32 desa Juhar. Akan tetapi kebutuhan masyarakat desa Juhar semakin meningkat terutama
dalam hal untuk mencapai kesejahteraan hidup. tanah-tanah yang dijadikan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat desa Juhar tersebut tergolong produktif karena kandungan
humusnya cukup tinggi hal ini tidak terlepas dari keberadaan desa Juhar di kelilingi oleh bukit-bukit serta bekas pelapukan tumbuh-tumbuhan yang dirambah ketika penduduk
generasi pertama menetap di desa Juhar, selain itu bukit-bukit tersebut memiliki cadangan air sehingga membuat desa Juhar di aliri oleh sungai-sungai meski tergolong
kecil akan tetapi sungai-sungai tersebut cukup memenuhi irigasi pertanian dan kebutuhan akan air minum masyarakat desa Juhar.
2.2. Keadaan Demografis
Di dataran tinggi Karo, Kuta sebagai kesatuan teritorial yang luas dihuni oleh keluarga-keluarga yang berasal dari satu klen disebut kesain. jadi kesain merupakan
bagian-bagian dari suatu kuta, sebab kuta biasanya terdiri dari penduduk yang berasal dari klen yang berbeda-beda.
keluarga sada nini adalah suatu kelompok kekerabatan di dalamnya termasuk semua kaum kerabat patrilinial yang masih diingat atau dikenal kekerabatannya. suatu
kelompok kekerabatan yang besar dalam masyarakat karo adalah merga, tetapi istilah merga sendiri mempunyai beberapa pengertian. merga bisa berarti klen besar yang
patrilineal, misalnya merga Ginting, Sembiring, Tarigan, Perangin-angin, Karo-karo. selain itu merga pada orang Karo bisa juga berarti bagian dari klen besar patrilineal,
misalnya Barus, Suka, Pandia, Singarimbun, Tambun dan sebagainya. Pada orang Karo nama merga adalah merupakan nama kolektif tanpa
menghiraukan adanya satu nenek moyang, berbeda dengan orang Batak Toba bahwa
Universitas Sumatera Utara
33 nama marga menunjukkan nama dan nenek moyang asalnya. jika misalnya seorang Karo
bernama Perangin-angin Bangun, maka hal itu tiduk berarti bahwa dulu nenek moyangnya bernama Bangun, anak dari si Perangin-angin.
Penduduk asli desa Juhar adalah marga Tarigan yang berasal dari daerah desa Lingga, tidak ada bukti yang pasti mengenai Tahun kedatangan marga Tarigan ke daerah
Juhar akan tetapi dari penuturannya dan informasi dapat di prediksi bahwa marga Tarigan sudah mulai bermukim di daerah tersebut dan Desa Juhar mulai dikenal orang-orang di
sekitar daerah tersebut pada Tahun 1700 akan tetapi masyarakatnya terdiri hanya beberapa keluarga saja dan kemudian di susul oleh marga Peranginangin dan marga
Ginting
9
. Ketiga klan klompok marga masyarakat tersebut kemudian menetap bersama dan
membangun desa Juhar baik dari sistem mata pencaharian hingga pemerintahan desa Juhar tersebut. Sistem adat karo adalah pola pemerintahan tradisional yang dibawa oleh
pemuka kampung di desa Juhar, kebiasaan-kebiasaan adat yang turun-temurun membentuk pola kehidupan masyarakat desa Juhar. Sehingga dalam kesehariannya
masyarakat desa Juhar memakai bahasa karo dalam komunikasi sehari-hari. setiap kuta dikelilingi oleh satu parit, suatu dinding tanah yang tinggi dan rumpun-
rumpun bambu yang tumbuh rapat. Hal itu dimaksudkan sebagai pertahanan terhadap serangan-serangan musuh dari kuta lain. memang dahulu secara tradisional kampung-
kampung dibangun dengan mengutamakan segi keamanan. biasanya didirikan dengan batas-batas yang jelas, seperti batas-batas alam, misalnya dengan menanam pohon bambu
9
Hasil Wawancara dengan Semarang Ginting BA mantan camat Kecamatan Juhar periode 1996- 1998.Tanggal 9 marett 2011 pukul 14.00 Wib
Universitas Sumatera Utara
34 yang rapat sekali sehingga tidak bisa dimasuki oleh musuh. untuk pendirian kampung
atau kuta juga demikian halnya. Pada sebuah kampung terdapat dua atau lebih deretan rumah-rumah, diantara
rumah-rumah itu terdepat pekarangan yang cukup luas, biasanya dijadikan tempat tempat berbagai kegiatan, misalnya tempat upacara pesta perkawinan, upacara kematian dan
sebagainya. Di
pekarangan halaman
kuta sering ada dibangun lumbung-lumbung untuk menyimpan padi yang dalam bahasa Karo disebut sapo page dan lesung. Di daerah
Karo, lumbung padi juga berfungsi sebagai tempat berkumpul atau tempat untuk tidur bagi para pemuda.
Dari hasil wawancara dengan penduduk setempat maupun petugas kecamatan tak diperoleh keterangan tentang adanya rumah-rumah biasa yang didirikan oleh sebuah
keluarga dalam arti kata rumah untuk keluarga batih, Pada umumnya sumber-sumbur menyebutkan pendirian rumah adat, yaitu rumah besar sebagai perwujudan ketentuan
adat. Sebagian kampung didirikan dengan gotong-royong, demikian pula rumah-rumah adat di dalam kampung didirikan sesuai dengan prinisip adat. jadi yang disebut rumah
adat oleh karena merupakan lambang perwujudan adat masyarakat gotong-royong dilihat dari cara pendiriannya, fungsinya, semuanya bersendikan kepada adat istiadat.
Di atas disebutkan secara tradisional kampung-kampung orang Batak didirikan di tempat yang dipilih strategis, yakni dengan memperhatikan segi keamananan, tidak hanya
terhadap serangan sesama manusia, tetapi juga serangan atau gangguan binatang-binatang buas seperti harimau, Gajah, Beruang, dan sebagainya, maka diperkirakan rumah yang
Universitas Sumatera Utara
35 pertama kali didirikan oleh manusia adalah berupa adat yang oleh orang karo disebut
dengan Siwaluh jabu. Pertimbangan keselamatan adalah sangat penting dalam pendirian rumah adat
harus dibangun kokoh, bahkan dengan dindingnya yang miring juga adalah erat berkaitan dengan faktor keamanan dan keselamatan pada waktu itu. Populasi yang semakin besar
jumlahnya menyebabkan semakin bertambah banyak didirikan dan perlahan-lahan diikuti oleh pendirian rumah-rumah biasa untuk masing-masing keluarga. jadi disamping rumah
adat, lambat-laun barulah berdiri rumah-rumah pribadi milik keluarga. Seperti desa-desa pertanian lainnya, bentuk pemukiman penduduk desa Juhar
memanjang dengan rumah-rumah yang menghadap jalan. akan tetapi bentuk ini berubah setelah penduduk yang menetap di desa Juhar sudah semakin ramai. Awalnya rumah-
rumah di desa Juhar masih berbentuk rumah adat Karo yang biasa dikenal dengan siwaluh jabu.
Masyarakat karo mempunyai rumah adat yang disebut “Siwaluh jabu”, yaitu rumah adat yang terdiri dari delapan jabu. berarti bahwa rumah adat siwaluh jabu di huni
oleh delapan keluarga. kehidupan kedelapan keluarga ini diatur menurut ketentuan adat. oleh karena pembagian rumah atas kedelapan ruangan dan dihuni delapan keluarga itulah
sebabnya rumah adat Karo disebut “Siwaluh Jabu”. Dengan demikian diantara rumah- rumah adat sub-sub suku bangsa Batak bahwa rumah adat karo yang disebut “Siwaluh
Jabu” adalah yang terbesar dibandingkan dengan rumah adat sub-sub suku Batak lainnya. bahkan pernah ada rumah adat yang lebih besar lagi, yakni dihuni oleh 16 keluarga, yang
disebut “empat ture” atau rumah adat dengan empat sisi pintu muka seperti yang dijumpai di kampung Batu Karang.
Universitas Sumatera Utara
36 Selain rumah adat Karo yang jauh lebih besar dari pada rumah-rumah adat kelima
sub suku bangsa Batak lainnya, rumah adat Orang Karo masih mempunyai keistimewaan khusus yang lain. Yaitu rumah adat Karo mempunyai “ture”, ialah semacam teras, satu
berada di pintu belakang. oleh sebab rumah adat Batak adalah rumah panggung bertiang, maka letak teras adalah setelah kita menaiki tangga, jadi sebelum masuk
kedalam rumah adat. Sesuai dengan kedudukan rumah adat, dari mana terpencar adat- istiadat yang kuat dan kokoh, maka ture juga adalah pelambang adat istiadat. Fungsinya
adalah sebagai tempat pertemuan dan bercengkrama antara pemuda dengan gadis-gadis penghuni rumah adat tersebut di malam hari. Pada malam hari biasanya anak-anak gadis
dari rumah adat itu duduk berkumpul di ture dengan diterangi lampu teplok atau terkadang tanpa lampu jika terang bulan. Anak-anak gadis duduk-duduk sambil
menganyam tikar atau sumpit. Dalam keadaan demikian, oleh para pemuda yang kebetulan melintas atau
mungkin juga sengaja lewat, setelah menyapa terlebih dahulu dan diperkenankan untuk singgah, maka selanjutnya mereka pun bergabung dan di ture itulah mereka
bercengkrama. Dengan demikian ture pada rumah adat siwaluh jabu berfungsi sebagai sarana tempat bertemu dan berkenalan antara pemuda dan pemudi berdasarkan adat di
daerah Karo. Dari sinilah selanjutnya terjalin hubungan perkenalan lebih serius untuk jenjang memadu kasih. Sebagaimana diketahui bahwa jaman dahulu segala sesuatu
tindakan individu-individu diatur oleh adat. Dalam arti kata misalnya tidak ada pertemuan sepasang muda-mudi secara sembunyi-sembunyi di tempat sunyi maupun
secara terang-terangan, berdua-duan, tetapi ture lah adat memperbolehkannya.
Universitas Sumatera Utara
37 Rumah
Siwaluh jabu adalah rumah adat masyarakat Karo yang berarti rumah yang dihuni oleh delapan keluarga, dimana kehidupan di dalamnya diatur berdasarkan
adat. Pada proses pembangunannya, banyak upacara yang harus dilalui untuk membangun sebuah rumah si waluh jabu, seperti upacara persada arih atau rembuk antara
Bena kayu atau penghulu rumah dengan istrinya, lalu bena Kayu menanyakan pihak kalimbubu 1, kemudian Bena Kayu menanyakan pihak Kalimbubu 1, kemudian Bena
kayu memberitahukan pihak Anak Beru 2 dan terakhir memanggil Biak Senina 3, sehingga terkumpul delapan keluarga.
Dengan praktek kehidupan yang berlangsung dalam rumah tersebut bahwa kesemua keluarga mempunyai fungsi dan kedudukannya masing-masing. kedelapan
keluarga mempunyai fungsi dan kedudukannya masing-masing. kedelapan keluarga berfungsi dan bertugas sebagai berikut:
Rumah tangga nomor 1 disebut jabu bena kayu atau jabu Raja, yaitu kamar yang ditempati oleh orang yang tertinggi kedudukannya dalam rumah adat. Keluarga ini
adalah yang mengepalai semua jabu atau ketujuh keluarga lainnya. keluarga di jabu Raja ini adalah “penghulu taneh” atau juga disebut “merga taneh”, di desa juhar
adalah merga Tarigan, Ginting dan Peranginangin. Rumah tangga nomor 2 disebut jabu ujung kayu, yaitu merupakan anak beru dari
jabu Raja rumah tangga nomor 1 . kepala keluarga rumah tangga nomor 2 ini berfungsi atau berkedudukan sebagai pembicara atau mewakili penghulu taneh.
atau juga disebut jabu ujung kayu karena jabu yang ditempati keluarga anak beru berada paling ujung Siwaluh Jabu.
Universitas Sumatera Utara
38 Rumah tangga nomor 3 terletak beseberangan dengan Jabu bena Kayu, yang
disebut Jabu bena lepar bena kay, yaitu jabu yang didiami oleh anak dari penghulu taneh Rumah tangga nomor 1 . Kepala keluarga pada jabu lepar bena
kayu disebut jabu sungkun berita yaitu bertugas untuk menyampaikan berita. Maksudnya bahwa dengan fungsi Sungkun berita, maka tugas utamanya adalah
untuk mendapatkan berita apa yang terjadi maupun isu di luar rumah untuk kemudian berita apa yang terjadi maupun isu diluar rumah untuk kemudian berita
apa yang terjadi maupun isu di luar rumah untuk kemudian berita yang diperoleh ditengah-tengah masyarakat disampaikan kepada jabu raja atau penghulu taneh.
Rumah tangga nomor 4 disebut lepar ujung kayu atau dinamakan juga jabu simanganminem, yang letaknya berseberangan dengan rumah anak beru jabu
nomor 2 . Rumah ini dihuni oleh piihak saudara dari orang tua isteri rumah tangga nomor 1, yaitu Kalimbubu. Misalnya menyelenggarakan upacara pesta,
maka keluarga lepar ujung kayu yaitu kalimbubu akan diundang dan sangat dihormati yang diberi tempat duduk istimewa dimana kalimbubu hanya duduk-
duduk saja serta makan dan minum. Rumah tangga nomor 5 disebut Sedapuren bena kayu, yang letaknya bersebelahan
dan satu dapur dengan rumah tangga nomor 1. penghuni jabu ini biasanya di tempati oleh mereka yang bertugas dengan fungsi sebagai saksi dan pendengar
apabila diselenggarakan musyawaran atau pembicara penting dalam rumah siwaluh jabu. Rumah tangga nomor 5 ini juga disebut anak beru menteri dari
merga taneh.
Universitas Sumatera Utara
39 Rumah tangga nomor 6 disebut jabu arinteneng, yaitu jabu yang ditempati oleh anak-
anak dari rumah tangga nomor 4 lepar ujung kayu. Fungsi keluarga ini sebagai penjaga keamanan bagi seluruh penghuni rumah adat, sehingga mereka semua yang
mendiami rumah merasa tentram dan aman. Rumah tangga nomor 7 disebut jabu bicara guru yang mendiami oleh guru dukun.
letak jabu ini bersebelahan dengan rumah tangga lepar ujung kayu rumah tangga nomor 4. Tugas bicara guru ini adalah untuk membuat obat-obatan, menetapkan hari
baik atau bulan baik dalam melakukan sesuatu pekerjaan misalnya kapan mulai menanam padi, memasuki rumah baru, upacara pesta perkawinan, meramal hari
kelahiran seorang anak, untuk mengusir roh-roh yang berhubungan dengan kepercayaan dan sebagainya.
Rumah tangga no 8 disebut jabu sedapuren lepar bena kayu, letaknya bersebelahan dengan rumah tangga nomor 3 jabu lepar bena kayu. rumah tangga nomor 8 ini
punya kewajiban khusus, apabila jabu bena kaya kedatangan tamu jauh terutama berasal dari kampung lain yang jauh letaknya, maka dalam hal ini isteri dan rumah
tangga nomor 8 berkewajiban menyodorkan sekapur sirih sebagai penghormatan kepada tamu. Setelah itu barulah dinyatakan apa maksud kedatangan tamu itu.
maksud kedatangan tamu tersebut kemudian disampaikan kepada bena kayu rumah tangga nomor 1 dan sesudah itu barulah pembicaraan dilanjutkan oleh keluarga jabu
bena kayu dengan tamunya. Demikian keadaan susunan jabu-jabu yang dihuni oleh keluarga-keluarga dalam
rumah siwaluh jabu yang kesemuannya berjumlah delapan keluarga itu. Setiap keluarga mempunyai fungsi dan tugas masing-masing, sesuai dengan ketentuan adat rumah
Universitas Sumatera Utara
40 siwaluh jabu. Fungsi dan tugas masing-masing, keluarga pada satu rumah adat demikian
juga berlaku pada rumah-rumah siwaluh jabu lainnya. Dengan demikian adat rumah siwaluh jabu, bahwa di dalamnya setiap jabu atau keluarga mempunyai fungsi dan tugas
khusus masing-masing, sehingga kehidupan dalam rumah siwaluh jabu menjadi tentram. Dalam rumah siwaluh jabu kedudukan bena kayu sebagai pendiri kuta dipandang
sangat tinggi. ada keluarga di dalam rumah itu yang tugasnya khusus untuk menerima atau menyambut tamu terutama bena kayu, yaitu maksud dan tujuan tamu tersbut, dan
setelah itu barulah menyampaikannya kepada jabu bena kayu. Dengan demikian jabu yang berhak menghadapi dan bertanggung jawab urusan luar bagi siwaluh jabu adalah
jabu bena kayu, yaitu sebagai merga taneh. Dalam menerima tamu, terutama tamu dari jauh dalam arti dari luar kampung yang berkewajiban menerimanya adalah Bena kayu.
Rumah Siwaluh Jabu mempunyai arti dan simbol tersendiri yaitu: Bentuk Rumah menyimbolkan Perempuan yang sedang bersila dan dua tangan
yang menangkup, menyembah Tuhannya. Pintu Rumah melambangkan rahim perempuan sesuai dengan bentuk tubuh
perempuan. Pintu menyimpan makna daur hidup, selain makna Rahim, dahulu pintu adalah tempat perempuan melahirkan sambil memegang pegangan pintu
bagian luar rumah. Warna-warna yang menghiasi Rumah si waluh jabu memiliki makna, Warna
hitam mempunyai makna dunia di luar manusia dengan kekuatan tersembunyi. Warna Putih bermakna kesucian leluhur. Warna biru bermakna matahari. Warna
merah bermakna keberanian.
Universitas Sumatera Utara
41 Sedangkan simbol yang sangat sering ditemukan dalam Rumah adat Siwaluh jabu
adalah: Ijuk pada Pondasi, mempunyai makna pengusir roh jahat yang berwujud ular.
Ornamen Tutup Dadu, pada hiasan melmelen mempunyai makna sindiran terhadap orang karo yang suka berjudi.
Ornamen Cuping, mempunyai makna bahwa orang Karo mempunyai pendengaran yang tajam, dapat memilih berita mana yang baik dan harus didengar dan juga berita
nama yang tidak baik dan tidak perlu di besar-besarkan. Pengeret-ret, Ornamen berbentuk cicak atau biawak kadal ini mempunyai fungsi
menolak bala dan melambangkan kewaspadaan karena dipercaya tidak pernah tidur. Kain Putih pada pertemuan kolom dan balok kayu. Makna yang terkandung adalah
adanya kehidupan dan jenis kelamin disetiap makhluk hidup termasuk kayu-kayu yang digunakan untuk mendirikan rumah. Kain putih sebagai alas atau batas agar
kayu-kayu yang saling berhubungan tidak langsung berhubungan karena ditakutkan mereka berasal dari marga yang sama. Perkawinan sumbang sangat dihindari orang
karo. Kite-kite kucing mempunyai makna kasih sayang keluarga terutama antara ibu dan
anaknya. Kite-kite kucing merupakan balok tempat para-para bergantung, biasanya kegiatan ibu atau perempuan mengambil tempat di wilayah ini.
Atap rumah yang berbahan ijuk mempunyai makna pengorbanan seorang perempuan dalan menjaga nama baik keluarga.
Tanduk kerbau pada bahagian puncak bermakna memberi kekuatan dan semangat seorang perempuan dalam menjaga nama baik keluarga.
Universitas Sumatera Utara
42 Tanduk kerbau pada bahagian puncak bermakna memberi kekuatan dan semangat
orang karo untuk bekerja keras. Fungsinya untuk menolak bala. Tiga Bagian dari bentuk dasar dari rumah adat dan 3 lubang pada gagang pintu dan
angka 5 pada tangga bagian depan. Melambangkan keberadaan 3 tuhan atau 3 kekuatan serta angka 5 melambangkan 5 merga
10
. Pada umunya masyarakat Desa Juhar Juhar Tarigan, Juhar Ginting dan
Peranginangin menggunakan rumah Siwaluh jabu sebagai tempat tinggal dan biasanya rumah siwaluh jabu yang digunakan tersebut diwariskan secara turun temurun. rumah
siwaluh jabu tersebut berdiri berderetan menghadap jambur yang ada di desa Juhar. adapun jumlah keberadaan Rumah Siwaluh jabu tersebut dapat di lihat jumlahnya
berdasarkan tabel dibawah ini. Tabel Jumlah Rumah Adat Siwalu Jabu
No Desa
Jumlah 1.
Juhar Tarigan 16
2. Juhar Peranginangin
9 3.
Juhar Ginting 27
JUMLAH 52
Sumber: kantor Balai Desa Juhar Tahun 1984 Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk desa Juhar, lama-kelamaan
keberadaan Rumah Siwaluh Jabu tersebut sudah mulai berkurang jumlahnya hal ini disebabkan berbagai faktor, antara lain adalah: faktor usia rumah siwaluh jabu tersebut,
kepadatan penduduk dan lain sebagainya. perlahan namun pasti Rumah-Siwaluh Jabu
10
Tridah Bangun, op. cit, hlm 40- 45.
Universitas Sumatera Utara
43 tersebut semakin berkurang dan langka sehingga di tahun 1970-an di desa Juhar sudah
mulai langka ditemukan masyarakat yang masih menetap di rumah siwaluh jabu tersebut. Meningkatnya Jumlah penduduk tersebut bukanlah karena disebabkan tingginya angka
kelahiran di Desa Juhar akan tetapi adalah akibat meningkatnya jumlah pendatang untuk menetap dan mencari nafkah yang kemudian menjadi penduduk desa Juhar.
Pada umumnya masyarakat Desa Juhar memiliki sifat yang terbuka dan tidak bersifat sukisme dan itulah sebabnya para pendatang betah tinggal di desa ini. sifat
keterbukaan yang dimiliki masyarakat desa ini sifat keterbukaan yang dimiliki masyarakat desa ini membentuk sifat heterogen. di luar suku Karo yang ada di desa Juhar
tersebut ada juga suku lainnya yaitu suku Toba yang datang pada Tahun 1940-an dan suku Jawa yang datang Tahun 1960-an. populasi masyarakat suku Toba dan Jawa di desa
Juhar memang masih minoritas dibandingkan suku karo yang merupakan penduduk awal desa Juhar dan pada umumnya mereka bermukim di daerah-daerah perladangan karena
tujuan awal kedatangan mereka adalah sebagai pekerja diladang-ladang masyarakat desa Juhar.
Seperti halnya dengan desa-desa lain di tanah Karo, para pendiri desa secara otomatis jabatan penghulu atau kepala Desa di pegang oleh kelompok marga tersebut
secara turun-temurun. Demikian juga halnya dengan pemilikan tanah dimana sebagian besar dikuasai oleh kelompok marga tersebut akan tetapi untuk desa Juhar kepemilikan
tanah tebagi tanah berdasarkan kelompok marga yang menetap di desa Juhar yakni marga Tarigan, Peranginangin, dan Ginting.
Universitas Sumatera Utara
44
2.3. Mata Pencaharian Penduduk