Gambaran Proses, Faktor Penyebab, Serta Tantangan Penganut Paham Ateisme
Rekonstruksi 1 data 1
No Analisa
Tematik Analisa/Koding
Jumlah kemunculan
1 Makna ateis
Ateis bentuk ketidakpercayaan terhadap Tuhan, bukan bentuk kepercayaan baru W1.A.P.21032016.J2
1 Pengertian ateis bukanlah percaya bahwa tidak percaya adanya Tuhan W1.A.P.21032016.J4
1 4 kategori yang meliputi konsep ketuhanan, agnostik,
nostik, ateis agnostik, ateis nostik W1.A.P.21032016.J6 1 Subjek merupakan ateis agnostik W1.A.P.21032016.J10 2 Subjek merupakan ateis agnostik W1.A.P.21032016.J12 Subjek tidak merasa benci ataupun suka dengan
kehadiran Tuhan yang diklaim kaum beragama, tapi bukan berarti subjek percaya Tuhan itu ada
W1.A.P.21032016.J14
1
2 Deteachment
Subjek tidak merasa benci ataupun suka dengan kehadiran Tuhan yang diklaim kaum beragama, tapi bukan berarti subjek percaya Tuhan itu ada
W1.A.P.21032016.J14
1
Subjek sempat merasa tidak suka atau benci dengan kehadiran Tuhan W1.A.P.21032016.J16
1 Subjek merasa Tuhan yang dipercaya kaum beragama
hanya menjadikan manusia dan dunia sebagai alat untuk menyenangkan hati-Nya W1.A.P.21032016.J22
Ritual agama hanyalah budaya W1.A.P.21032016.J30 2 Ritual keagamaan hanya menjadi budaya untuk
memberikan kenyamanan terhadap umatnya W1.A.P.21032016.J34
Orang tua mengajarkan agama pada subjek. Tetapi subjek penasaran dengan konsep agama yang diberikan sehingga muncul pertanyaan yang mulai meragukan subjek
W1.A.P.21032016.J82
1
Berbagai pertanyaan yang meragukan subjek mulai muncul tetapi subjek tidak meneruskan pertanyaannya W1.A.P.21032016.J84
1
Subjek merasa berdosa meragukan Tuhan W1.A.P.21032016.J86
2 Subjek merasa bedosa dan bersalah telah meragukan
Tuhan W1.A.P.21032016.J88
Subjek merasa ada setan yang mempengaruhi. Semakin besar subjek, peran orang tua semakin hilang
W1.A.P.21032016.J90
1
(2)
3 Doubt
Ada pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan sosial yang berkaitan dengan tindakan buruk kaum beragama yang membuat subjek berfikir untuk meninggalkan agamanya W1.A.P.21032016.J52
1
Pertanyaan subjek mengenai agama terhenti sampai pada masalah sosial yang berkaitan dengan tindakan kaum beragama saja W1.A.P.21032016.J54
1
Setelah subjek mengenal internet, pertanyaan soal keraguan terhadap tuhan mulai muncul kembali W1.A.P.21032016.J96
1 1 4 dissociation Subjek merasa bebas dari yang membelenggu dia selama
ini W1.A.P.21032016.J110
1
5 declaration
Subjek merupakan ateis agnostik W1.A.P.21032016.J10 2 Subjek merupakan ateis agnostik W1.A.P.21032016.J12 Subjek mulai merasa tidak nyaman ketika melakukan ritual keagamaan W1.A.P.21032016.J108
1 Subjek memutuskan untuk menjadi ateis ketika awal
masuk kuliah,subjek merasa tidak nyaman ketika segala sesuatu dibuat manusia mengatasnamakan Tuhan W1.A.P.21032016.J20
2
Subjek memutuskan untuk menjadi ateis sewaktu kuliah W1.A.P.21032016.J112
6 Orang tua dan cara asuh
Orang tua mengajarkan agama pada subjek. Tetapi subjek penasaran dengan konsep agama yang diberikan sehingga muncul pertanyaan yang mulai meragukan subjek
W1.A.P.21032016.J82
1
Orang tua tetap mengingatkan sholat W1.A.P.21032016.J92
2 Sampai sekarang orang tua masih mengingatkan sholat W1.A.P.21032016.J94
Subjek memilih untuk menjadi ateis bukan karena didikan orang tua W1.A.P.21032016.J130
1
7 Perkembangan sains
Subjek mendapatkan informasi dari internet, dan subjek juga merupakan seorang ateis agnostik
W1.A.P.21032016.J8
1
Setelah subjek mengenal internet, pertanyaan soal keraguan terhadap tuhan mulai muncul kembali W1.A.P.21032016.J96
1
Informasi yang diberikan oleh internet semakin menguatkan keraguan subjek terhadap Tuhan W1.A.P.21032016.J98 1 8 Intimidasi secara intelektual
Subjek mendapatkan informasi dari internet, dan subjek juga merupakan seorang ateis agnostik
W1.A.P.21032016.J8
1
Subjek mendapatkan sumber informasi berkaitan dengan keagamaan atau perilaku orang beragama melalui artikel, dll W1.A.P.21032016.J42
1
Subjek juga membaca buku tentang ateis W1.A.P.21032016.J100
(3)
Didalam buku yang dia baca, dijelaskan mengenai konsep agama dan tuhan W1.A.P.21032016.J102
1 9 Kemunafikan, ketidakadilan dan tindakan buruk orang beragama
Subjek memutuskan untuk menjadi ateis ketika awal masuk kuliah,subjek merasa tidak nyaman ketika segala sesuatu dibuat manusia mengatasnamakan Tuhan W1.A.P.21032016.J20
1
Merasa tidak menyukai agama dan Tuhan karena perilaku sebagian umatnya yang buruk
W1.A.P.21032016.J24
1
Subjek merasa kecewa terhadap agama yang ada W1.A.P.21032016.J26
3 Subjek merasa kecewa terhadap orang yang menganut
agama W1.A.P.21032016.J28
Ada pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan sosial yang berkaitan dengan tindakan buruk kaum beragama yang membuat subjek berfikir untuk meninggalkan agamanya W1.A.P.21032016.J52
2
Pertanyaan subjek mengenai agama terhenti sampai pada masalah sosial yang berkaitan dengan tindakan kaum beragama saja W1.A.P.21032016.J54
Kekecewaan terhadap agama W1.A.P.21032016.J58 Subjek tidak menyukai perdebatan yang dilakukan orang beragama karena merujuk pada makian
W1.A.P.21032016.J106
1
10 Tantangan yang dihadapi
Subjek tidak berani terbuka terhadap orang tua W1.A.P.21032016.J122
2 Terbuka terhadap orang tua merupakan sesuatu yang gila W1.A.P.21032016.J124
Subjek takut orang tuanya merasa marah dan kecewa W1.A.P.21032016.J126
2 Subjek takut orang tuanya menyalahkan diri sendiri
W1.A.P.21032016.J128
Subjek akan mengalami hambatan menjadi seorang ateis ketika datang ke lingkungan baru
W1.A.P.21032016.J134
1
Kaum ekstrimis pernah menjauhi subjek W1.A.P.21032016.J138
1
(4)
Rekonstruksi 1 data 2
No Analisa
tematik Analisa dan koding
Jumlah kemunculan
1 Detachment
Subjek mulai ragu dengan tuhan ketika masih smp
W2.A.P.06062016.J2
2 Orang tua mengajarkan agama
sejak subjek kecil dan membuat subjek penasaran dan bertanya mengenai tuhan dan ketika masuk smp subjek bertanya mengenai tuhan karen mulai ragu dengan eksistensi tuhan
W2.A.P.06062016.J4
1
Subjek tidak tahu apa gunanya ajaran agama yang diajarkan orang tua mengenai agama, melakukan ritual agama dll, membuat subjek bertanya dan penasaran W2.A.P.06062016.J6
1
Banyak pertanyaan subjek yang tidak dapat dijawab oleh agama seperti tuhan darimana,
bagaimana bentuk tuhan, menurut subjek agama bertolak belakang dengan ilmu pengetahuan W2.A.P.06062016.J10
1
Subjek tetap menjalankan ritual agama, subjek hanya sebatas ragu dengan agama dan belum menjadi ateis W2.A.P.06062016.J18
1 Subjek merasa takut, merasa
bersalah, dan merasa berdosa ketika subjek meragukan tuhan pada saat smp
W2.A.P.06062016.J24
1
Subjek berusaha menghilangkan keraguannya terhadap tuhan, tetapi subjek tetap berusaha dan tetap mencari jawaban atas keraguannya
W2.A.P.06062016.J26
1
Subjek mencari jawaban atas keraguannya dari berbagai
sumber seperti membaca berbagai artikel mengenai tuhan dan agama, berdiskusi dengan orang
(5)
lain, dan akhirnya menyimpulkan data yang dia punya berdasarkan asumsinya sendiri
W2.A.P.06062016.J30
Pada saat smp, subjek menjadi semakin ragu terhadap tuhan W2.A.P.06062016.J34
2 Doubt
Berbagai logika yang diberikan ilmu pengetahuan memberikan alasan yang jelas mengapa subjek semakin ragu dengan agama W2.A.P.06062016.J16
1
Subjek banyak membaca artikel, melihat berbagai macam tindakan orang islam yang selalu
mengatasnamakan tuhan
membuat subjek semakin setuju dengan pandangan ilmu
pengetahuan dan membuat subjek semakin ragu
W2.A.P.06062016.J22
1
Ilmu pengetahuan memberikan pandangan yang masuk akal mengenai segala sesuatu terjadi, sedangkan agama memberikan pandangan yang sulit diterima akal sehat, hal ini membuat subjek menolak ajaran agama W2.A.P.06062016.J36
1
Pandangan ilmu pengetahuan yang masuk akal merupakan alasan subjek menjadi ragu terhadap tuhan dan agama W2.A.P.06062016.J38
1
Karena subjek tidak menjalankan ritual agama lagi, subjek terpaksa menghindar dan sembunyi-sembunyi dari orang lain karena pahamnya dan memakai topeng agama W2.A.P.06062016.J46
1
Subjek terpaksa menjalankan ritual agama yang tidak disetujuinya jika berada dilingkungan keluarga W2.A.P.06062016.J48
1
Subjek merasa canggung ketika ditanya orang lain mengapa dia tidakn menjalankan ritual agama W2.A.P.06062016.J52
1
Subjek berusaha menghidar jika 1
(6)
ditanya mengenai dirinya yang tidak menjalankan solat dll W2.A.P.06062016.J54
3 dissociation
Ketika sma, subjek sudah jauh dan terpisah dari agama yang dianutnya sebelumnya W2.A.P.06062016.J58
1
Subjek merasa bebas dari ajaran agama yang membelenggu dia selama ini W2.A.P.06062016.J62
2 Subjek merasa bebas dari apa
yang selama ini dia imani, dan subjek tidak merasa takut dan berdosa lagi
W2.A.P.06062016.J64
1
Subjek merasa bebas dari tuhan serta ajaran agama
W2.A.P.06062016.J66
Subjek belum menjadi seorang ateis, tetapi sudah menganggap kalau islam bukan merupakan paham yang benar
W2.A.P.06062016.J68
1
Pada saat itu subjek masih berpikir bahwa tuhan itu ada, tetapi subjek tidak menanamkan ajaran islam seperti sebelumnya didirinya, subjek sudah terlepas dari agama islam
W2.A.P.06062016.J70
1
Subjek merasa bebas melakukan apa saja asalkan tidak merugikan orang lain. Subjek hidup dijalan humanis, berbuat baik dan menolong sesama
W2.A.P.06062016.J72
1
Subjek tidak memiliki acuan atau pedoman hidup, menjalankan hidup berdasarkan apa yang dia pikirkan dan dia rasakan
W2.A.P.06062016.J76
(7)
4 transision
Subjek mencari orang-orang yang sepaham dengan subjek melalui media sosial dan menemukan sebuah komunitas ateis di jaringan sosial facebook W2.A.P.06062016.J86
1
Subjek beranggapan bahwa akan sulit menemukan orang-orang yang sepaham dengan subjek dan beranggapan bahwa ateis
merupakan paham yang sama dengan yang dipikirkan subjek W2.A.P.06062016.J88
1
Pada saat bergabung, subjek belum menjadi seorang ateis, hanya saja punya pemikiran yang sama dengan orang ateis
W2.A.P.06062016.J92
1
Subjek bergabung dikomunitas ateis ABAM
W2.A.P.06062016.J98
1 Subjek memandang postif orang
ateis yang berada didalam komunitas, menurut subjek, mereka memberikan setiap penjelasan tidak dari satu sudut pandang W2.A.P.06062016.J102
1
Subjek merasa nyaman berada didalam komunitas tersebut, karena merasa mempunyai pertanyaan yang sama, asumsi yang sama, dan jawaban yang sama W2.A.P.06062016.J106
1
5 declaration
Subjek memutuskan menjadi seorang ateis waktu kuliah,karena banyak membaca artikel
mengenai tuhan, agama dan ateis. Subjek memutuskan untuk
menjadi ateis agnostik W2.A.P.06062016.J108
1
6 Orang tua dan cara asuh
Orang tua mengajarkan agama sejak subjek kecil dan membuat subjek penasaran dan bertanya mengenai tuhan dan ketika masuk smp subjek bertanya mengenai tuhan karen mulai ragu dengan eksistensi tuhan
W2.A.P.06062016.J4
1
(8)
7 Perkembangan sains
Menurut subjek, ilmu
pengetahuan memberikan alasan kenapa segala sesuatu bisa terjadi, sedangkan agama tidak menyajikan hal yang seperti itu, agama hanya terfokus pada apa yang disampaikan tuhan W2.A.P.06062016.J14
1
Subjek banyak membaca artikel, melihat berbagai macam tindakan orang islam yang selalu
mengatasnamakan tuhan
membuat subjek semakin setuju dengan pandangan ilmu
pengetahuan dan membuat subjek semakin ragu
W2.A.P.06062016.J22
1
Ilmu pengetahuan memberikan pandangan yang masuk akal mengenai segala sesuatu terjadi, sedangkan agama memberikan pandangan yang sulit diterima akal sehat, hal ini membuat subjek menolak ajaran agama W2.A.P.06062016.J36 1 8 Kemunafikan, ketidakadilan, dan tindakan buruk kaum beragama
Subjek banyak membaca artikel, melihat berbagai macam tindakan orang islam yang selalu
mengatasnamakan tuhan
membuat subjek semakin setuju dengan pandangan ilmu
pengetahuan dan membuat subjek semakin ragu
W2.A.P.06062016.J22
1
Menurut subjek, orang beragama banyak yang munafik dan tidak menunjukkan kebaikan yang diajrakan agama
W2.A.P.06062016.J82
(9)
Rekonstruksi 1 data 3
No Analisa tematik
Analisa dan koding
Jumlah kemunculan
1 Doubt
Subjek tidak menjalakan ritual agama ketika mulai ragu dengan eksistensi tuhan
W3.A.P.12062016.J22
1
2 Perkembangan sains
Banyak faktor yang membuat keraguan subjek semakin dalam, dari membaca, melihat
perdebatan soal agama, dan subjek setuju dengan gaya berfikir ilmu pengetahuan dalam memandang dunia
W3.A.P.12062016.J2
1
Ilmu pengetahuan memberikan logika yang dapat diterima dan masuk akal W3.A.P.12062016.J4
1 Menurut subjek, suatu teori,
klaim itu memerlukan bukti yang kuat, dan alasan alasan yang logis, agama tidak meberikan hal tersebut W3.A.P.12062016.J6
1
Ilmu pengetahuan memberikan bukti dan alasan terbentuknya sesuatu, agama tidak menyajikan itu W3.A.P.12062016.J10 1 3 Intimidasi secara intelektual
Banyak faktor yang membuat keraguan subjek semakin dalam, dari membaca, melihat
perdebatan soal agama, dan subjek setuju dengan gaya berfikir ilmu pengetahuan dalam memandang dunia
W3.A.P.12062016.J2
1
Ilmu pengetahuan memberikan logika yang dapat diterima dan masuk akal W3.A.P.12062016.J4
1 Menurut subjek, suatu teori,
klaim itu memerlukan bukti yang kuat, dan alasan alasan yang logis, agama tidak meberikan hal tersebut W3.A.P.12062016.J6
1
Subjek memandang teori yang disampaikan agama itu sebagai sebuah kesombongan
W3.A.P.12062016.J8
1
(10)
Ilmu pengetahuan memberikan bukti dan alasan terbentuknya sesuatu, agama tidak menyajikan itu W3.A.P.12062016.J10
1 Subjek merasa tidak ada gunanya
berdebat, tetapi diskusi dan bertukar informasi memberikan manfaat W3.A.P.12062016.J66
1
Biasanya subjek berdiskusi diforum online
W3.A.P.12062016.J70
1 Subjek juga sering berdiskusi
dengan teman-temannya W3.A.P.12062016.J72
1 Subjek membuat setiap
kesimpulannya berdasarkan asumsi sendiri yang didukung dari berbagai fakta dan informasi yang dia terima
W3.A.P.12062016.J82
1
4 Tantangan yang dihadapi
Subjek memakai topeng agama ketika berada dilingkungan keluarga W3.A.P.12062016.J28
4 Subjek memakai topeng agama
ketika berada dilingkungan umum W3.A.P.12062016.J30 Tidak semua orang bisa menerima paham ateis W3.A.P.12062016.J32
1 Subjek takut mengecewakan
kedua orang tuanya jika mereka tau paham yang dianut subjek W3.A.P.12062016.J38
2
Subjek mendapat penilaian negatif dari beberapa kelompok-kelompok agama tertentu W3.A.P.12062016.J46
3 Subjek mendapat penilaian
negatif dari kelompok tertentu seperti pengurus musola dikampus, pengurus organisasi kristen dikampus
W3.A.P.12062016.J48
Menurut subjek, ateis mendapat penilaian negatif dari kelompok agama tertentu, bahkan mungkin ada yang menjauhi ateis
W3.A.P.12062016.J50
Subjek sering diajak adu argumen
(11)
paham tertentu
W3.A.P.12062016.J60 Subjek sring diajak berdebat mengenai agama dan
pemahamannya
W3.A.P.12062016.J62
Subjek merasa canggung ketika orang yang tidak mengetahui paham subjek bertanya kenapa dia tidak menjalankan ritual agama W3.A.P.12062016.J84
1
Akan sulit menemukan pasangan hidup yang sepaham dengan subjek W3.A.P.12062016.J92
1 Subjek pernah ditinggal oleh
pacarnya karena paham yang dianut subjek
W3.A.P.12062016.J94
1 Menurut subjek, memakai topeng
agama memang harus dilakukannya
W3.A.P.12062016.J96
Subjek akan kesulitan memilih pasangan hidup
W3.A.P.12062016.J98
Menurut subjek lebih baik dia memakai topeng agama daripada harus mengecewakan orang-orang yang dia sayangi W3.A.P.12062016.J102 Subjek tidak akan pernah jujur samapai dia siap untuk
melakukannya
W3.A.P.12062016.J104
1
(12)
Rekonstruksi 1 data 4
No Analisa tematik
Analisa dan koding
Jumlah kemunculan
1 detachment
Subjek merasa takut ketika dirinya mulai meragukan eksistensi Tuhan, ia merasa doktrin mengenai agama yang disampaikan orang tuanya menyebabkan hal tersebut W4.A.P.14062016.J2
1
Subjek merasa berdosa ketika mempertanyakan eksistensi Tuhan W4.A.P.14062016.J4
1 Subjek berusaha mencari
jawaban dari keraguannya W4.A.P.14062016.J6
1 Subjek menemukan jawabannya
berdasarkan kesimpulan sendiri W4.A.P.14062016.J8
1 Banyak sumber yang membuat
subjek menarik kesimpulan sendiri W4.A.P.14062016.J10
1
2 dissociation
Subjek menjalankan kehidupannya dengan cara humanis tanpa ada sosok yang harus ditakuti dan tanpa ada keterikatan aturan agama W4.A.P.14062016.J12
1
3 transition
Subjek bergabung dengan komunitas ateis online sebelum dia memutuskan jadi ateis W4.A.P.14062016.J16
1 Subjek memandang positif
orang-orang yang bergabung didalam komunitas ateis online W4.A.P.14062016.J18
1
Subjek merasa nyaman bergabung didalamnya W4.A.P.14062016.J20
2 Subjek merasa nyaman
bergabung didalamnya W4.A.P.14062016.J22
4 declaration
Subjek merasa legah setelah memutuskan jadi ateis dan tidak terbuka terhadap masyarakat mengenai paham yang dianut W4.A.P.14062016.J2
(13)
5 Orang tua dan cara asuh
Subjek merasa takut ketika dirinya mulai meragukan eksistensi Tuhan, ia merasa doktrin mengenai agama yang disampaikan orang tuanya menyebabkan hal tersebut W4.A.P.14062016.J2
1
Ketika masih beragama, subjek menjalankan perintah agama karena merasa itu kewajibannya W4.A.P.14062016.J32
1
Orang tua tidak memaksakan ajaran agamanya
W4.A.P.14062016.J34
1 Subjek sempat merasa terpaksa
menjalankan perintah agama yang diajarkan orang tua W4.A.P.14062016.J36
1 Lama-kelamaan subjek terbiasa
dengan ajaran agama yang diajarkan orang tua subjek W4.A.P.14062016.J38
1
Subjek melaksanakan ajaran agama sewaktu masa kecil dan sempat penasaran dengan eksistensi tuhan W4.A.P.14062016.J40 1 6 Intimidasi secara intelektual
Banyak sumber yang membuat subjek menarik kesimpulan sendiri W4.A.P.14062016.J10
1
7 Tantangan yang dihadapi
Menurut subjek, terbuka didepan umum mengenai paham yang dianut akan sulit diterima dimasyarakat
W4.A.P.14062016.J26
1
Subjek memakai topeng agama ketika berada didepan umum dan akan terbuka ketika berada didepan orang yang subjek anggap dapat menerima pemikiran subjek W4.A.P.14062016.J28
1
(14)
Rekonstruksi 1 data 5
No Analisa tematik Analisa dan koding Jumlah kemunculan
1 Orang tua dan cara asuh
Orang tua tetap mengajarkan ilmu agama kepada subjek
W5.A.P.21062016..J2
1 Orang tua memberikan hukuman
kepada subjek ketika subjek tidak menjalankan ibadah
W5.A.P.21062016.J4
1
Subjek mengerjakan ibadah secara
terpaksa W3.A.P.12062016.J6 2
Subjek terpaksa beribadah sebagai bentuk hormatnya terhadap orang tua W5.A.P.21062016.J8
2 Perkembangan sains
Internet sangat mempengaruhi pemikiran subjek
W5.A.P.21062016.J32
1 Subjek merasa bebas
mengungkapkan apa saja
diinternet W5.A.P.21062016.J34
1 Subjek mencari sumber yang bisa
dipercaya untuk menjelaskan informasi yang diterimanya dari internet W5.A.P.21062016.J40 1 3 Intimidasi secara intelektual
Banyak jenis artikel yang dibaca oleh subjek
W5.A.P.21062016.J42
2 Artikel yang dibaca oleh subjek
juga banyak mempengaruhi subjek W5.A.P.21062016.J44 Biasanya informasi yang diterima subjek mengenai ateis dikemas secara logic dan masuk akal W5.A.P.21062016.J46 1 4 Kemunafikan, ketidakadilan dan tindakan buruk oleh orang beragama
Ada juga guru subjek yang tidak toleran terhadap agama lain W5.A.P.21062016.J14
2 Subjek memandang tindakan guru
yang membanding-bandingkan agama sebagai suatu tindakan yang tidak toleran
W5.A.P.21062016.J16
Subjek menjadi punya pemikiran yang memandang kalau
kemungkinan setiap agama melakukan tindakan yang sama yaitu tidak toleran
(15)
W5.A.P.21062016.J18
5 Tantangan yang dihadapi
Subjek tidak akan pernah terbuka secara langsung mengenai
pemahamannya sampai
pemahaman mengenai ateis bisa ditermia oleh setiap orang W5.A.P.21062016.J50
1
Menurut subjek pemahaman mengenai ateis tidak akan pernah diterima oleh semua orang dan agama W5.A.P.21062016.J52
1 Subjek akan merasa kesulitan
berada dilingkungan baru karena pemahamannya belum tentu dapat diterima dilingkungan baru
W5.A.P.21062016.J54
1
(16)
Rekonstruksi 1 data 6
No Analisa tematik
Analisa dan koding
Jumlah kemunculan
1
deteachment
Banyak timbul pertanyaan dibenak subjek yang tidak bisa dijawab subjek yang semakin membuat subjek penasaran W6.A.P.24062016.J56
1
2 Transision
Subjek dapat mempelajari apa saja yang berkaitan dengan ateis dan agama dari komunitas online tersebut W6.A.P.24062016.J34
1
Subjek bergabung untuk mencari orang yang sependapat dengan dia dan untuk lebih memahami mengenai ateis itu sendiri W6.A.P.24062016.J32
1
Subjek bergabung dikomunitas online ateis
W6.A.P.24062016.J28
1
3 declaration
Subjek merasa tidak nyaman dengan ritual agama ketika sudah menjadi ateis
W6.A.P.24062016.J2
1
4 Perkembangan sains
Subjek bergabung dikomunitas online ateis
W6.A.P.24062016.J28
1 Subjek dapat mempelajari apa
saja yang berkaitan dengan ateis dan agama dari komunitas online tersebut W6.A.P.24062016.J34
2
Subjek mendapatkan informasi dari internet
W6.A.P.24062016.J36 Internet bisa mempertemukan orang yang sepemikiran meskipun jaraknya berjauhan, sunjek menemukan teman sepemikiran, begitu juga dengan penganut paham ateis lainnya, mereka saling bertemu di internet W6.A.P.24062016.J40
(17)
5
Intimidasi secara intelektual
Banyak masukan dari orang lain serta banyak membaca sehingga subjek mulai tidak sependapat dengan ajaran agama
W6.A.P.24062016.J10
1
Subjek berdiskusi dengan anggota di komunitas ateis yang ada serta berdiskusi dengan orang beragama
W6.A.P.24062016.J12
2
Diskusi tersebut banyak
mempengaruhi pemikiran subjek mengenai agama
W6.A.P.24062016.J14 Subjek memiliki tokoh idola yang merupakan seorang ateis bernama bill
W6.A.P.24062016.J42
1 Menurut bill, kalau orang
beragama seharusnya tidak boleh menyusahkan orang lain
W6.A.P.24062016.J46
3
Seseorang tidak seharusnya memaksa orang lain untuk mengikuti agamanya W6.A.P.24062016.J48 Tidak ada gunanya beragama kalau sampai membuat susah orang lain W6.A.P.24062016.J50 Subjek ragu bukan karna orang lain, tetapi karena memang pemikiran subjek sendiri W6.A.P.24062016.J64
1
Berdiskusi di komunitas ateis dan beberapa teman, membuat subjek semakin kental terhadap konsep ateis
W6.A.P.24062016.J70
1
Subjek pernah bertanya kepada ahli agama mengenai pertnyaan-pertanyaan yang membuat subjek penasaran W6.A.P.24062016.J74 1 6 Kemunafikan, ketidakadilan, dan tindakan buruk oleh orang beragama
Ritual agama, tindakan orang beragama, menjadi alasan subjek menjadi seorang ateis
W6.A.P.24062016.J26
1
(18)
7 Tantangan yang dihadapi
Dalam memilih pasangan, subjek tidak mencari status yang sama dengan dirinya mengenai konsep ketuhanan
W6.A.P.24062016.J80
1
Subjek akan menyembunyikan paham dari pasangannya W6.A.P.24062016.J82
1 Subjek akan mengikuti status
yang di bawa oleh pasangannya W6.A.P.24062016.J84
(19)
Rekonstruksi 2
No Analisa Tematik Analisa/Koding Jumlah
Kemunculan
1 Makna Ateis W1.A.P.21032016.J2
W1.A.P.21032016.J4 W1.A.P.21032016.J6 W1.A.P.21032016.J10 W1.A.P.21032016.J12 W1.A.P.21032016.J14 6
2 Deteachment W1.A.P.21032016.J14
W1.A.P.21032016.J16 W1.A.P.21032016.J22 W1.A.P.21032016.J34 W1.A.P.21032016.J82 W1.A.P.21032016.J84 W1.A.P.21032016.J86 W1.A.P.21032016.J88 W1.A.P.21032016.J90 W2.A.P.06062016.J2 W2.A.P.06062016.J4 W2.A.P.06062016.J6 W2.A.P.06062016.J10 W2.A.P.06062016.J18 W2.A.P.06062016.J24 W2.A.P.06062016.J26 W2.A.P.06062016.J30 W2.A.P.06062016.J34 W3.A.P.12062016.J22 W4.A.P.14062016.J2 W4.A.P.14062016.J4 W4.A.P.14062016.J6 W4.A.P.14062016.J8 W4.A.P.14062016.J10 W6.A.P.24062016.J56 25
3 Doubt W1.A.P.21032016.J52
W1.A.P.21032016.J54 W1.A.P.21032016.J96 W2.A.P.06062016.J16 W2.A.P.06062016.J22 W2.A.P.06062016.J36 W2.A.P.06062016.J38 W2.A.P.06062016.J46 W2.A.P.06062016.J48 W2.A.P.06062016.J52 W2.A.P.06062016.J54 11
(20)
4 Dissociation W1.A.P.21032016.J110 W2.A.P.06062016.J58 W2.A.P.06062016.J62 W2.A.P.06062016.J64 W2.A.P.06062016.J68 W2.A.P.06062016.J70 W2.A.P.06062016.J72 W2.A.P.06062016.J76 W4.A.P.14062016.J12 9
5 Transision W2.A.P.06062016.J86
W2.A.P.06062016.J88 W2.A.P.06062016.J92 W2.A.P.06062016.J98 W2.A.P.06062016.J102 W2.A.P.06062016.J106 W4.A.P.14062016.J16 W4.A.P.14062016.J18 W4.A.P.14062016.J20 W4.A.P.14062016.J22 W6.A.P.24062016.J34 W6.A.P.24062016.J32 W6.A.P.24062016.J28 13
6 Declaration W1.A.P.21032016.J10
W1.A.P.21032016.J12 W1.A.P.21032016.J108 W1.A.P.21032016.J20 W1.A.P.21032016.J112 W2.A.P.06062016.J108 W4.A.P.14062016.J2 W6.A.P.24062016.J2 8
7 Orang Tua dan Cara Asuh W1.A.P.21032016.J82
W1.A.P.21032016.J92 W1.A.P.21032016.J94 W1.A.P.21032016.J130 W2.A.P.06062016.J4 W4.A.P.14062016.J2 W4.A.P.14062016.J32 W4.A.P.14062016.J34 W4.A.P.14062016.J36 W4.A.P.14062016.J38 W4.A.P.14062016.J40 W5.A.P.21062016..J2 W5.A.P.21062016.J4 W3.A.P.12062016.J6 W5.A.P.21062016.J8 15
8 Perkembangan Sains W1.A.P.21032016.J8
W1.A.P.21032016.J96 W1.A.P.21032016.J98 W2.A.P.06062016.J14 W2.A.P.06062016.J22
(21)
W2.A.P.06062016.J36 W3.A.P.12062016.J2 W3.A.P.12062016.J4 W3.A.P.12062016.J6 W3.A.P.12062016.J10 W5.A.P.21062016.J32 W5.A.P.21062016.J34 W5.A.P.21062016.J40 W6.A.P.24062016.J28 W6.A.P.24062016.J34 W6.A.P.24062016.J36 W6.A.P.24062016.J40 9 Intimidasi Secara Intelektual W1.A.P.21032016.J8
W1.A.P.21032016.J42 W1.A.P.21032016.J100 W1.A.P.21032016.J102 W3.A.P.12062016.J2 W3.A.P.12062016.J4 W3.A.P.12062016.J6 W3.A.P.12062016.J8 W3.A.P.12062016.J10 W3.A.P.12062016.J66 W3.A.P.12062016.J70 W3.A.P.12062016.J72 W3.A.P.12062016.J82 W4.A.P.14062016.J10 W5.A.P.21062016.J42 W5.A.P.21062016.J44 W5.A.P.21062016.J46 W6.A.P.24062016.J10 W6.A.P.24062016.J12 W6.A.P.24062016.J14 W6.A.P.24062016.J42 W6.A.P.24062016.J46 W6.A.P.24062016.J48 W6.A.P.24062016.J50 W6.A.P.24062016.J64 W6.A.P.24062016.J70 W6.A.P.24062016.J74 27
10 Kejahatan, Rasa Sakit dan Penderitaan 11 Kemunafikan, Ketidakadilan, dan Tindakan
Buruk oleh Orang Beragama
W1.A.P.21032016.J20 W1.A.P.21032016.J24 W1.A.P.21032016.J26 W1.A.P.21032016.J28 W1.A.P.21032016.J52 W1.A.P.21032016.J54 W1.A.P.21032016.J58 W1.A.P.21032016.J106 W2.A.P.06062016.J22 W2.A.P.06062016.J82 14
(22)
W5.A.P.21062016.J14 W5.A.P.21062016.J16 W5.A.P.21062016.J18 W6.A.P.24062016.J26
12 Tantangan yang dihadapi W1.A.P.21032016.J122
W1.A.P.21032016.J124 W1.A.P.21032016.J126 W1.A.P.21032016.J128 W1.A.P.21032016.J134 W1.A.P.21032016.J138 W3.A.P.12062016.J28 W3.A.P.12062016.J30 W3.A.P.12062016.J32 W3.A.P.12062016.J38 W3.A.P.12062016.J46 W3.A.P.12062016.J48 W3.A.P.12062016.J50 W3.A.P.12062016.J60 W3.A.P.12062016.J62 W3.A.P.12062016.J84 W3.A.P.12062016.J92 W3.A.P.12062016.J94 W3.A.P.12062016.J96 W3.A.P.12062016.J98 W3.A.P.12062016.J102 W3.A.P.12062016.J104 W4.A.P.14062016.J26 W4.A.P.14062016.J28 W5.A.P.21062016.J50 W5.A.P.21062016.J52 W5.A.P.21062016.J54 W6.A.P.24062016.J80 W6.A.P.24062016.J82 W6.A.P.24062016.J84
(23)
Tahap 1
detachment
Mempertanyakan asal Tuhan
Bagaimana Tuhan menciptakan bumi
Merasa berdosa dengan keraguan
tersebut Merasa bersalah
dengan keraguan tersebut Merasa takut
dengan keraguan tersebut
Mulai ragu dengan eksistensi
Tuhan
Pada saat SMP
Subjek berusaha menghilangkan pikiran buruknya
tentang Tuhan
Subjek tetap berusaha berusaha mencari
jawabannya
Menemukan jawaban dari berbagai sumber
dan kesimpulan sendiri Masih
menjalankan ritual agama
(24)
Tahap 2
Doubt
Keraguan subjek semakin dalam
Tidak menjalankan ritual agama lagi
Pandangan agama
Memberiakan bukti dan alasan yang masuk akal
Pandangan ilmu pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi
Dampak yang dialami
Memakai topeng agama dan Harus menjalankan ritual agama dengan terpaksa jika berada dilingkungan keluarga
Merasa canggung jika ditanya mengapa tidak menjalankan solat dll
Menghindar jika ditanyai mengenai
solat dll Sulit
diterima akal sehat
Subjek tidak nyaman dan menolak ajaran
(25)
Tahap 3 Dissociation
Merasa Bebas dari Ajaran Agama
Bebas melakukan
apa saja Bebas
memikirkan apa saja
Tidak merasa berdosa lagi
Menjalani hidup dengan cara
humanis
Berbuat baik Saling
menolong sesama manusia
Tidak mlakukan
hal yang merugikan
orang lain
Tidak memiliki acuan atau patokan hidup, menjalani hidup
berdasarkan apa yang dipikirkan dan dirasakan
Pada saat sma
Subjek masih percaya tuhan tetapi tidak menanamkan ajaran
agama manapun dan telah memisahkan diri dari agama
islam
(26)
Tahap 4 Transision
Mencari tempat yang
sesuai dengan pemikiran
subjek
Mengikuti dan Bergabung dengan
komunitas ateis online
Ateis Indonesia
ABAM Subjek merasa nyaman
berada didalamnya dan memandang positif komunitas tersebut
Mempunyai pertanyaan yang
sama
Mempunyai asumsi yang sama
Mempunyai jawaban yang
sama Subjek
belum menjadi seorang ateis
(27)
Tahap 5
Declaration
Subjek mengakui dirinya sebagai
seorang ateis agnostik
Pada Masa Kuliah
Perasaan subjek merasa lebih legah
Melakukan sesuatu bukan karena ada yang
ditakuti
Banyak hambatan yang dihadapi
Tidak memiliki pedoman hidup seperti kitab suci
agama yang memaksa
tidak berani terbuka terhadap orang tua dan keluarga
Mendapatkan atau mencapai sesuatu bukan karena ada
sosok seperti Tuhan yang memberi, tetapi
murni usaha sendiri Hal positif yang
dialami
Hal negatif yang dialami
pemilihan pasangan hidup
menjadi musuh kaum beragama yang ekstrimis
akan mengalami kesulitan
dilingkungan baru
(28)
Faktor Penyebab
Orang Tua dan Cara Asuh Mengajarkan agama pada umumnya Sholat, mengaji, puasa, dll Perkembangan Sains Kemajuan tekhnologi Perkembangan internet
Aktif di media sosial Paling mempengar-uhi Intimidasi Secara Intelektual Mengenali tokoh-tokoh ateis Membaca artikel mengenai ateis Mempertanyakan konsep ketuhanan Bergabung dan menjadi anggota komunitas ateis secara online
Bertanya pada ustad dan ahli agama
Kemunafikan, Ketidakadilan, dan tindakan Buruk dari
Kaum Beragama Tidak nyaman dengan kaum beragama yang selalu mengatasnama kan Tuhan Kecewa terhadap perilaku anarkis kaum beragama Seharusnya orang beragama tidak menyusahkan orang lain Bill Maher
Artikel sins, gaya hidup, filosofi, dll
Bom bunuh diri Memaksakan hukum harus sesuai dengan yang diajarkan agama Memandang dunia hanya dari perspektif agama Subjek merasa terpaksa mengik-uti ajaran agama
(29)
Tantangan yang dihadapi
Tantangan yang dihadapi
Keterbukaan terhadap orang tua
Takut mengecewakan
orang tua
Kesulitan berada di lingkungan
baru
Mencari orang yang sepaham atau
bisa memahami subjek
Untuk dapat menemukannya harus terbuka dulu
Menjadi musuh kaum beragama tidak menyukai paham
ateis dijauhi
Sering diajak beradu argumen
Mendapat prasangka buruk
atau penilaian negatif
Pemilihan pasangan hidup
Tidak sepaham
sepaham
Tidak terbuka, tidak
jujur
Sulit mencari yang sepaham
(30)
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
Pembukaan Wawancara (Opening)
Membangun Raport
Mengungkapkan tujuan wawancara dilakukan.
Meminta izin subjek untuk merekam proses wawancara
Isi Wawancara (Body)
Konsep Tuhan Konsep Agama Konsep Ateis
Proses Menuju Ateis o Detachment o Doubt o Dissociation o Transision o declaration Penyebab
Hambatan
Penutupan Wawancara
(Closing)
Pengantar mengakhiri wawancara
Menanyakan kesediaan subjek apabila diwawancarai kembali
(31)
(32)
64 DAFTAR PUSTAKA
Adam , Sumarlin;. (2015). Pendidikan Humanis Dalam Perspektif Islam (Konsep dan Implementasinya dalam Belajar Mengajar). Manajemen Pendidikan Islam, 128-144.
Armstrong, K. (1993). History of God. New York: Ballantine Books.
Cliteur, Paul. (2009). The Definition of Atheism. Journal of Religion and Society, The Kripke Centre.
Gora. (1979). Positive Atheism. Wijayawada: Atheist Centre.
Haryanto, D. S. (2015). sosiologi agama. yogyakarta: ar-ruzz media.
Krueger, Julie. (2013). The Road to Disbelief: A Study of the Atheist De-ConversionProcess. UW-L Journal of Undergraduate Research XVI.
Lynn, R. Harvey, J. & Neyborg, H. (2009). Average intelligence predicts atheism rates across 137 nations. Intelligence, pp. 11-15
P.K, Soedewo. (2007). Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah.
Ph.D, Moh. Nazir;. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Poerwandari, E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif Untuk Perilaku Manusia. Depok: LPSP3 UI.
Repstad & Furseth, I. (2006). An Introduction to the sociology of Religion Classical and Contemporary Perspectives. Burlington: Ashgate Publishing Company.
Smith, George. H. (2003). The Case Againt God. New York: Promotheus Books. Streib, H. Klein, C. (2013). Atheists, Agnostic, and Apostate. APA Handbooks in
Psychology, Religion and Spirituality: Vol 1.
Taylor, E. B. (1974). Primitive Culture: Researches into The Development of Mithology, Philosgopy, Religion, Art, and Custom. New York: Gordon Press. First Published in 1871
Thompson, Berth (2004). The Many Faces, Causes of Unbelief. Montgomery, Alabama: Apologetics Press, Inc.
Zuckerman, P. (2007). Atheism: Contemporary Numbers and Patterns. In M. Martin (Ed). The Cambridge Companion to Atheism. Cambridge: Cambridge University Press.
(33)
65 http://www.Globalmuslim.web.id. Diakses pada 7 Desember 2015.
http://www.bbc.cu.uk. Diakses pada 18 Januari 2016. http://www.Tribunnews.com. Diakses pada 22 juli 2016
(34)
21 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan suatu studi atau penelitian, seorang peneliti dapat menggunakan berbagai jenis pendekatan ilmiah. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang sering dipakai dalam bidang studi atau penelitian tentang manusia dan berbagai bentuk tingkah lakunya. Pendekatan ini digunakan karena banyak perilaku manusia yang sulit dikuantifikasikan, apalagi penghayatan terhadap berbagai pengalaman pribadi (Poerwandari, 2007).
Penelitian mengenai pengambilan keputusan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study). Menurut Maxfield (1930), studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari suatu keseluruhan individu atau personalitas (dalam Nazir, 1988). Studi kasus merupakan fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas (Poerwandari, 2007). Dalam hal penelitian ini untuk memahami proses, faktor-faktor penyebab serta tantangan yang dihadapi penganut paham ateisme di Indonesia.
(35)
22 B. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara dilakukan dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, satu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Banister dkk dalam Poerwandari, 2007).
C. Subjek Penelitian
1. Karakteristik Subjek.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, karakteristik subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Individu yang telah mengindentifikasi dan menyatakan bahwa dirinya seorang ateis.
b. Individu yang telah memasuki masa dewasa awal (diatas 18 tahun).
2. Jumlah Subjek.
Prosedur penentuan jumlah subjek penelitian dalam penelitian kualitatif menurut Sarankatos (dalam Poerwandari, 2007) memiliki karakteristik berikut ini: (1) tidak ditentukan secara kaku sejak awal tetapi dapat berubah, baik dalam hal jumlah maupun karakteristik subjek, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian; (2) tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti
(36)
23 jumlah maupun peristiwa random) melainkan pada kecocokan konteks; (3) subjek tidak diarahkan pada jumlah yang besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian. Banister dkk, (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa dengan fokusnya pada kedalaman proses, penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit.
3. Prosedur Pengambilan Subjek
Keberadaan seorang Ateis sulit untuk diketahui karena tidak bisa dilihat secara langsung. Mereka juga sangat menjaga privasinya dan sulit untuk membuka status mereka. Mereka biasanya hanya mau terbuka pada sesamanya yang memang juga sudah mereka kenal. Oleh karena itu, peneliti menggunakan teknik theory-based, yaitu sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sampel sungguh-sungguh mewakili fenomena yang dipelajari.
D. Alat Bantu Pengumpulan Data
Menurut Poerwandari (2007) penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data, hingga analisis, menginterpretasikan dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua alat bantu, yaitu :
(37)
24
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2. Alat Perekam
Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap persiapan penelitian, peneliti menggunakan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian (Moleong, 2006), sebagai berikut :
a. Mengumpulkan data
Peneliti mengumpulkan berbagai informasi, studi literatur, dan teori-teori yang berhubungan dengan ateis.
(38)
25
b. Menyusun pedoman wawancara
Pedoman wawancara disusun agar wawancara yang dilakukan tidak terlalu menyimpang dari tujuan penelitian, peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan teori yang telah dipaparkan di BAB II
c. Persiapan untuk mengumpulkan data
Peneliti mengumpulkan informasi tentang calon subjek dari para informan serta forum Ateis untuk memastikan bahwa calon subjek tersebut telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan berdasarkan teori. Setelah mendapatkannya, peneliti menghubungi calon responden untuk menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan dan menanyakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian.
d. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara
Setelah informasi terkumpul, peneliti mendatangi subjek untuk menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan dan menanyakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian. Setelah memperoleh kesediaan dari subjek penelitian, peneliti membuat janji bertemu dengan subjek dan berusaha membangun rapport yang baik dengan subjek.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, peneliti memasuki beberapa tahap pelaksanaan penelitian, antara lain:
(39)
26
a. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara
Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan subjek. Konfirmasi ulang ini dilakukan beberapa hari sebelum wawancara dilakukan dengan tujuan agar memastikan subjek dalam keadaan sehat dan tidak berhalangan dalam melakukan wawancara.
b. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara
Peneliti melakukan proses wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya.
c. Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk
transkrip verbatim
Setelah proses wawancara selesai dilakukan dan hasil wawancara telah diperoleh, peneliti kemudian memindahkan hasil wawancara ke dalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti melakukan koding dengan membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2007).
d. Melakukan analisa data
Bentuk transkrip verbatim yang telah selesai dibuat kemudian dibuatkan salinannya, peneliti kemudian menyusun dan menganalisa data dari hasil transkrip wawancara yang telah dikoding menjadi sebuah
(40)
27 narasi yang baik dan menyusunnya berdasarkan alur pedoman wawancara yang digunakan saat wawancara.
e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran
Setelah analisa data selesai dilakukan, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab rumusan permasalahan. Kemudian peneliti menuliskan diskusi berdasarkan kesimpulan dan data hasil penelitian. Setelah itu, peneliti memberikan saran-saran sesuai dengan kesimpulan, diskusi dan data hasil penelitian.
3. Tahap Pencatatan Data
Untuk memudahkan pencatatan data, peneliti menggunakan alat perekam sebagai alat bantu agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin kepada subjek untuk merekam wawancara yang akan dilakukan dengan tape recorder. Dari hasil rekaman ini kemudian akan ditranskripsikan secara verbatim untuk dianalisa. Transkrip adalah salinan hasil wawancara dalam bentuk rekaman suara yang dipindahkan ke dalam bentuk ketikan di atas kertas atau disebut juga dengan verbatim.
Setelah seluruh pencatatan data telah selesai, langkah selanjutnya adalah membuat koding data berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian. Hasil koding tersebut berguna untuk memudahkan peneliti dalam menganalisa dan menginterpretasikan data yang diperoleh.
(41)
28 Berikut contoh koding yang digunakan: W1.A.L.12092015.J2. W1 berarti wawancara yang pertama kali; A merupakan kode untuk inisial subjek; L berarti jenis kelamin subjek; 12092015 berarti tanggal dan wawancara dilaksanakan; J2 berarti kutipan jawaban yang tertera pada verbatim.
F. Prosuder Analisa Data
Beberapa tahapan dalam menganalisis data ku alitatif menurut Poerwandari (2007), yaitu:
1. Koding
Koding adalah proses membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Semua peneliti kualitatif menganggap tahap koding sebagai yang penting, meskipun peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya. Pada akhirnya, penelitilah yang berhak (dan bertanggung jawab) memilih cara koding yang dianggapnya paling efektif bagi data yang diperolehnya (Poerwandari, 2007).
2. Organisasi Data
Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk :
(42)
29 a. Memperoleh data yang baik.
b. Mendokumentasikan analisis yang dilakukan.
c. Menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian.
Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah (catatan lapangan dan kaset hasil rekaman), data yang sudah diproses sebagiannya (transkrip wawancara), data yang sudah ditandai/dibubuhi kode-kode khusus dan dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis.
3. Analisis Tematik
Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan “pola” yang pihak lain tidak bisa melihatnya secara jelas. Pola atau tema tersebut tampil seolah secara acak dalam tumpukan informasi yang tersedia. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema, atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal di antara gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan interpretasi fenomena.
4. Tahapan Interpretasi
Kvale (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus
(43)
30 mendalam. Ada tiga tingkatan konteks interpretasi yang diajukan Kvale (dalam Poerwandari, 2007), yaitu pertama, konteks interpretasi pemahaman diri (self understanding) terjadi bila peneliti berusaha memformulasikan kedalam bentuk yang lebih padat (condensed) aspek yang oleh subjek penelitian sendiri dipahami sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya. Hal ini peneliti lakukan dengan memindahkan hasil wawancara kedalam bentuk verbatim tertulis. Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis (critical commonsense understanding) terjadi bila peneliti berpijak lebih jauh dari pemahaman diri subjek penelitiannya. Ketiga, konteks interpretasi pemahaman teoritis. Konteks pemahaman teoritis adalah konteks yang paling konseptual. Pada tingkat ketiga ini, kerangka teoritis tertentu digunakan untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri subjek ataupun penalaran umum.
5. Pengujian Terhadap Dugaan
Dugaan adalah kesimpulan sementara. Dalam penelitian kualitatif dugaan muncul setelah data-data wawancara dikumpulkan. Dengan mempelajari data, kita mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang dikembangkan tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya dengan mencari data yang memberikan gambaran berbeda dari dugaan yang muncul tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan upaya mencari penjelasan yang berbeda-beda mengenai data yang sama.
(44)
31 G. Kredibilitas Penelitian
Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007). Menurut Poerwandari (2007), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi yang kompleks. Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, yaitu dengan:
1. Melakukan pemilihan sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian.
2. Membangun rapport dengan subjek agar ketika proses wawancara berlangsung subjek dapat lebih terbuka menjawab setiap pertanyaan dan suasana tidak kaku pada saat wawancara.
3. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya.
4. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat.
5. Selama wawancara, peneliti menanyakan kembali beberapa pertanyaan yang dirasa butuh penjelasan yang lebih dalam lagi pada wawancara berikutnya untuk memastikan keakuratan data subjek.
6. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam pengumpulan data di lapangan. Hal ini memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang subjek penelitian.
(45)
32 7. Melibatkan teman sejawat, dosen pembimbing, dan dosen yang ahli dalam bidang kualitatif untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik mulai awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hasil penelitian. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti.
(46)
33 BAB IV
DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan diisi dengan uraian hasil analisa data wawancara yang telah dilakukan selama pengambilan data penelitian. Hasil yang didapat dari penelitian ini akan dianalisa agar dapat memperjelas bagaimana proses menuju paham ateis serta faktor penyebab dan tantangan yang dihadapi penganut paham ateisme.
A. Deskripsi Data
1. Latar Belakang Subjek
Subjek merupakan seorang mahasiswa yang kuliah di Universitas Sumatera Utara Medan. subjek merupakan seorang ateis yang memiliki background agama Islam. subjek adalah seseorang yang bersuku mandailing dan bersusia 23 tahun. Kedua orang tua subjek merupakan seorang penganut Islam yang taat. Ibu subjek merupakan seorang ibu rumah tangga, sedangkan ayah subjek merupakan seorang dokter di militer. Subjek merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara. Akan tetapi subjek terlihat ingin dipandang sebagai seorang yang lebih tua atau sangat dewasa, hal ini terlihat dari wajah subjek yang ditumbuhi jambang, janggut dan kumis yang cukup lebat.
Subjek jika dilihat sekilas terlihat sebagai orang yang pemikir dan bersahabat. Hal ini dilihat dari ekspresi subjek yang sering mengernyitkan dahi dan sangat mudah bercerita ketika diberikan pertanyaan, selama peneliti membangun hubungan dengan subjek, terlihat jelas bahwa Subjek memiliki banyak teman dikampusnya. Meskipun banyak orang yang sudah tahu status subjek sebagai seorang ateis, akan tetapi terlihat bahwa kebanyakan teman-teman
(47)
34
dari subjek tidak mempermasalahkan status subjek dan tetap menjalin hubungan seperti biasa dengan subjek.
Ketika berkomunikasi, subjek berbicara dengan volume suara yang cukup kecil dengan Kecepatan bicara yang tidak stabil, ada saat dimana ia berbicara sangat lambat ada saat ia berbicara lumayan cepat. Waktu ia merespon untuk menjawab juga variatif, ada saat dimana ia dapat langsung merespon dan ada juga saat ia harus berfikir lama.
2. Analisa Data Subjek a. Detachment
Sebelum memutuskan untuk menjadi ateis, banyak proses yang dialami partisipan dalam menjalani kehidupannya. Bermula dari rasa penasaran subjek mengenai Tuhan, muncul keraguan didalam diri subjek mengenai Tuhan. Rasa penasaran itu muncul sejak subjek kecil dan diajarkan agama Islam oleh orang tua subjek. Banyak pertanyaan yang muncul dibenak subjek mengenai Tuhan pada saat itu seperti darimana asal Tuhan, bagaimana Tuhan menciptakan dunia ini dll. Tetapi subjek merasa itu hanya pertanyaan-pertanyaan biasa yang akan ditanyakan semua anak dimuka bumi ini dan subjek tidak melanjutkan pertanyaannya dan tidak mencari jawabannya. Ketika memasuki masa sekolah menengah pertama (SMP), pertanyaan yang dulu sempat membuat dia ragu dan dia lupakan kini kembali muncul dibenak subjek.
“hmmm gini, dulu waktu SD, waktu kecil-kecil lah, kan orang tua juga ngajarkan agama, sempat juga penasaran sama tuhankan, ya namanya juga anak-anak, nanya-nanya juga kayak mana Tuhan, tapi
(48)
35
ya itu sebatas nanya karena penasaran, bukan karena ragu. Nah waktu smp aku nanya juga soal Tuhan, sebenarnya sih ini apa ya, semacam pertanyaan lanjutan dari sd, tapi ini aku nanyanya bukan karena sebatas penasaran, tapi karena memang aku mulai ragu.”
(W2.A.P.06062016.J4) Subjek tidak tahu kenapa dia mulai ragu dan menanyakan kebenaran tentang Tuhan. Pertanyaan-pertanyaan yang membuat subjek ragu tersebut membuat subjek merasa bersalah dan berdosa. subjek berusaha menghilangkan pikiran buruknya tentang Tuhan. Pada saat itu juga subjek tetap menjalankan ritual agama seperti sholat, karena subjek merasa dirinya masih seorang muslim.
“aku ngerasa takut juga, merasa bersalah, rasanya gimana ya, merasa berdosalah, kok bisalah aku mempertanyakan tuhan, kenapalah aku ragukan tuhan”
(W2.A.P.06062016.J24) “berusahalah hilangkan pikiran-pikiran buruk tentang Tuhan, tapi ya itu, aku ngerasa kalau aku tetap ngerasa kayak gitu, pertanyaanku tidak akan terjawab, jadi aku tetap nyari jawabannya”
(W2.A.P.06062016.J26) “hmmmm tidak terlalu ingat sih, tapi ya waktu ragu itu aku mulai merasa tidak ada gunanya pun semua itu, hahaha tapi aku belum jadi ateis pada saat itu, aku tidak jalankan semua itu karena aku ragu, untuk apa sebenarnya ritual agama itu”
(W2.A.P.06062016.J18) Walaupun subjek merasa takut dan berdosa, tetapi subjek merasa harus mencari jawabannya. Keraguannya terhadap Tuhan membuat dia tidak nyaman dan terus berada pada pertanyaan yang sama sehingga dia mencari jawabannya. Subjek membaca berbagai literatur tentang Tuhan dan agama. Subjek juga bertanya kepada seseorang yang menurut dia memperlajari
(49)
36
tentang agama, tetapi subjek tidak cukup puas dengan jawaban yang dia temukan.
“dari banyak sumberlah, ya tapi tidak kayak tong sam cong yang nyari kitab suci ke barat hahaha, tapi ya baca-baca artikel, nanya-nanya pandangan orang, diskusi-diskusi, dari situ akhirnya aku punya banyak data dan aku tarik kesimpulan berdasarkan asumsiku sendiri”
(W2.A.P.06062016.J30) Subjek tidak secara langsung menemukan jawabannya, dari berbagai literatur serta data-data yang dia kumpulkan membuat subjek menemukan jawaban berdasarkan asumsinya sendiri dan menarik kesimpulan. Pandangan ilmu pengetahuan yang dia baca membuat dia semakin ragu terhadap ajaran agama yang dia terima selama ini. Subjek mulai setuju dengan berbagai pandangan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan.
b. Doubt
Berbagai macam logika yang diberikan ilmu pengetahuan, membuat subjek berpikir bahwa ilmu pengetahuanlah yang bisa menjawab keraguan dari dirinya. Berbeda dengan agama, ilmu pengetahuan memberikan setiap alasan kenapa sesuatu dapat terjadi dan memberikan bukti yang nyata, sedangkan agama dan orang beragama sering kali memberikan alasan yang memaksa dan hanya sekedar menghubung-hubungkan.
“ilmu pengetahuan itu ngasih pandangan yang masuk akal, segala sesuatu terjadi ada alasannya, sedangkan agama itu sebagian besar ngasih pandangan yang memang kebanyakan susah diterima akal sehat, dikitab-kitab juga kan seperti itu, makanya itu aku menolak ajaran agama dan kitab.”
(W2.A.P.06062016.J36)
(50)
37
Karena pandangan ilmu pengetahuan membuat subjek semakin ragu terhadap kehadiran Tuhan serta ajaran agama Islam yang dianut sebelumnya. Subjek tidak merasa puas dengan berbagai pandangan yang diberikan oleh agama. Subjek juga mulai tidak menjalankan ritual agama lagi seperti solat. Subjek merasa hal tersebut tidak ada gunya, itu hanya merupakan budaya yang dilakukan umat manusia secara turun-temurun. Bagi subjek, ritual agama hanya bermanfaat bagi orang-orang yang yakin saja.
“iya tidak ada gunanya itu, buat capek saja, tapi aku tidak eee apa yaa, aku tidak bilang ritual keagamaan itu tidak ada gunanya sebenarnya, menurutku itu bisa jadi coping stress tiap umatnya, kalau lagi stres sholat, atau ke gereja dengerin khotbah, bisa jadi coping stress, atau berdoa”
(W1.A.P.21032016.J34) Selain pandangan ilmu pengetahuan, banyak lagi hal lain yang menyebabkan keraguan subjek terhadap eksistensi Tuhan semakin dalam. Pertama, cara asuh orang tua juga merupakan salah satu faktor penyebabnya. Orang tua subjek bukan merupakan orang yang tidak peduli dan tidak mengajarkan agama kepada subjek, justru sebaliknya, orang tua subjek selalu mengajarkan agama, menyuruh solat, puasa dll. Tetapi ternyata pola asuh seperti itu bukan membuat subjek semakin taat terhadap Tuhan dan agama, justru membuat subjek semakin penasaran dan semakin ragu.
“mama aku paling sering bilang kuatlah agamanya, harus religi, selalu cerita, ngasih nasihat, disuruh solat, ya aku ikutilah semuanya, ya pada saat itu percayalah pasti, tapi gini, yang namanya, eeee... aku umur segitu, penasaran loh, aku yakin kalian pasti penah bertanya kayak gini, kau diceritakan kisah-kisah nabi, kayak nabi nuh
(51)
38
misalnya, dia ngumpuli semua binatang, tapi aku pikir sebesar apa ya sampai semua binatang, kayak mana dengan binatang seperti kanguru misalnya, atau misalnya nabi adam, kenapa ya nabi adam punya pusar”
(W1.A.P.21032016.J82) Orang tua subjek mengajarkan solat, puasa, mengaji dll, serta memperkenalkan agama kepada subjek dengan harapan subjek menjadi orang yang taat kepada agama dan Tuhannya. Pada mulanya subjek senang melakukan ritual agama. subjek merasa bangga dengan apa yan dianutnya, tetapi keraguan subjek membuat subjek menjadi merasa terpaksa melakukan ritual agama. Tetapi walaupun begitu, bagi subjek orang tua dan cara asuh orang tuanya bukan merupakan faktor penyebab yang menjadikan subjek ragu dan menjadi seorang ateis.
“iyaaa.. pasti kayak gitu, sedangkan aku merasa mereka didiknya sudah bagus, aku saja yang memilih kayak gini, iya aku merasa ini udah cocok untukku”
(W1.A.P.21032016.J128)
Tidak hanya pola asuh orang tua, hal kedua yang menyebabkannya adalah perkembangan sains. Subjek seringkali membaca berbagai artikel, melihat video tentang agama dll. Semua dia temukan melalui internet. Kemajuan tekhnologi seperti internet tidak bisa dipungkiri lagi membuat seseorang dengan mudah menerima informasi apa saja yang dibutuhkan. Bagi subjek, internet seperti tempat bermain dan belajar. Subjek menjadikan internet sebagai tempat edukasi, menggali informasi, mencari teman, bahkan sebagai sarana subjek mencari jawaban dari rasa penasarannya mengenai Tuhan selama ini. Menurut subjek, internet merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi pandangan dia terhadap Tuhan dan agama.
(52)
39
Subjek juga menyatakan bahwa internet merupakan tempat dimana agama mati.
“aku kembali mulai nanya- nanya itu, SMA, aku kenal-kenal internetlah, memang internet ini tempat matinya agama, percayalah, mulai dari berita bodoh, sampai kau bisa nyari sendiri berita atau apa yaaa, pokonya sesuatu yang dari ahlinya, itu di SMA aku kenal internet, banyaklah aku ikuti yang aneh-aneh”
(W1.A.P.21032016.J96) “karena internetlah aku mulai bertanya lagi, bukan karena internet juga, hmmm apa yaaa, karena banyak informasi yang diberikan, sampai aku merasa kayak orang aneh. Dulu aku percaya kali dengan teori konspirasi itu, kayak apa ya, kayak yang bodoh-bodoh itu kayak alien, kayak apalagi ya, kayak piramid itu, aku merasa bodoh jadinya, ya lama-lama aku merasa itu bodoh. Aku cobalah cari yang serius, aku rasa itu menarik. Muncul lagilah pertanyaan, sentilan-sentilun kayak gini, eee.. bisa gak Tuhan membelah dirinya? Bisa gak Tuhan menciptakan sesuatu yang lebih besar darinya, muncul pertanyaan kayak gitu, terus liat debat-debat di internet”
(W1.A.P.21032016.J98) “besar kalilah pengaruh internet itu buatku, betul-betul kayak orang yang pertama kali membuka pintu keluar rumah, semua terasa lebih luas dan bebas ngobrol sama semua nya, punya bacaan tanpa batas”
(W5.A.P.21062016.J32) Dari internet inilah subjek mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dimuka bumi ini menyajikan berbagai penjelasan yang logis dan masuk akal mengenai dunia ini tercipta serta isinya. Pertanyaan yang selama ini membingungkan mengenai terciptanya dunia ini mulai terjawab oleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memberikan sebuah alasan yang mudah diterima akal sehat bagaimana sesuatu dapat terjadi, tidak seperti agama yang bersifat pasif dan tidak secara logis menjelaskan sebuah alasan dari sesuatu terjadi. Agama selalu menjelaskan sesuatu berdasarkan apa yang ada dikitab suci yang
(53)
40
diimani setiap agama. Jika ditanya kepada seseorang yang beragama kenapa bumi ini tercipta, secara umum, orang beragama akan menjawab karena ada Tuhan yang menciptakan. Orang-orang beragama akan menjawab setiap pertanyaan yang sulit dijelaskan kitab suci dengan membawa nama Tuhan. Hal seperti itulah yang membuat subjek berfikir bahwa dia tidak sependapat dengan orang beragama dan merasa ilmu pengetahuanlah yang dapat menjelaskan segalanya.
“kalau ilmu pengetahuan itu selalu kasih alasan yang masuk akal kenapa sesuatu terjadi, sedangkan terkadang agama itu tidak memberikan alasan kenapa itu terjadi, itu terjadi karena Tuhan bilang seperti itu, Tidak bisa dibantah, gitulah kira-kira”
(W2.A.P.06062016.J14)
“dari apa yang kubaca soal ilmu pengetahuan membuat aku setuju sama itu, dan buat aku Tidak setuju sama apa yang ditunjukan agama”
(W2.A.P.06062016.J16) Faktor penyebab yang ketiga adalah intimidasi secara intelektual. Internet yang memberikan berbagai macam informasi baru terhadap subjek membuat subjek terintimidasi secara intelektual. Selama ini subjek hanya mendapat informasi mengenai Tuhan dan agama dari ajaran orangtua dan sekolah. Subjek tidak merasa puas dengan informasi yang didapatnya sehingga mencoba mencari informasi baru. Dari internet, subjek menemukan atau mendapatkan informasi baru yang beraneka ragam. Tidak hanya dari internet, subjek juga mendapat informasi yang dia inginkan melalui buku-buku yang dia baca, berbagai artikel dll. Subjek juga pernah bertanya kepada pemuka agama seperti ustad mengenai konsep ketuhanan.
(54)
41
Bahkan subjek juga sering berdiskusi di forum komunitas online bersama orang-orang yang menganut paham ateis. Subjek juga membaca informasi berkaitan dengan paham ateis. Meskipun tidak langsung menyatakan diri sebagai seorang ateis, tetapi subjek setuju dan sependapat dengan paham ateis yang dia terima. Subjek juga sampai mengidolakan seorang tokoh ateis bernama Bill Maher. Subjek sangat setuju dengan berbagai pandangan yang diberikan oleh Bill Maher. Informasi-informasi baru yang dia terima ini membuat keimanan dan keyakinan subjek terhadap Tuhan dan agama menjadi semakin dalam. Dari berbagai macam informasi yang dia terima inilah subjek menarik kesimpulan terhadap konsep ketuhanan.
“mungkin karena banyak bertukar pikiran dengan orang lain tentang agama dan sejenisnya yang membuat saya juga berpikir demikian dan juga beberapa bacaan lain tentang agama yang membuat saya juga menarik kesimpulan seperti itu”
(W6.A.P.24062016.J10) “idola ya.. hmm. Bukan idola sih tapi kalo di bilang suka liatnya sih kayaknya Bill maher kali ya”
(W6.A.P.24062016.J40)
“saya coba tanya ustad dan orang orang yang saya anggap ahli di keagamaan”
(W6.A.P.24062016.J72) “jawabannya tidak jauh-jauh dari „tidak boleh mempertanyakan itu, banyaklah baca al-quran, berdoa,dll‟ gitu”
(W6.A.P.24062016.J74)
Faktor keempat yang menyebabkan keraguan subjek semakin dalam adalah tindakan dari orang beragama itu sendiri. Subjek banyak melihat
(55)
42
fenomena nyata yang berhubungan dengan tindakan yang bisa dibilang tindakan buruk dari orang beragama. Dari berbagai macam berita yang dia temukan melalui internet, media sosial dan lain-lain, subjek melihat berbagai macam perilaku buruk orang beragama yang justru membuat seseorang terutama subjek menjadi semakin jauh dengan agamanya, seperti peperangan, pemboman, perdebatan dan tindakan tidak tolerir antara kaum beragama, padahal menurut subjek setiap agama sehrusnya mengajarkan kebaikan dan bukan saling menjatuhkan dan saling menjelek-jelekan. Dan seringkali tindakan buruk yang dilakukan orang beragama itu selalu mengatasnamakan Tuhan.
“kenapa orang-orang beragama , seram-seram kali, kasar-kasar kali, demi agama dibunuhnya saudaranya sendiri, hancurkan mesjid, hancurkan gereja, hmmm masalah kayak FPI, pokoknya masalah-masalah sosial kayak gitu yang buat aku jadi tidak suka sama agama, ya karena hal-hal kayak gitulah, yang buat aku bertanya jadinya, kenapa sih Tuhan kayak gitu...”
(W1.A.P.21032016.J52) “ya mungkin karena banyak baca-baca artikel juga, lihat-lihat internet, lihat kelakuan orang beragama, orang Islam yang buat kesal macam apa yaa, pokoknya sedikit-sedikit karena Tuhan, hancurkan tempat hiburan malam, karena mereka menganggap Tuhan menyuruh demikian, pengatasnamaan Tuhan itu looh, buat kesal juga”
(W2.A.P.06062016.J22) “ya gimana ya, kayak misalnya dia suka banding-bandingkan Islam dengan agama lain, dia bilanglah kalau agama yang baik itu Islam, apa-apa kita diatur, bahkan masuk kamar mandinya ada doanya, lihat orang Kristen, tidak ada kayak kita yg Islam ini”
(W5.A.P.21062016.J14) “jadi terpikir aku juga, kenapa gini kali orang beragama, bisa saja orang Kristen menjelek-jelekan Islam, atau Islam menjelek-jelekkan agama lain, ya atau apalah, ya aku lihatnya sama aja jadinya setiap agama, untuk apa beragama kalau saling menjelekkan”
(56)
43
(W5.A.P.21062016.J18) Karena berbagai macam faktor itulah yang menyebabkan subjek merasa tidak nyaman dan menolak ajaran agama yang dianutnya. Subjek memang setuju dan sepaham dengan ateis, hanya saja subjek belum menganggap dirinya sebagai seorang ateis. Dia hanya tidak puas dan tidak sepaham dengan pandangan agama. Hal ini juga membuat subjek tidak menjalankan ritual agama lagi seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Dengan tidak menjalankan ritual agama bukan berarti subjek merasa nyaman. Seringkali dia merasa canggung jika berada di lingkungan yang beragama. Apalagi di lingkungan keluarga. Keluarga subjek merupakan keluarga yang cukup taat dengan agama. Subjek seringkali merasa terpaksa menjalankan ibadah. Subjek juga merasa canggung jika ditanya kenapa dirinya tidak menjalankan ibadah seperti solat, puasa dan lain-lain. Sehingga dia seringkali menghindar dari pembicaraan soal itu. Bahkan subjek juga memakai topeng agama, dengan berpura-pura sudah menjalankan ibadah.
“yaaa tepaksa lah pura-pura jalankan ajaran agama, apalagi kalau di lingkungan keluarga, disuruh solat sama mama awak, aku ngerasa tidak ada gunanya, tapi ya apa boleh buat”
(W2.A.P.06062016.J48) “kadang suka canggung saja kalau misalnya ditanya kenapa tidak solat, kenapa tidak puasa”
(W2.A.P.06062016.J52) “ya sebisa mungkin menghidar, kalau tidak bisa menghindar, bilang saja udah, atau jawab-jawabin sambil becanda aja lah”
(57)
44 c. Dissociation
Ketika memasuki masa sekolah menengah atas (SMA), subjek bukan hanya semakin ragu, tetapi subjek mulai jauh dan memisahkan diri dari agama Islam. Bukan hanya sekedar ragu dengan pandangan Islam, tetapi subjek juga sudah mulai memisahkan diri dari agama Islam tersebut. Subjek belum menjadi seorang ateis, dia masih beranggapan bahwa Tuhan itu ada, hanya saja dia tidak menanamkan ide agama manapun.
“dulu aku mungkin menganggap Tuhan itu ada, tapi aku tidak setuju dengan ajaran agama yang mengagung-agungkan Tuhan, mengatasnamakan Tuhan, berbuat sesuatu karena Tuhan yang menyuruh, berbuat sesuatu atas dasar perintah Tuhan, aku tidak setuju itu, emang kita sebagai manusia tidak bisa saja gitu berbuat baik?berbuat baik tidak harus disuruhkan, kita pasti bisa bedain mana yang baik, mana yang buruk, mana yang tidak merugikan orang lain, pada saat itu aku menjalankan hidup dengan cara seperti itu. Gak harus ngebom-ngebom untuk membasmi kejahatan”
(W2.A.P.06062016.J70)
Bagi subjek yang selama ini mencari-cari kebenaran, tidak harus beragama untuk berbuat baik. Justru sebaliknya, dia merasa berbuat baik, menjalankan hidup sebaik mungkin, menolong sesama bisa dilakukan tanpa harus diatur oleh agama dan Tuhan. Dengan memisahkan diri dari ajaran agama, subjek merasa terbebas dari ajaran agama yang mengikat. Dia merasa bebas memikirkan apa saja, bebas melakukan apa saja, tanpa harus merasa takut dan berdosa lagi.
“yaa selama ini aku merasa, ada yang mengekang, ada sosok yang memang harus aku tuju, harus aku sembah, harus aku ikuti, harus aku takuti, tapi waktu itu aku mulai ngerasa bebas dari itu semua, gak takut dengan yang namanya dosa lagi”
(W2.A.P.06062016.J64)
(58)
45
Walaupun tidak merasa berdosa dan bebas melakukan apa saja, bukan berarti subjek bertindak sesuka hati. Subjek menjalankan hidup dengan cara humanis. Bagi subjek, asalkan tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, itu sudah menjadi tindakan yang baik dalam menjalani hidup.
“aku bebas melakukan apa aja, aku bebas memikirkan apa aja, tidak perlu harus mikirin dosa kayak orang-orang beragama, tapi bukan berarti aku aku suka-suka hatilah, aku hidup dengan cara humanis, kalau bisa nolong orang ya nolong orang lain, pokoknya lakukan sesuatu itu yang penting tidak merugikan diri sendiri, tidak merugikan orang lain juga”
(W2.A.P.06062016.J72)
Bagi sebagian besar orang beragama, kitab suci merupakan pedoman dalam menjalankan hidup, tetapi hal ini tidak menjadi bagian dari diri subjek. Tidak ada acuan ataupun pedoman hidup yang harus ditaati oleh subjek. Subjek melakukan sesuatu berdasarkan apa yang dia pikirkan dan dia rasakan.
“tidak punya yang kayak gitu, aku jalani hidup berdasarkan apa yang aku, pikirkan dan aku rasakan aja”
(W2.A.P.06062016.J76)
d. Transision
Subjek yang sejak dulu menganut agama Islam dan kini telah memisahkan diri dari Islam, tidak menganut agama lain sebagai pahamnya. Subjek menolak agama dan ajaran agama, memisahkan diri dari itu semua, bukan hanya memisahkan diri dari Islam saja. Kemudian subjek mencari
(59)
46
orang-orang yang sepaham dengan subjek. Subjek menemukannya di media sosial facebook, yaitu sebuah komunitas ateis. Bermula dari membaca isi dari komunitas itu, dan membuat subjek menjadi tertarik untuk mendalaminya, subjek pun bergabung dengan komunitas tersebut. Saat bergabung, subjek masih belum menjadi seorang ateis. Subjek bergabung dikomunitas ateis bernama ABAM (anda bertanya, ateis menjawab).
“aku nyari juga melalui facebook, disitu ada komunitas online yang mengaku sebagai komunitas ateis”
(W2.A.P.06062016.J86)
“aku sadar ateis susah untuk diterima secara umum, jadi tidak mungkin ada orang yang secara terang-terangan bilang kalau „saya adalah ateis‟.”
(W2.A.P.06062016.J88) “waktu itu aku belum ateis, tapi mungkin udah sangat sependapat dengan ateis itu, makanya aku baca-baca, lama-lama gabung”
(W2.A.P.06062016.J92)
Didalam komunitas tersebut, tidak hanya orang-orang ateis, tetapi orang beragama pun banyak yang bergabung didalamnya. Komunitas tersebut membahas berbagai macam fakta dan fenomena dari berbagai sudut pandang. Didalam komunitas ini merupakan forum diskusi yang sangat nyaman bagi subjek karena memiliki pertanyaan, asumsi serta jawaban yang sama. Subjek memandang positif komunitas serta anggota dari komunitas tersebut.
“lebih positiflah, orang-orang ateis didalamnya ngasih pandangan yang masuk akal, tidak dari sudut pandang yang pasif”
(W2.A.P.06062016.J102)
(60)
47
“ya nyaman, karena juga sepaham sama apa yang aku pikirkan selama ini, apa yang aku tanya, apa yang aku asumsikan, apa yang aku pikirkan, jawaban yang aku dapat, sebagian besar sama dan masuk akal”
(W2.A.P.06062016.J106)
e. Declaration
Pada saat memasuki masa kuliah, subjek sudah mengakui dirinya sebagai seorang ateis agnostik. Walaupun tidak sepenuhnya mempengaruhi, tetapi komunitas ateis yang dia ikuti banyak memberikan pandangan-pandangan yang selama ini dia cari dan dia pikirkan. Ateis merupakan sebuah paham yang dia anggap sebagai paham yang cocok terhadap dirinya. Subjek menganggap Tuhan itu tidak ada, dan dia tidak tahu Tuhan itu ada atau tidak. Membaca berbagai macam literatur mengenai ateis, mengenai Tuhan dan agama, berdiskusi dengan orang beragama dan orang-orang ateis yang berada di komunitas online ABAM, melihat berbagai macam perilaku dan tindakan buruk orang beragama membuat subjek akhirnya jatuh pada paham ateis.
“yaaa tidak bisa dibilang seluruhnya karena komunitas ini, aku mulai memutuskan bahwa aku adalah ateis itu waktu baru masuk kuliah, banyak yang aku baca berkaitan dengan agama, Tuhan, ateis, nonton video dll. Itu buat aku berpikir bahawa memang aku ini ateis, aku tidak percaya Tuhan, aku tidaktahu Tuhan itu ada atau Tidak ada.”
(61)
48
Setelah memutuskan untuk menjadi seorang ateis, ada hal positif yang dia rasakan, seperti merasa lebih legah, subjek merasa tidak terikat lagi oleh yang namanya agama bahkan Tuhan sekalipun. Subjek merasa melakukan sesuatu bukan karena ada sosok yang ditakuti dan bukan karena paksaan. Segala sesuatu yang dia lakukan menurutnya murni dari usaha dan pemikiran dia sendiri.
“dulu waktu memunutuskan jadi ateis ada perasaan legah, sampai sekarang sih sudah biasa aja, toh aku juga tidak asal ngasih tau identitas ateis ku ini”
(W4.A.P.14062016.J24) Merasakan hal postif setelah memutuskan menjadi seorang ateis bukan berarti membuat subjek tanpa hambatan. Banyak hal negatif yang juga dia alami, tetapi hal ini bukan muncul dari dalam dirinya, melainkan dari lingkungannya. Subjek tidak bisa secara terang-terangan kepada setiap orang mengakui bahwa dirinya seorang ateis. Walaupun ada beberapa orang yang tahu mengenai paham subjek, tetapi itu tidak dilaluinya dengan mudah, karena dia memang harus melihat keadaan lingkungannya mau menerima dia atau tidak.
Salah satu lingkungan yang menjadi kesulitan subjek adalah lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga yang sangat taat terhadap ajaran agama dan Tuhan sangat tidak mungkin mau menerima paham subjek. Subjek takut mengecewakan orang tua dan keluarganya karena paham yang dianutnya. Karena menurut subjek orang tuanya sudah memberikan pendidikan agama yang cukup baik.
(62)
49
“kalau orang tuaku tahu pasti marah, kecewa, karena gini eeee kalau kubilang sama orang tuaku, mereka pasti kecewa, mereka bilang mereka didiknya gak baiklah”
(W1.A.P.21032016.J126)
“iyaaa.. pasti kayak gitu, sedangkan aku merasa mereka didiknya sudah bagus, aku aja yang memilih kayak gini, iya aku merasa ini udah cocok untukku”
(W1.A.P.21032016.J128)
Tidak hanya di lingkungan keluarga, subjek juga akan merasakan kesulitan untuk terbuka di lingkungan baru. Tidak semua orang dapat menerima paham ateis apalagi di Indonesia yang memang memiliki penduduk yang mayoritasnya merupakan orang beragama. Dan subjek akan sulit pula menemukan orang yang sepaham dengan subjek jika berada di lingkungan baru karena untuk menemukan orang yang sepaham, subjek harus terbuka dengan paham yang dianutnya.
“terkadang saya ingin mencari orang yang sama seperti saya di real life, dan untuk itu tentu harus membicarakan agama, dan ketika di lingkungan baru tidak mendukung untuk pembicaraan seperti itu , kadang saya merasa sulit untuk mencari dukungan beda dengan sekarang.”
(W5.A.P.21062016.J54) “sampai pemahaman mengenai ateis bisa diterima orang-orang, sampe saya merasa aman untuk orang seperti saya coming out tentang identitas ini , ya itu harapan saya sih, tapi kalo ditanya gitu saya juga tidak tahu sampai kapan, mungkin tidak bakal pernah”
(W5.A.P.21062016.J50) “jangankan tidak beragama, beragama saja saling bom-boman, konon lagi awak ketahuan tidak beragama”
(1)
Process, Factors, and Challenges of Atheism Proponents Muhammad Rajief and Ari Widiyanta
ABSTRACT
Atheism is characterized by the rejection of the very notion of god. It is believed there are some factors underlying disbelief and atheism. An individual, will usually acquiring this idea through a sequence of events throughout their lives. In a theistic society atheism proponents will have a problematic life considering their belief, or lack thereof. This paper is trying to unravel the process of someone to be an atheist from a theist background and challenges that follow. The subject in this paper is of Islamic background. A case study method of qualitative process were used to gather data. The sampling method are using theory-based. The results show that the subject go though 5 steps of detachment, doubt , dissatisfaction, transition , and declaration. The factors underlying it were scientific development, intellectual intimidation, hypocrisy, injustice and distaste of the behavior of religious people. An atheist in such theistic society will face many challenges. This paper is not to generalize any group.
(2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT., Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan Rahmat, hidayah, dan berkahnya sehingga saya diberikan kekuatan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Proses dan Faktor Penyebab, serta Tantangan Penganut Paham Ateisme”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Tentu saya tidak dapat menyelesaikan penelitian ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya sebagai peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Zulkarnain, Ph.D selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dan Ibu wakil dekan 1, wakil dekan 2, wakil dekan 3 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Ari Widiyanta,M.si, Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberi arahan dan bimbingan selama proses pengerjaan penelitian ini.
4. Ibu Meutia Nauly, M.Si., Psikolog selaku dosen penguji 2 sidang skripsi yang telah memberikan masukan dan arahan selama proses sidang dan pengerjaan revisi.
5. Kak Ridhoi Meilona, M.si selaku dosen penguji 3 sidang skripsi yang telah memberikan masukan dan arahan selama proses sidang dan pengerjaan revisi.
6. Ibu Eka Ervika, M.Psi., psikolog sebagai dosen pembimbing akademik yang memberi arahan agar proses perkuliahan dapat berjalan dengan baik.
7. Departemen sosial yang telah memberikan saya kesempatan untuk menimba ilmu didalamnya
(3)
8. Bang Omar Khalifah Burhan yang telah memberikan ilmu, kesempatan, saran dan pengalaman selama saya menempuh kuliah di Fakultas Psikologi USU.
9. Kedua orang tua, saudara/i saya, serta seluruh keluarga besar yang telah memberi dukungan materi maupun psikologis.
10.Teman-teman dari komunitas jamban kudanil, bondeels Medan, rusa jantan yang banyak membantu saya dalam penyelesaian penelitian ini
11.Teman-teman dari angkatan 2011, 2012, 2013,2014, 2015,
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, saya selaku peneliti menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, July 2016
(4)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Manfaat Teoritis ... 10
2. Manfaat Praktis ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORITIS ... 12
A. Definisi Ateis ... 13
B. Penyebab Seseorang Menjadi Ateis ... 13
1. Orang Tua dan Cara Asuh ... 14
2. Perkembangan Sains ... 14
3. Intimidasi Secara Intelektual ... 15
(5)
5. Kemunafikan, Ketidakadilan, dan Tindakan Buruk Orang
Beragama ... 16
C. Tahapan Menjadi Ateis ... 17
1. Detachment ... 17
2. Doubt ... 17
3. Dissociation ... 18
4. Transision ... 18
5. Declaration ... 18
D. Tantangan yang Dihadapi Penganut Paham Ateisme ... 18
E. Paradigma Penelitian ... 20
BAB III METODE PENELITIAN ... 22
A. Metode Penelitian ... 21
B. Teknik Pengumpulan Data ... 22
C. Subjek Penelitian ... 22
1. Karakteristik Subjek ... 22
2. Jumlah Subjek ... 22
3. Prosedur Pemilihan Subjek ... 23
D. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 23
1. Pedoman Wawancara ... 24
2. Alat Perekam ... 24
E. Prosedur Penelitian ... 24
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 24
(6)
F. Prosedur Analisa Data ... 28
1. Koding ... 28
2. Organisasi Data ... 28
3. Analisis Tematik ... 29
4. Tahapan Interpretasi ... 29
5. Pengujian Terhadap Dugaan ... 30
G. Kredibilitas Penelitian ... 31
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Deskripsi Data ... 33
1. Latar Belakang Subjek ... 33
2. Analisa Data Subjek ... 34
B. Pembahasan ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64