48 KambingDomba, dan Babi. Hewan-hewan ini sangat mambantu perekonomian
masyarakat desa Juhar termasuk juga untuk mencukupi kebutuhan disaat dilaksanakan pesta adat tanpa harus mendatangkan dari daerah lain.
2.4. Sistem Kepercayaan Masyarakat Desa Juhar.
Masyarakat Karo secara umum meyakini selain dihuni oleh manusia alam juga merupakan tempat bagi roh-roh gaib atau makhluk-makhluk lain yang hidup bebas tanpa
terikat pada suatu tempat tertentu, untuk itu diperlukan beberapa aktivitas-aktivitas yang dapat menjaga keseimbangan alam. Segala kegiataan yang berhubungan dengan roh-roh
gaib dan upacara ritual, suatu kompleks penyembuhan, guna-guna dan ilmu gaib, merupakan sebagai aspek penting dalam kepercayaan tradisional masyarakat Karo.
Alam semesta merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh, yang dapat dibagi secara vertikal tegak lurus dan secara horizontal mendatar. Secara Vertikal, alam
dapat dibagi dalam tiga ke dalam tiga bagian yang disebut benua, yaitu: benua atas, benua tengah dan benua teruh yang masing-masing dikuasai oleh Dibata datas, Dibata tengah
dan Dibata teruh yang merupakan suatu kesatuan yang disebut Dibata si telu Tuhan yang tiga atau dianggap sebagai tunggal yang disebut juga Dibata kaci-kaci Kaci-kaci
artinya Tuhan Perempuan sebagai penguasa tunggal
12
. Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam penulisan ini adalah bagaimana
upacara yang bercampur dengan kebudayaan suatu suku bangsa karena merupakan salah satu hal yang sangat lahiriah. selain itu juga, upacara keagamaan itu sendiri berhubungan
dengan kepercayaan tradisional Karo yang disebut dengan pemena. demikian lah yang
12
Tarigan, Henry Guntur, Percikan Budaya Karo, Jakarta, Yayasan Merga Silima, 1990, hlm 25.
Universitas Sumatera Utara
49 terjadi di masyarakat desa Juhar yang masih memiliki keterikatan kuat dengan upacara-
upacara tradisional yang sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Secara umum masyarkat Karo meyakini alam semesta ini di bagi dalam delapan
penjuru mata angin yaitu: Purba Timur
Aguni Tenggara Daksini Selatan
Nariti Barat Daya Pustima Barat
Mangabia Barat Laut Butara Utara
Irisen Timur Laut Penjuru mata angin ini disebut desa si waluh delapan arah, berasal dari kata desa
yang berarti arah dan si waluh yang berarti delapan. Penjuru mata angin ini dapat dibedakan atas dua sifat yang berbeda, yaitu desa ngeluh arah hidup dan desa mate
arah mate. Desa-desa yang digolongkan sebagai arah hidup adalah: Timur, Selatan, Barat, dan Utara. Selain itu digolongkan sebagai arah mati. Penggolongan kepada arah
hidup dan arah mati didasarkan kepada pemikiran bahwa desa-desa timur, selatan, barat dan utara dikuasai oleh roh penolong yang memberikan kebahagian kepada manusia.
Sebaliknya pada arah mati terdapat mahluk-mahluk gaib yang jahat dan suka mencelakakan manusia. Sesuai dengan pemikiran ini maka posisi arah rumah dan areal
pemakaman penduduk suatu desa mengikuti arah hidup termasuk desa Juhar. Posisi rumah pribadi mayoritas menghadap ke arah utara dan selatan. Sedangkan posisi rumah-
Universitas Sumatera Utara
50 rumah adat mayoritas menghadap ke arah timur dan barat. Dalam kehidupan sehari
pembagian yang diikuti dengan pembagian Dibata ternyata tidak begitu penting. Bagi masyarakat Karo, pada umumnya yang dianggap penting adalah Dibata kaci-
kai sebagai kesatuan kesuluruhan dari Dibata. Menurut mereka Dibata adalah tendi jiwa yang dapat hadir dimana saja, kekuasannya meliputi segalanya dan dianggap sebagai
sumber segalanya. Hal ini sesuai dengan keyakinan orang-orang Karo yang sangat dengan suatu bentuk kepercayaan atau keyakinan terhadap tendi, yaitu suatu kehidupan
jiwa yang kebaradaannya dibayangkan sama dengan roh-roh gaib. Orang karo meyakini bahwa alam semesta di isi oleh sekumpulan tendi. Kesatuan
dari seluruh tendi yang mencakup segalanya ini disebut Dibata. Setiap manusia dianggap sebagai kesatuan bersama dari Kula tubuh, tendi Jiwa, pusuh peraten perasaan,
Kesah nafas, dan ukur fikiran. Setiap bagian berhubungan satu sama yang lainnya, kesatuan ini disebut sebagai keseimbangan dalam manusia. Hubungan yang kacau atau
tidak beres antara satu sama lain dapat menyebabkan berbagai bentuk kerugian seperti sakit, malapetaka, dan akhirnya kematian.
Daya pikiran manusia dianggap bertanggung jawab ke luar guna menjaga keseimbangan dalam dengan keseimbangan luar yang meliputi dunia gaib, kesatuan
sosial dan lingkungan alam sekitar. Tercapainya suatu keseimbangan dalam manusia akan memperlihatkan berbagai keadaan menyenangkan, seperti, malem sejuktenang,
Ukur malem pikiran tenang, malam ate hati sejuktenang, malem pusuh perasaan sejuktenang. oleh karena itu kata malem digunakan juga sebagai arti sehat atau
kesembuhan dalam bahasa karo.
Universitas Sumatera Utara
51 Masyarakat yang menetap di desa Juhar pada awalnya menganut sistem
kepercayaan nenek moyang yang di bawa dari daerah asal mereka. Tradisi kepercayaan nenek moyang tersebut masih sama pada masyarakat Karo di daerah dataran tinggi Karo
secara keseluruhan. Di samping pertumbuhan agama Kristen yang sedang masuk kedaerah kabupaten Karo, sistem kepercayaan terhadap nenek moyang tersebut belum
bisa dihilangkan dan masih ada yang di pertahankan meskipun sudah memeluk agama pada saat itu.
Masyarakat desa Juhar menganggap kepercayaan identik dengan adat istiadat yang mereka warisi dari nenek moyang mereka, sehingga meskipun mereka sudah
menganut kepercayaan Agama Kristen mereka masih melaksanakan upacara tradisional antara lain, “ Erpangir Kulau
13
. memberi sesajen di tempat-tempat yang dianggap keramat agar roh nenek moyang memberi rejeki.
Kemudian ada lagi yang disebut Guru, guru ini adalah orang yang mempunyai indra keenam, fungsinya selaian sebagai “dokter” juga peramal. Tidak hanya bagi
masyarakat Juhar akan tetapi mayoritas masyarakat Karo untuk mensinonimkan Guru dengan kata Dukun. Guru ini sangat berperan dalam ritual-ritual keagamaan atau upacara
tradisional dapat didefenisikan sebagai upacara yang diselenggarakan oleh warga masyarakat sejak dahulu sampai sekarang dalam bentuk tata cara yang relatif tetap.
Pendukungan terhadap upacara itu dilakukan masyarakat karena dirasakan dapat memenuhi suatu kebutuhan, baik secara individual maupun kelompok bagi kehidupan
mereka.
13
Erpangir Kulau adalah upacara mandi untuk mengusir roh jahat atau menyucikan diri dari pengaruh roh jahat, memberi sesajian kepada yang maha kuasa supaya diberi rejeki. Sering juga dilakukan
dalam upacara perkawinan, membuat nama anak dan menolak penyakit yang dibuat oleh roh- roh jahat. Upacara ini masih dapat ditemukan dibeberapa tempat.
Universitas Sumatera Utara
52 Konsep guru ini berhubungan erat dengan kepercayaan tradisional Karo yang
disebut Pemena atau Perbegu. Penyebutan Pemena ini disepakati sejak tahun 1946 oleh para pengetua adat dan guru-guru mbelin dukuntabib terkenal. Perubahan kata dari
perbegu menjadi pemena ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesalah pahaman orang- orang di luar orang Karo atas pengertian kata perbegu. Kata Perbegu bagi orang di luar
orang Karo seolah-olah menunjuk ke arah penyembahan kepada setan, hantu dan roh jahat lainnya.
Menurut para guru, terganggunya hubungan-hubungan dalam diri seseorang berarti adanya keadaan tidak seimbang didalam tubuhnya, yaitu ketidakseimbangan
antara tubuh, jiwa, perasaan, nafas dan pikiran. Dengan menggunakan jeruk purut pada upacara berlangir erpangir, seorang guru akan menyiramkannya ke kepala pasiennya.
Air jeruk diyakini menimbulkan rasa sejuk. Sementara itu kepala si pasien di pilih dengan pertimbangan bahwa kepala adalah tempat dari pikiran dan sebagai pusat dan pimpinan
dari jiwa tersebut. oleh karena itu, seorang dalam beberapa ritusnya yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan pada diri manusia akan menggunakan air jeruk yang malem.
Air jeruk dianggap sebagai lambang dari alam semesta yang mewakili keseimbangan luar tersebut akan dimasukkan ke dalam diri manusia yang mewakili
keseimbangan dalam itu sendiri. Tindakan ini diyakini akan menyempurnakan keseimbangan dalam diri seseorang. Orang Karo meyakini bahwa alam sekitar diri
manusia itu sendiri. Alam sekitar ini di digolongkan ke dalam beberapa inti kehidupan yang masing-
masing dikuasai oleh nini beraspati nini = nenek, yaitu; beras pati taneh inti kehidupan tanah, beraspati rumah inti kehidupan rumah, beraspati kerangen inti kehidupan
Universitas Sumatera Utara
53 hutan, beraspati kabang inti kehidupan udara. Dalam ornamen karo, nini beraspati ini
dilambangkan dengan gambar cecak putih yang dianggap sebagai pelindung manusia. Beraspati, oleh penganut pemena atau guru khususnya dibagi lagi kedalam beberapa jenis
lingkungan alam atau tempat dan keadaan. Beraspati lau inti kehidupan misalnya, dibedakan lagi atas sempuren air terjun,
lau sirang sungai yang bercabang, tapin tempat mandi di sungai dan lain-lain. Beraspatih rumah inti kehidupan rumah, dibagi lagi atas bubungen bubungan, pintun
pintu, redan tangga, palas palas, dialaken tungku dapur, para tempat menyimpan alat-alat masak di atas tungku dapur dan embang jurang, lingling tebing, mbal-mbal
padang rumput. Ini yang menjadi dasar setiap guru di Karo selalu mengadakan persentabin mohon ijin kepada nini beraspati sebelum melakukan ritual, tergantung
dalam konteks mana upacara akan dilakukan, apakah kepada beraspati taneh, beras pati air, beraspati kerangen atau beraspati kabang dan kadang-kadang para guru
menggabungkan beberapa beraspati yang dianggap penting dapat membantu kesuksesan suatu upacara ritual yang mereka adakan, seperti dalam upacara perumah begu seorang
guru si baso mengadakan persentabin kepada beraspati taneh dan beraspati rumah agar mereka masing-masing sebagai inti kehidupan tersebut tidak mengganggu atau
menghambat jalannya upacara. Dalam melaksanakan sebuah ritual, biasanya dilakukan dengan meletakkan
sebuah sirih yang biasa disebut belo cawir sirih, kapur, pinang dan gambir. Belo cawir ini merupakan lambang diri manusia
14
. Adanya kehidupan pada manusia disebabkan bekerjanya ketiga unsur tersebut sebagai metabolisme tubuh manusia yang saling
mengatur peradaran darah dalam tubuh.
14
Tarigan, Henry Guntur, op. cit, hlm 19.
Universitas Sumatera Utara
54 Masyarakat Karo juga mempunyai pandangan mempunyai perbedaan yang
sifatnya umum antara alam gaib dan alam biasa. Alam gaib ditunjukkan dengan pemakaian kata ijah di sana dan alam manusia biasa dengan kata ijenda di sini. Dalam
peristiwa pemanggilan roh-roh orang mati tersebutdatang dari negri seberang, sedangkan alam biasa tempat kehidupan manusia, tidak ada seorangpun yang tahu pasti dimana, hal
ini kata seberang yang dalam pengertian para guru dianggap melewati suatu batas yang ditandai oleh lau air, sehingga disebut negri sebrang, harus menyebrangi sesuatu untuk
sampai ketempat tersebut yang disebut sebagai i jah di sana. Dalam hal ini diungkapkan bahwa lau air merupakan penghubung antara
manusia dan roh-roh yang telah mati. Hal ini pula yang menyebabkan banyak guru memakai air yang ditempatkan dalam suatu mangkuk putih, terutama jika guru merasa
bahwa penyebab dari kedaan yang tidak seimbang pada diri manusia tersebut disebabkan karena ada hubungannya dengan roh-roh orang mati yang mengganggu. sebutan i jah dan
i jenda tidak berarti adanya suatu wujud pasti tertentu sebagai alam gaib. Kata tersebut hanya untuk membedakan alam gaib dengan alam biasa.
Alam gaib sendiri berada bersama-sama di sekitar manusia. semua tempat sektiar manusia adalah juga alam gaib, namun alam gaib tersebut digambarkan sebagai
suatu alam yang tidak terlihat. Dalam tempat tinggal kita ini pun banyak sekali orang halus yang tidak terlihat oleh mereka yang tidak dua lapis matanya, demikian juga
dengan keramat, sangat banyak juga tempat-tempat yang di keramatkan terutama di hutan-hutan juga.
Hal ini berkaitan dengan kepercayaan orang karo yang sangat erat dengan tendi jiwa. Oleh karena itu hubungan manusia dengan alam gaib hanya dapat di lakukan
Universitas Sumatera Utara
55 melalui jiwa yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. itulah sebabnya dalam melakukan
hubungan dengan orang-orang yang telah meninggal, seorang guru guru si baso menggunakan tendinya dengan bantuan tendi-tendi yang lain disebut jenujung
junjungan. junjungan itu adalah sebagai kekuatan dari luar diri seorang guru yang dapat membantunya sebagai roh gaib pelindung dirinya. Bagi orang Karo guru harus memiliki
kemampuan meramal, membuat upacara ritual, berhubung dengan roh atau mahluk gaib, perawatan serta penyembuhan kesehatan dan juga memiliki pengetahuan yang mendetail
mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan. Beberapa dari upacara-upacara ritual ini masih di temukan di masyarakat desa
Juhar terutama untuk penyembuhan beberapa penyakit demi mencapai keseimbangan dalam individu, upacara-upacara tersebut ada yang bersifat individual dan ada juga yang
bersifat komunal yang meliputi kepentingan masyarakat desa Juhar. untuk tujaan komunal, ritual ini cenderung dimaksudkan untuk mencegah malapetaka dalam tingkat
desa, atau untuk keselamtan penduduk desa dari suatu ancaman keselamatan ataupun bencana alam.
Perkembangan agama kristen di tanah Karo mulai masuk kedaerah Juhar, setelah berdirinya Gereja Batak Karo Protestan GBKP, agama Kristen mulai menyebar luas di
tengah-tengah masyarakat desa Juhar. Di bukanya sekolah penginjilan di daerah Brastagi memudahkan para penginjil untuk masuk keseluruh daerah-daerah yang ada di dataran
tinggi karo, sehingga sangat banyak desa-desa di daerah Karo mayoritas masyarkatnya menerima agama Kristen, selain itu faktor lainnya adalah para penginjil di daerah Karo
merupakan pribumi asli sehingga tidak susah untuk beradaptasi hal ini lah yang menyebabkan agama kristen masuk ke daerah Juhar.
Universitas Sumatera Utara
56 Sebelum berkembang masyarakat Juhar sudah mulai mengenal agama Kristen
karena telah sering mendengar dari keluarga maupun melihat langsung ketika bepergian kedaerah-daerah yang telah mengenal ajaran Kristen. Sebelum masa kemerdekaan, sistem
kepercayaan masyarakat desa Juhar masih menganut tradisi-tradisi lama meskipun beberapa rumah tangga telah mengenal dan mengaku sebagai pemeluk agama Kristen
Protestan. Pada tahun 1966 mulailah berdiri gedung gereja di desa Juhar, berdirinya gedung
gereja tersebut tidak terlepas dari berkembangnya penyebaran ajaran kristen di desa Juhar. Gereja yang pertama berdiri di desa Juhar adalah Gereja Batak Karo Protestan.
Dengan berdirinya GBKP di daerah Juhar, mayoritas masyarakat Juhar mulai mengikuti tata cara ibadah agama Kristen dalam menjalankan dan meyakini kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Dengan adanya doktrinisasi agama Kristen bagi masyarakat Juhar, secara
perlahan-lahan tradisi lama yang sudah lama dijalankan mulai tersaring dan harus di sesuaikan dengan ajaran Kristen tersebut, banyak upacara-upacara maupun ritual-ritual
yang bertentangan dengan ajaran kristen kemudian di tinggalkan masyarakat demi kesucian hidup sesuai dengan ajaran agama Kristen itu sendiri. Akan tetapi, beberapa
tradisi yang tidak bertentangan masih dijalankan. Hingga tahun 1970-an agama yang berkembang di desa Juhar hanyalah agama Kristen Protestan dengan di bawah naungan
GBKP.
Universitas Sumatera Utara
57
BAB III PERKEMBANGAN DESA JUHAR
3.1. Terbentuknya Desa Juhar