dengan nama Karo Gunung. Dataran rendah Tanah
Karo yang mencakup wilayah-wilayah Kecamatan dari wilayah Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang yang terletak pada bagian ujung selatan secara geografis namun
tertinggi secara topografi. Wilayah ini dimulsi dari plato Tanah Karo yang membentang kebawah hingga mencapai sekitar kampung-kampung Bahorok, Namo Ukur, Pancur
Batu, dan Namo Rambe yang ada di sebelah utara, serta Bangun Purba, Tiga Juhar dan Gunung Meriah disebelah timur. Masyarakat Karo menyebut daerah ini dengan Karo
Jahe Karo Hilir. Masyarakat Karo sendiri bermukim di Wilayah sebelah barat Danau Toba yang memiliki luas wilayah sekitar 5.000 kilo meter persegi yang secara astronomis
terletak sekitar antara 3 330º lintang utara serta 9830º bujur timur.
4
Brahmo Putro, Karo dari Jaman ke Jaman, Jilid I, Medan, Yayasan Masa, 1981, hlm 53.
Universitas Sumatera Utara
15 Banyak sekali kebudayaan suku batak karo yang sangat unik. Diantaranya tradisi
Merdang Merdem atau Kerja Tahun adalah sebuah perayaan suku Karo di Kabupaten
Karo. Konon merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut
merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari
hama dan menghasilkan panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga
dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Setiap acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara kesenian karo seperti
tari dan musik karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte
merayakan merdang merdem pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang biasanya jatuh di bulan juli. Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya
sehingga lama perayaannya sampai Tujuh hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda. Desa juhar terletak di daerah kabupaten Karo yang terbentuk secara
tradisonal oleh manusia yang menetap di daerah tersebut. Desa Juhar termasuk daerah yang bentuk dan keadaan alamnya sebagian berbukit-
bukit dengan dataran rendah yang tidak begitu lurus, di beberapa tempat terdapat jurang yang cukup sempit memiliki ketinggian sekitar 710-800 m dari permukaan laut beriklim
tropis dengan suhu udara maksimum 30º derajat Celcius serta suhu minimum 18º derajat Celcius sehingga keadaan udara cukup dingin. Dengan letaknya yang berada di daerah
pegunungan, maka daerah ini memiliki curah hujan yang cukup banyak dengan luas
Universitas Sumatera Utara
16 seluruh wilayahnya 21.856 Km persegi. Seperti daerah lainnya desa Juhar mempunyai
sejarah tersendiri. Adapun yang pertama mendiami daerah ini adalah orang Karo yaitu dari klen merga Tarigan. Akan tetapi asal kata “Juhar” yang di gunakan orang untuk
menyebut daerah tersebut berasal dari nama pohon yang tumbuh di tengah-tengah desa.
5
Pohon juhar tersebut sangat rindang sehingga menjadi tempat persinggahan bagi orang-orang yang melintas maupun yang telah menetap di wilayah tersebut. secara tidak
langsung dalam interaksi masyarakatnya yang masih sedikit, tetapi kekerabatan yang dimiliki cukup kental dan saling mengenal satu sama lain. Setiap orang yang hendak
bepergian maupun menuju dari wilayah tersebut, mereka selalu menyebutkan kata juhar sebagai pengenal wilayah tersebut. karena sering disebutkan, sehingga daerah itu
dinamakan menjadi Desa juhar oleh penduduk setempat hingga saat ini. Dalam perkembangannya daerah tersebut mulai ramai dan menjadi sebuah desa yang
mempunyai sistem pemerintahan sendiri. Sistem pemerintahan yang dimaksud adalah suatu kesatuan keluarga-keluarga
yang berasal dari satu klan disebut kesain. Pemerintahan di kenal dengan sistem urung atau raja “kuta”.
Adapun raja kuta yang pertama adalah Narum Tarigan yang merupakan klen merga pendiri desa juhar. Klan merga Tarigan yang mendirikan desa Juhar berasal
dari desa Lingga, dimana awal dari kedatangan mereka kedaerah Juhar adalah untuk mencari lahan Pertanian. Kemudian mereka merambah Hutan lebat karena lahannya
dianggap subur, kemudian klompok tersebut mulai menetap di daerah Juhar. Suatu kelompok kekerabatan yang besar dalam masyarakat karo adalah merga. Pada orang
karo, merga merupakan nama kolektif tanpa menghiraukan adanya satu nenek moyang.
5
Hasil Wawancara dengan Terabe Beru Sebayang tgl 15 Januari 2011 pukul 15.00 Wib
Universitas Sumatera Utara
17 Selain kefasihan dalam berbahasa Karo, ciri identitas terpenting seorang Karo
dapat diketahui dari nama marga yang bersangkutan. Orang-orang Karo memiliki lima macam klan patrilineal atau marga, yaitu Karo-karo, Ginting, Tarigan, Sembiring, dan
Peranginangin. Tiap-tiap marga ini terpecah lagi menjadi 13 hingga 18 submarga, sehingga secara keseluruhan dapat dijumpai sbanyak 83 submarga.
1. Karo- karo terbagi atas beberapa sub marga yaitu:
Karo- karo purba Ketaren
Sinukaban Karo- karo sinurayasinuhaji
Karo- karo sekali Karo- karo Bukit
Karo- karo Sinulingga Kaban
Kacaribu Surbakti
Karo- karo sitepu Karo- karo Barus
Universitas Sumatera Utara
18 Karo- karo Manik
2. Ginting terbagi atas beberapa sub marga yaitu: Ginting Pase
Ginting Manik Ginting Munthe
Ginting Sinusinga Ginting Sinisuka
Ginting Babo Ginting Sugihen
Ginting Guru Patih Ginting Suka
Ginting Beras Ginting Bukit
Ginting Garamata Ginting Ajar Tambun
Ginting Jadi Bata Ginting Tumangger
Universitas Sumatera Utara
19 Ginting Jawak
Ginting Capah 3. Tarigan terbagi atas beberapa sub marga yaitu:
Tarigan Sibero Tarigan Tua
Tarigan Silangit Tarigan Tambak
Tarigan Tegur Tarigan Gersang
Tarigan Gerneng Tarigan Gana- gana
Tarigan Jampang Tarigan Tambun
Tarigan Bondong Tarigan Pekan
Tarigan Purba
Universitas Sumatera Utara
20 4.
Sembiring terbagi atas beberapa sub marga yaitu: Sembiring Kembaren
Sembiring Keloko Sembiring Sinulaki
Sembiring Sinupayung Sembiring Singombak
Sembiring Brahmana Sembiring Guru kinayan
Sembiring Colia Sembiring Muham
Sembiring Pandia Sembiring Keling
Sembiring Depari Sembiring Bunuaji
Sembiring Milala Sembiring Pelawi
Sembiring Sinukapor
Universitas Sumatera Utara
21 Sembiring Tekang
5. Peranginangin terbagi atas beberapa sub marga yaitu:
Peranginangin Sukatendel Peranginangin Kuto Buloh
Peranginangin Jombor Beringen Peranginangin Jenabun
Peranginangin Kacinambun Peranginangin Bangun
Peranginangin Keliat Peranginangin Beliter
Peranginangin Mano Peranginangin Pinem
Peranginangin Laksa Peranginangin Pengarun
Sebayang Peranginangin Uwir
Peranginangin Sinurat
Universitas Sumatera Utara
22 Peranginangin Pincawan
Peranginangin Singarimbun Peranginangin Limbeng
Peranginangin Prasi
Seluruh marga dan submarga ini merupakan nama-nama khas yang ada pada masyarakat Karo, namun sering juga tampak memiliki keterkaitan dengan nama-nama
marga dari kelompok masyarakat suku-suku Batak lain, khususnya masyarakat Batak Simalungun dan Batak Pakpak. Identitas dan subetnis orang Batak ini pada umumnya
dapat langsung diketahui dari nama marganya, misal marga Tarigan dan Sembiring adalah marga khas Batak Karo, nama Saragih dan Damanik adalah marga khas Batak
Simalungun, nama Bancin dan Berutu adalah marga khas Batak Pakpak, dan sebagainya. Berbeda dengan orang Batak Toba bahwa nama ataupun marga yang berarti
menunjukkan nama dan nenek moyang asalnya. Jika misalnya seorang Karo bernama Perangin-angin, maka hal itu tidak berarti bahwa dulu nenek moyangnya bernama
Bangun, anak dari si Peranngin-angin. Sebaliknya jika seorang Toba bernama Siregar Silo maka hal itu berarti bahwa yang bersangkutan adalah keturunan dari seorang nenek
moyang yang bernama Silo dan bahwa Silo adalah anaknya Siregar.
6
Sejak tahun 1902 desa Juhar memiliki komposisi masyarakat yang terdiri dari berbagai klen merga yang kemudian membuat desa Juhar dibagi dalam 3 daerah
Genealogis
7
yaitu: Desa juhar Tarigan 1902, Desa Juhar Perangin-angin dan Desa Juhar
6
Tridah Bangun, Manusia Batak Karo, Jakarta, Inti Idayu Press, 1986, hlm 52.
7
Genealogis adalah masyarakat hukum yang terjadi dari orang- orang yang berasal dari turunan satu suku.
Universitas Sumatera Utara
23 Ginting yang memiliki hukum adat serta perangkat desa masing-masing. Akan tetapi
keharmonisan ditingkatan masyarakatnya dapat dipelihara dalam bentuk-bentuk gotong royong yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat pedesaan pada umumnya.
Proklamasi kemerdekaan Republik indonesia telah membawa perubahan bagi seluruh rakyat indonesia. Bangsa indonesia bebas dan berhak menentukan nasib sendiri
tanpa adanya campur tangan dari bangsa lain, hal ini diatur sesuai dengan Bab I pasal I, Bab VI pasal 18 Undang- undang dasar Republik Indonesia serta Pancasila yang
bertujuan untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan Bangsa Indonesia yang cukup lama menderita akibat penjajahan dari bangasa lain.
Dengan kondisi pemerintahan yang masih berpusat di Pulau Jawa akan tetapi pemerintah Indonesia kemudian membentuk pemerintahan di seluruh daerah Indonesia
yang diwujudkan dalam daerah pemerintahan Tingkat I satu yaitu Provinsi, Daerah Tingkat II dua yaitu Kabupaten dan Daerah Tingkat III tiga yaitu kecamatan. Pada
Tahun 1945 pemerintahan daerah Tiga kecamatan juhar terbentuk dan masuk kedalam wilayah kewedanan Karo Selatan. Matang Sitepu merupakan wedana Karo Selatan yang
membawahi lima kecamatan yaitu: kecamatan Juhar dengan camatnya Tandil Tarigan, Kecamatan Tiga binanga dengan camatnya Pulung Tarigan, Kecamatan Munthe dengan
camatnya Pangkat Sembiring meliala, kecamatan Kuta Buluh dengan camatnya Masa Sinulingga, dan Kecamatan Mardingding dengan camatnya Tuahta Barus.
Desa Juhar di tetapkan sebagai Ibukota Kecamatan Sejak berdirinya kecamatan Tersebut, hal ini tidak terlepas dari perkembangan desa Juhar dan letak alamnya yang
strategis berada di tengah-tengah banyak desa disekelilingnya. Sebagai Ibukota kecamatan desa juhar memiliki peranan yang cukup berpengaruh terhadap daerah
Universitas Sumatera Utara
24 lainnya, selain sebagai pusat administrasi tingkat kecamatan desa Juhar juga berperan
sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat desa lainnya, bidang ekonomi tersebut adalah peran sentral sebagai tempat pelemparan hasil-hasil pertanian dari desa-
desa sekelilingnya. Pada tahun 1945 perkembangan desa Juhar masih dalam bentuk administratif
wilayah begitu juga dengan peranannya, dan mengalami kehancuran pada Tahun 1949 akibat dari agresi militer Belanda, meski tidak sempat di duduki oleh tentara Belanda
akan Tetapi bangunan penting yang ada di desa Juhar sempat dibumi hanguskan oleh tentara indonesia sendiri, hal ini bertujuan untuk menjaga data-data penting agar tidak
dikuasai oleh Belanda. Pada tahun 1960-an adalah masa mulainya desa Juhar mengalami perkembangan,
baik dari segi Pemerintahan, infrasturktur, ekonomi dan Sosial, baik dari segi pertumbuhan penduduk yang secara langsung mendorong pertumbuhan desa-desa yang
ada di daerah sekitarnya. Secara keseluruhan hingga Tahun 1970 Kecemaatan Juhar terdiri dari 21 desa dengan jumlah penduduk 14.847 jiwa.
Penelitian ini berjudul “Desa Juhar: Perkembangan dan Peranannya Sebagai Ibukota Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo 1945-1970”.
Adapun periodisasi yang dilakukan dalam penelitian ini untuk membatasi penulisan agar tidak terlalu luas.
Penelitian diawali pada tahun 1945 sebagai awal terbentuknya kecamatan Juhar dan pada tahun 1970 menjadi akhir periode penelitian karena merupakan salah satu titik puncak
perkembangan desa Juhar sebagai ibukota Kecamatan Juhar dan telah memberikan banyak pengaruh terhadap desa-desa yang ada di sekelilingnya.
Universitas Sumatera Utara
25
1.2. Rumusan Masalah