Hari keempat, mantem atau motong Hari keenam, nimpa Hari ketujuh, Rebu.

82 Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut, kaperas, belut.

4. Hari keempat, mantem atau motong

Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk di jadikan lauk. 5. Hari kelima, matana matana, artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem di hidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara di situ dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung kerumah kerabat aturannya adalah wajib makan.

6. Hari keenam, nimpa

Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah dan kelapa parut. Cimpa Universitas Sumatera Utara 83 tersebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa adanya cimpa. Untuk kecamatan lain di tanah karo kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang dalam bahasa indonesianya di sebut lemang. Cimpa ataupun lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.

7. Hari ketujuh, Rebu.

Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari ketujuh ini tidak ada dilakukan kegiatan apapun. Tamu- tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Penduduk diam dirumah. Acara kunjung mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ke ladang juga di larang pada hari itu. Seperti halnya arti Rebu itu sebenarnya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal lekat dihati masing- masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktivitas sebagaimana hari- hari berikutnya. Sejak berdirinya Desa juhar tradisi-tradisi dari suku Karo menjadi warna bagi kehidupan masyarakat Juhar, begitu juga dengan pesta guro-guro aron yang cukup melekat bagi masyarakat juhar ataupun masyarakat Karo secara umum. Di desa Juhar guro-guro aron juga dimaksudkan sebagai arena cara jodoh bagi muda-mudi, akan tetapi semakin berkembang tiap tahun tradisi gendang guro-guro aron semakin beragam warna dengan pelaksanaannya yang terbagi dalam: Universitas Sumatera Utara 84  Pengulu Aron kemberahen Aron Biasanya gendang guro-guro aron dipimpin oleh penghulu aron dan seorang kemberahen aron. Pengulu aron biasanya di pilih dari pemuda keturunan bangsa tanah si manteki kuta.  Si mantek guro-guro Aron Yang disebut si mantek adalah pemuda atau pemudi dari satu dua yang ikut sebagai pesertapelaksana guro-guro aron tersebut. si mantek guro-guro aron berkewajiban membayar biaya yang disebut adangen, sebesar yang telah ditentukan dalam musyawarah.  Pengelompokan Aron Aron dikelompokkan menurut beru-nya masing-masing, misalnya aron beru Ginting, aron beru Peranginangin, aron beru Tarigan. Si pemuda menyesuaikan tempat duduknya dengan kelompok pemudi itu, misalnya bere-bere Ginting di aron beru Ginting, bere-bere Peranginangin di aron beru Peranginangin dan bere- bere Tarigan di aron beru Tarigan. Ini bertujuan untuk menjaga aturan adat, agar pasangan yang tidak boleh berkawin supaya tidak duduk dan menari bersama, aron dipimpin bapanande aron.  Kundulen guro-guro Aron Adalah tempat duduk guro-guro ditempatkan pada salah satu rumah adat. Ini untuk menjaga sesuatu hal pelaksanaan guro-guro tidak dapat dilaksanakan di Universitas Sumatera Utara 85 lapangan kesain. Untuk itu pengulu aron dan kerambahen aron datang minta izin kepada pemilik rumah.  Aturan Menari Dalam praktek untuk meramaikan pembukaan guro-guro aron, ada kalanya perkolong-kolong diadu berpantun sambil bernyanyi. Atau ada kalanya diadakan pencak silat ndikar, dan setelah orang berkumpul guro-guro aron pun dimulai menurut aturan adat karo. Gendang ini dimulai dari Gendang adat, Landek Permerga-merga, Landek Aron, Landek Pekuta-kutaken.  Tepuk dan ndehile Untuk mengakhiri guro-guro aron biasanya juga diakhiri dengan acara menari menurut adat, dan dalam acara penutupan ini si rjabaten pemusik pun di beri kesempatan untuk menari. Adapun alat musik tradisional yang digunakan dalam setiap pesta merupakan alat musik tradisional Karo yang terdiri dari: Sarune, Gendang, Gung dan penganak. Akan tetapi semakin berkembangnya teknologi oleh manusia, alat musik tradisional secara berlahan mulai tergeserkan oleh alat musik keyboard yang lebih bervariasi dan praktis. Setiap upacara adat tersebut dilaksanakan di Jambur-Jambur yang telah dibangun di masing-masing desa Juhar. fungsi dari jambur tersebut sebagai tempat subklan merga untuk melaksanakan upacara-upacara dan perayaan tertentu. Dari 3 subklan merga yang ada di desa Juhar, masing-masing telah memiliki Jambur yang dibangun oleh masing- masing subklan merga tersebut. Bagi subklan merga jambur yang dibangun tersebut memiliki arti tersendiri. Universitas Sumatera Utara 86 Untuk Juhar Tarigan, jambur bagi subklan merga Tarigan yang ada di desa Juhar Tarigan dibangun dengan simbol-simbol adat. Simbol-simbol adat rumah Jambur Tarigan terdiri dari 8 kepala kerbau yang ada di puncak atap jambur tersebut. arti dari 8 kepala kerbau tersebut berarti 8 nenek moyang merga Tarigan yang datang membawa anak berunya sebagai juru bicara dari merga Tarigan. Jambur Juhar Tarigan di bangun sekitar tahun 1960. 27 Juhar Ginting memiliki Jambur yang dibangun sekitar Tahun 1970 dengan corak yang berbeda, simbol adatnya berupa 8 kepala kerbau akan tetapi, kedelapan kepala kerbau ini di terletak diatap rumah Jambur akan tetapi bedanya dengan jambur Tarigan, 8 kepala kerbau yang dibangun tersebar di depan, belakang, kiri dan kanan rumah jambur kemudian di tengah sebagai puncak dari rumah Jambur tersebut. Akan tetapi arti dari simbol dari kepala kerbau tersebut tidak berbeda dengan arti simbol dari rumah jambur Juhar Tarigan yaitu 8 nenek moyang yang datang ke desa Juhar Ginting dengan membawa anak berunya sebagai juru bicara merga Ginting. Sementara Juhar Peranginangin mendirikan Jambur tanpa membentuk simbol di atap, karena klan merga Peranginangin menganggap hal itu tidak mengurangi nilai-nilai adat yang ada. 28 Meski kondisi keamanan belum stabil akibat adanya penjajahan, akan tetapi setiap ritual-ritual adat yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Juhar tetap terjaga hingga kemerdekaan Republik Indonesia. Tradisi dan Adat ini terpelihara bagi masyarakat karena Adat tersbutlah yang menjadi pengatur kehidupan sosial masyarakat di samping adanya sistem pemerintahan kolonial Belanda yang di wakili oleh Raja urung. 27 Hasil Wawancara dengan Ali Tarigan warga Juhar Tarigan tanggal 25 Maret 2011 pukul 16.00 Wib. 28 Hasil Wawancara dengan Sudin Pinem warga Juhar Peranginangin tanggal 4 April 2011 pukul 20.00 Wib. Universitas Sumatera Utara 87 Masyarakat Juhar sama dengan masyarakat lainnya yang tidak sepakat dengan adanya Penjajahan fisik yang sedang dialami oleh masyarakat pada waktu itu, meski hanya di perintah oleh raja urung untuk mengakui keberadaan Kolonial Belanda, akan tetapi dampak yang di alami cukup menyengsarakan masyarakat. Karena, dalam adat masyarakat Karo tidak ada mengenal penjajahan ataupun memerintah orang lain. Semua sudah tertata rapi dengan baik melalui sistem kekerabatan yang telah diterapkan oleh nenek moyang masyarakat Karo yang dipelihara baik oleh masyarakat Juhar secara turun temurun.

3.4. Terbentuknya Kecamatan Juhar